rereeeee

Suara jam dinding disana menandakan selama apa dirinya pingsan setelah kejadian berisik tadi. Tepatnya tiga jam lamanya karena jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Jisung mengedar pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya lalu menghela nafas pelan, ia masih hidup ternyata.

Seseorang membuka pintu kamarnya, mereka saling tatap namun diputus sepihak olehnya langsung— itu jaemin. Wajahnya suntuk, pakaian kerjanya masih menempel di tubuhnya walaupun jasnya sudah dilepaskan, alpha itu membawa nampan berisi makanan hasil masakan suaminya.

“lo udah bangun? Makan dulu sini...” suara jaemin memelan walaupun berbanding terbalik dengan raut wajahnya yang menyeramkan. Jisung dibantu duduk olehnya lalu diberikan semangkuk sop hangat.

Jaemin duduk disebelahnya, menatapnya yang sedang memakan makanannya. Jujur, jisung risih tapi ia tidak ingin berucap banyak hal. Mereka jadi saling diam selama jisung makan sampai habis pun tidak ada yang mulai percakapan, jaemin menatapnya terus bahkan jarang berkedip.

“apa sih?” tanya jisung, jaemin menghela nafas lalu tersenyum kecil.

“tadi... Waktu ada rapat di kantor, renjun telpon padahal gue udah bilang sama dia kalau jangan ganggu dulu sebentar”

Jisung mendengarnya tanpa memutus pandangan, apa yang terjadi tadi?

“gue udah mau marah sama dia tapi ternyata tangisannya itu buat gue ngerti kalau ada yang ga beres dan bener adanya”

“gue minta maaf”

Jaemin menggeleng pelan sambil mengusap pelan kepala adiknya itu, dadanya jadi sesak sendiri, rasanya seperti deja vu.

“enggak, maksud gue itu cuman rapat antar karyawan. Itu ga sepenting nyawa lo, waktu pulang bareng jeno tadi tuh gue buru-buru naik kesini... ” jaemin nunduk, kini ia benar-benar kalah dengan rasa sakitnya. Isakan kecil mulai terdengar dan jisung masih terdiam dengan posisi yang sama— mendengarkan jaemin.

“gue liat lo udah pingsan disini, gue kira awalnya lo pingsan tapi setelah dicek ternyata denyut nadi lo ga berdetak jisung! Kenapa jisung, kenapa mau ngulang kejadian itu lagi?”

Kenapa?

Jisung juga ga tau pasti alasannya

“gue ga tau kalau ternyata tadi gue mati, yang gue tau gue capek terus yaudah tidur”

“kenapa lo ngelakuin itu lagi jisung?”

“gue cuman capek, gue mau tidur”

Jaemin menunduk, memijat dahinya sendiri karena jujur rasanya pusing sekali mendengar jawaban jisung yang sama sekali tidak menjawab apapun. Ini kali kedua ia melakukannya tanpa sadar dan yang satu ini benar-benar nyaris membuatnya mati.

“jisung” panggil jaemin, alpha itu lelah sekali. Mengurus kehidupan adiknya yang berantakan, kantornya, keluarga kecilnya juga. Bahkan ia tak sempat memikirkan diri sendiri karena ini.

“apa?”

“kenapa?”

“gapapa” jawaban singkat namun tak menyelesaikan masalah.

“terserah anjing! Lo gak pernah mau bersyukur sama apa yang lo punya” jaemin pergi dengan emosi yang mengepul di kepala, keluar dengan tidak santai sampai membanting pintu kamar jisung keras. Jisung tak merespon, semua orang akan selalu berakhir meninggalkannya seperti itu, ya sudah biasa juga, tidak ada yang bertahan dengan kondisinya.

Bersyukur apa... Atas semua penderitannya? Berisik.

Jisung menatap kosong ke arah jaemin yang menghilang di balik pintu. Ya, siapa juga yang mau bertahan dengan manusia yang sudah hancur berantakan sepertinya? Bahkan keluarganya pun meninggalkannya. Kalau dipikir-pikir, ternyata hidupnya memang menyedihkan ya.

Air mata jatuh lagi dari pelupuk matanya. Kali ini alpha itu memang melemah entah karena rasa sakit yang mana. Ia terus menerus menangis, padahal baru bernafas tapi dicekik kembali. Harus bertahan atau berhenti sekalian? Otaknya terus menerus mendengungkan pertanyaan itu.

Capek bunda

Gatau capeknya kenapa

Boleh ikut bunda sekarang ya?

“Jisung!” seseorang memanggilnya terburu, laki-laki beta itu masuk tanpa disuruh. Yang pertama ia lihat adalah meja yang berantakan serta mangkuk yang di lempar hingga pecah di ujung sana. “lo kenapa?”

Jisung menatap seluruh penjuru kamarnya, ia bahkan tak ingat kenapa ia membanting mangkuk sampai pecah disana.

“m-maaf, gue gatau kalau udah bikin kacau”

Renjun menghela nafas sambil menahan tangisnya agar tidak pecah, jujur baru pertama kali ia lihat alpha sombong ini lemah. Ia menghampiri jisung lalu tanpa pikir panjang memeluknya erat.

“jisung jangan kayak gini lagi, Lo harus bertahan sedikit lebih lama ya?”

Bertahan sedikit lebih lama, ya

Bertahan lagi?

“berapa lama lagi?” jisung bertanya, matanya mendadak menajam membuat aura disekitarnya mencekik. Sisi alphanya keluar karena emosi lagi apa mungkin karena lelah juga

jisung lelah menunggu penderitaan ini, bagai tanpa ujung dan tanpa akhir. Kapan kita bertemu selesai lalu bahagia?

“setidaknya sampai jiel lahir—”

“kenapa gue harus?!”

“karena lo papanya!” renjun melepaskan pelukannya sepihak, melihat raut wajah lelah dengan mata alpha yang membulat.

“gue bukan—”

“Iya, itu lo”

Jisung berdiri dari tidurnya, ia lempar semua bantalnya ke asal arah, amarah menguasainya sepenuhnya dan masa lalu itu bak perlahan membunuhnya, masa lalu yang ingin jisung buang semuanya.

“gue manusia brengsek, gue sialan, gue manusia bangsat yang kayak apa yang dibilang semua orang. Semua salah jisung, katanya semua salah gue. Jisung cuman masalah, buang aja! itu kata orang-orang yang gue... sayang” jisung menangis, kali ini lebih kencang dari kemarin saat perpisahannya dengan chenle. Kali ini rasanya lebih sesak, mengingat hal yang menyakitkan memang rasanya seperti mati. Ia bahkan tidak sadar berteriak soal perasaannya pada renjun yang hanya diam termangu di dekat pintu melihatnya hancur.

“lo tau rasanya ditinggalkan? Dibuang kayak sampah! Disepanjang hidup, gue harus ngerasain sakitnya ditinggalkan itu berulang kali sampai rasanya takut, sampai mati rasa”

“jisung...”

“apa bangsat?! Sekarang apa lagi? Dia minta gue bersyukur atas apa gue tanya, atas semua penderitaan gue? Alpha lo emang anjing, renjun!”

Semua teriakan dan bentakan itu, semua sakitnya jeno dan jaemin dengar dari luar. Selama ini mereka salah perkiraan.

“dengerin gue—”

“gue gak mau denger apa-apa lagi, orang kayak gue gak pantes jadi manusia apalagi jadi papa. Kayak yang lo bilang... Gue brengsek, gue emang jahat udah hancurin semua mimpi chenle”

Renjun menunduk, ia biarkan sejenak emosi jisung mereda. Mereka saling diam setelah jisung ungkapkan semuanya, alpha itu memilih duduk dipinggiran kasur, diam sambil menunggu.

“jisung, tenang”

Jisung memejamkan matanya, ia menunduk dan membiarkan semua air matanya jatuh dengan semua rasa sakitnya. Jisung tenang.

“udah? Banyak masa lalu yang buat lo sampai jadi kayak gini ya ji, maaf gue gak pernah tau soal itu, maaf juga kalau abang-abang lo itu gak pernah tau soal itu dan chenle” renjun perlahan berjalan mendekat, ia taruh telapak tangan kecilnya di atas kepala jisung lalu mengusapnya pelan. Rasanya seperti menenangkan anak kecil. Kenapa rasanya begitu?

“satu-satunya hal yang harus lo lakukan adalah jujur. Bilang kalau butuh bantuan, lo manusia yang gak bakalan bisa mendem semua itu sendiri tanpa minta bantuan orang lain...”

”... Lo emang alpha. Tapi bukan berarti kekuatan lo itu bisa buat lo kuat selamanya” kata renjun.

yang harus dilakukan cuman jujur kalau lagi hancur, jujur sama perasaannya sendiri tanpa takut ditinggal

Tanpa menyanggah semua perkataan renjun, jisung balik tidur dan membalikkan tubuhnya dengan selimut yang sengaja menutupi penuh dirinya sampai kepala. Membelakangi renjun yang kini tersenyum, ternyata yakinin jisung sama seperti yakinin anak kecil. Jisung mungkin lupa bagaimana rasanya menjadi anak kecil karena dari dulu hidupnya hanyalah beban pundak.

Sebelum pergi juga renjun sempatkan membersihkan semua kekacauan yang dibuat jisung. Saat selesai ia keluar dengan menutup pintu perlahan, sedikit terkejut saat melihat dua suaminya berdiri di depan pintu dengan mata yang berkaca-kaca.

“ngapain disini?!” renjun berbisik menajam dan dua alpha di depannya hanya diam lalu memeluk dirinya erat. Dapat dirasakan kedua bahunya basah

“jisung gapapa kan? aku gak sengaja kasar— jisung gapapa kan?” tanya jaemin, raut wajahnya tertera jelas khawatir.

“harusnya aku ga bentak kayak gitu tadi di taman” sekarang jeno berbicara

Renjun tersenyum kecil lalu mengusap kepala belakang kedua suaminya, mereka mengkhawatirkan jisung sampai segininya tapi tidak pernah bisa baik dihadapannya, selalu saja terbawa emosi. Ya, jisung memang menyebalkan sih.

“Jisung gapapa, dia udah tidur jangan diganggu ya. Hari ini nginep lagi sehari ok?”

“kamu gak pernah mau ngertiin aku—”

“ngertiin apa sih? Aku kurang ngerti dimana?”

Jisung t

CW // local harshword, frontal, dirtytalk, sex explicit scene. Minor do not interact, please

Jinan menarik tangan leo kasar agar masuk ke dalam apartementnya, membawanya ke arah kamar lalu membanting tubuh yang lebih kecil darinya itu ke kasurnya. Ia menatap leo sinis sambil bolak-balik memikirkan kebodohannya yang membawa leo ke tempat rahasianya. Sementara leo malah kagum dengan isi kamar si ketua hima ini.

“wah keren, gue ga nyangka ternyata lo orang kaya”

“le, listen me please” ucap jinan dan leo langsung melihatnya. Jinan menghela nafas lagi kali ini lebih pelan. “okay, pertama gue mau lo rahasiain ini semua. Dari yang gue cari partner di base, gue punya apartement dan gue yang jadi partner ngewe lo. Please, i beg u

“wah, ternyata lo tergila-gila dengan posisi sempurna ya kak. Apa ga terlalu terbebani? Hahaha okay tapi ada satu syarat” leo tersenyum sementara jinan sedikit terkejut dengan kalimat yang dilontarkan leo.

“lo maunya apa?”

“gue mau lo jadi fwb gue terus”

“tergantung, enak apa gak nya lo”

Leo tertawa kencang, ia buka kancing bajunya perlahan. Semua kegiatan itu tak luput dari pandangan jinan. Sementara leo malah asik membuka semua pakaiannya tanpa malu sedikitpun, berbeda dengan dirinya di kfc tadi.

Hanya leo yang sudah full naked sementara jinan masih memakai pakaian lengkapnya. Ditatapnya dari atas sampai bawah tubuh itu, perlahan jinan dorong tubuh leo agar tertidur di kasur, ia tindih tubuh putih mulus itu. Menatap netra sayu yang sengaja untuk menggodanya. Picik, ternyata leo yang terkenal polos ini punya sisi binal seperti ini.

“udah berapa orang?” tanya jinan, membuat satu alis leo naik. Bingung.

“apa?”

“yang masukin lo”

“gak ada, ini pertama kalinya gue main sama cowok”

Jinan membulatkan matanya terkejut, “biasanya?”

“cewek, kak dea. Kenal? But we're not having sex just foreplay. Jadi dia sepong gue dan gue mainin memeknya”

“anjing, si dea? gue ga kaget sih, tapi gue kaget ternyata dia lonte juga”

“gue gak bayar dia sih, kenapa?”

“gue pernah di sepong dia juga but i'm not really interesting. Gak enak”

“bener sih, longgar kak”

“hah? Apanya?”

“memeknya, tebak udah berapa kontol yang masukin dia?” tanya leo, sementara jinan mulai memberi kecupan di seluruh wajahnya. Dari pipinya yang tembam di beri banyak kecupan lalu pindah ke arah leher.

“100 mungkin” bisik jinan pelan, melanjutkan kegiatannya memberi kecupan di leher leo. Sementara empunya bergidik geli sampai mendongakkan kepalanya, malah memberi banyak akses lebih banyak.

Jilat, cium, gigit pelan. Kegiatan itu terus menerus diulang jinan sehingga menciptakan banyak tanda kemerahan di leher leo. Sementara yang diberi tanda terlihat tidak protes sama sekali.

“hahaha ngaco! Tapi kenapa bisa dia sepong lo kak?” leo dorong pelan bahu jinan hingga empunya menghentikan kegiatannya dan memilih menatap leo yang balik menatapnya curiga. Jinan hanya roll eyes lalu mendengus pelan.

“kayaknya dia punya tiket vip masuk seenaknya ke toilet cowok di kampus, ya kebetulan gue lagi disana sendiri”

Leo tertawa kencang, ia dorong tubuh jinan lalu membalikkan posisi mereka menjadi leo yang berada di atas jinan. Manik indah yang menyayu menjebak jinan dalam pesonanya, perlahan tangan mungil itu menelusuri lekuk tubuhnya sendiri, menggoda jinan yang menatapnya tanpa berkedip mungkin tanpa sadar juga ia menahan nafas. Senyum tipis terukir di bibirnya, bangga karena berhasil menjebak manusia yang tergila-gila dengan popularitas.

Manusia ini ternyata lebih menarik saat dilihat hanya dengan kaos putih yang mencetak jelas lengan kekarnya. Jinan itu tampan juga panas. Untung saja leo bisa berfikir cepat untuk tidak membiarkan jinan mencari partner baru

Atau kalau tidak, ia akan menyesal selamanya.

“kedip kak”

“cantik, lo cantik banget” perlahan lengan jinan mengambil remot yang leo tak tau gunanya apa yang pasti bukan remot tv karena mendadak kamar dengan nuansa hitam putih itu berubah menjadi indah karena lampunya yang berubah menjadi warna warni yang temaram. Membuat kesan menggairahkan. Keren.

“hahaha pinter banget muji, pantesan banyak yang demen” jari leo bergerak ke bagian selatan jinan yang masih terbungkus celana, masuk perlahan lalu mengeluarkan penis yang bisa dibilang besar di genggamannya. Leo menoleh dengan mata berbinar sementara jinan mendongak karena sentuhan leo di penisnya.

“gede banget” leo bangkit dari tubuh jinan, ia berniat untuk meluncurkan aksi binalnya yang tadi ia janjikan di depan kfc. Blowjob, leo suka kegiatan yang satu itu walaupun resikonya mulutnya jadi pegal.

Dibukanya pelan celana kain itu, dibuka seluruhnya sampai celana dalam si dominant. Penis besar itu mengacung tegak, terlihat jelas binar mata leo walau dalam temaram sementara jinan yang memilih duduk di ujung kasur hanya bisa menahan nafas melihat leo yang sudah duduk manis di bawahnya, tepat di depan penisnya.

“kak jinan” digenggamnya penis itu dengan tatapan saling temu, menyalurkan segala nafsu.

“hm?” jinan berdehem dengan suara beratnya.

“i think i like you...” perlahan dijilatnya kepala penis yang memerah itu, menciptakan geraman berat dan juga cengkraman kuat di rambut leo. Berlanjut dengan menjilat seluruh batang penis itu. Leo menengadah, ia julurkan lidahnya mencoba menggoda, ”... Your dick”


“ahh! kak jinan, pelan... pelan ah!” leo berteriak kencang, mendesah tak tau malu, disaat tubuhnya terhentak kencang oleh jinan dibelakangnya.

Leo tak tau pasti, kejadiannya terjadi begitu cepat. Bagaimana jinan membuka seluruh pakaiannya lalu tiba-tiba mereka sudah menyatu dengan penis jinan yang bersarang di lubang sempit leo. Terlalu cepat sampai rasanya penat.

“kenapa pelan? Yang kayak gini lebih enak” jinan menggerakan pinggulnya lebih cepat, membuat leo menungging lebih tinggi untuk menampar pantat semulus kulit bayi itu agar memerah.

Leo merem melek merasakan genjotan dari kakak tingkatnya yang kelewat enak. Ia baru pertama kali merasakan kenikmatan yang membuatnya ketagihan.

Rambut belakangnya ditarik oleh jinan, membuatnya menengadah dengan wajah yang memerah, bahkan lampu dikamar jinan tak mengubah semburat merah yang tercetak di wajahnya.

“merem melek, keenakan ya?” tanya jinan, wajahnya ia bawa untuk mencium tengkuk leo, memberi kecupan serta gigitan yang membuatnya memerah. Leo sama sekali tidak protes, ia hanya akan menikmati semua perlakuan brengsek si mahasiswa sempurna ini.

“nghh.. AHH! kak jinan, kak ahh!”

“apa sayang?”

“t-terlalu cepet kak, ahh! Ahh!

“enak harusnya hhh

“mentok, kontolnya mentok banget kak! Terlalu cepet”

Jinan lepas pautan mereka dan tubuh leo sontak ambruk karena lemas, ia pikir ini sudah selesai, ia lupa kalau jinan sama sekali belum mencapai klimaksnya. Dibaliknya tubuh leo agar menatap ke arahnya, bisa dilihat tubuh putih mulus dengan keringat bercucuran disekujur tubuhnya. Dari atas hingga bawah, semua basah. Keringat bercampur sperma selepas ia melakukan blowjob tadi.

“udah ya kak? Mau pulang, kucingnya belum mam” leo bergumam pelan, jinan tertawa kecil mendengarnya. Kenapa jadi seperti orang mabuk?

Kedua kaki leo diangkat lalu disampirkan di kedua bahunya. Ia buat leo mengangkang lebih lebar lagi sebelum memasukkan penisnya lagi dan tanpa pikir panjang menggenjotnya lebih kasar dari tadi. Kali ini pergerakannya terasa lebih leluasa dan ekspresi wajah leo pun terlihat jelas. Cantik.

“kenapa cepet-cepet mau pulang?”

Leo menggelengkan kepalanya cepat, tangannya mencengkram sprei hingga berantakan. Rasa nikmatnya datang lagi, seperti menggaruk lubangnya yang gatal.

“Mmmh... kak jinan, mau pipis”

“iya, dikeluarin sayang, semuanya”

Atas ijin tersebut, leo menyemburkan seluruh spermanya ke atas perutnya juga perut atletis jinan. Ini kali kelima ia mencapai klimaks. Tubuhnya lelah juga mati rasa.

Mata sayu leo menatap ke arah jinan yang serius menggerakan pinggulnya karena klimaksnya agar segera tercapai. Leo tertawa kecil melihat wajah yang awalnya terlihat biasa saja dan membosankan kini tampak menarik dengan wajah serius dan panas. Leo tarik kata-katanya soal tidak tertarik dengannya karena anjing, jinan dengan segala perlakuan bajingannya adalah apa yang leo suka, ia tertarik.

“kak jinan, Ahh!!! kak jinan mau jadi pacarku aja? Nanti kita...” leo memejamkan matanya erat saat tangan jail jinan mempermainkan putingnya, jinan hanya memberikan senyum miring.

“nanti kita... Apa?”

“ngentot setiap hari, kak”

Bangsat, orang gila. Batin jinan.

Jinan percepat genjotannya karena sebentar lagi klimaksanya pun akan datang, ia bawa wajahnya ke arah leo lalu mencium bibir tipis itu dengan gerakan kasar dan terburu. Di genjotan kelima, putihnya datang, memenuhi setiap rongga di lubang milik leo. Sementara leo hanya bisa memejamkan matanya sambil merasakan sperma itu memenuhi lubangnya. Tubuhnya mendadak gemetar tanpa alasan.

“banyak, kak jinan keluar banyak”

“penuh dong ini?” jinan usap pelan bagian perut bawah leo yang membuat empunya bergidik geli sambil mengangguk kecil.

Mata yang awalnya sayu itu mendadak terbawa kantuk karena lelah, sekarang tepat pukul 2 pagi dan mereka baru saja selesai melakukan ini dari 8 malam. Leo benar-benar lelah dan penuh.

“le, jangan tidur disini” ucap jinan, setelah melepas pautan penisnya dan membuat isinya keluar berantakan, ia ambil tisu basah yang sengaja disediakannya di kamar itu. Membersihkan seluruh tubuh leo yang penuh spermanya tanpa sedikit pun terlewat.

“nanti bobo sama kak jinan, ya?” tanya leo dan jinan hanya mengangguk sambil menggendong tubuh leo untuk dipindahkan di kamar aslinya.

“enak ga tadi?”

“enak”

“mau lagi?”

Tak ada jawaban, hanya dengkuran halus terdengar di bahu jinan. Leo mungkin kelewat lelah meladeni nafsunya yang suka kelewat batas.

Tapi tak disangka,

“mau... setiap hari, ngewe bareng aku enak kan kak” sempat-sempatnya leo bergumam kecil sebelum akhirnya tertidur pulas di atas kasur milik jinan.

Iya juga ya

Leo sebenarnya sudah datang sejam yang lalu, ia sengaja baru mengabarkan partner fwb barunya satu jam setelah jam janjian karena gugup setengah mampus! Bagaimana tidak, partner barunya ini tidak lain adalah Jinan, kakak tingkatnya sekaligus ketua hima dikampusnya. Leo tidak menyangka juga manusia sempurna seperti Jinan itu mencari partner fwb di base, banyak pertanyaan janggal yang hinggap di kepalanya.

Jinan Fernandi Saputra itu adalah mahasiswa dengan setumpuk prestasi di segala bidang selama ia berkuliah disana. Jinan itu sempurna kalau bisa leo menilai dari sudut pandang semua orang kampus, baik juga terkenal polos. Banyak yang suka padanya, tapi jujur leo tidak terlalu tertarik dengan jinan yang selalu sibuk dengan urusan-urusan tidak penting.

Karena leo sendiri hanya mahasiswa yang santai dan tidak ingin terlalu sibuk menjadi pusat perhatian. Kalau dibilang mahasiswa kupu-kupu juga tidak, sih, ia ikut beberapa kegiatan kepanitiaan namun tidak terlalu menonjol.

Bagaimana ia kenal jinan? di beberapa kesempatan, seperti acara kampus dan tepat sekali ia menjadi panitianya, jinan selalu ikut andil dalam membantu. Bingung juga, orang lain mah maunya santai cuman jinan yang tidak betah santai.

Tapi siapa sangka kalau manusia sesempurna itu akan menjadi partner ngewenya malam ini.


Leo terduduk di salah satu bangku di dekat jendela, dengan sebungkus plastik burger yang sudah habis tadi dimakannya dan juga cola yang masih tersisa setengah. Ia sangat gugup sampai bingung harus berkata apa kalau nanti jinan ada di hadapannya.

“kenapa ga gue tolak aja sih? Sekarang rasanya pengen kabur aja” gumamnya sambil menghela nafas. Penyeselan memang selalu datang di akhir.

Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka handphonenya, tapi sialnya ternyata ada notif dari user J alias Jinan yang mengatakan bahwa dirinya sudah berada di depan kfc.

J gue udah di depan nih.

dang! Ini saat-saat menegangkan

Sebelum beranjak, leo menyempatkan diri untuk berdoa agar diberi keselamatan juga mengatur nafasnya beberapa kali. Rasa nafsunya sudah habis dibakar rasa malu saat ini.

Ia menunduk sedari tadi, berjalan ke tempat jinan menunggunya sambil memainkan handphonenya. Saat hampir dekat dengan jinan, rasa ingin menguap langsung menghampiri dirinya. Leo malu setengah mati.

“loh ada leo disini, ngapain?”

BANGSATTT

Leo mendongak menatap jinan, ia menggaruk lengannya yang sebenarnya tidak gatal, sekarang bagaimana ia menjelaskan semuanya.

“anu, kakak juga ngapain disini?”

bodoh, pertanyaan bodoh! leo menggerutu dalam hati, mengutuk dirinya yang kelewat bodoh.

Jinan hanya tertawa kecil, “nunggu orang”

“oh gitu” leo tersenyum canggung begitupun juga jinan.

15 menit saling diam akhirnya leo menyerah, dia ga mungkin selamanya berada disana bersama jinan. Akhirnya ia membulatkan tekad untuk mengaku walaupun harga dirinya yang sama polosnya akan tercoreng dengan tidak hormat, tapi masa bodo, toh juga di kampus dia bukan apa-apa dibanding dengan jinan.

“kak...”

Yang dipanggil menoleh dengan mata yang berbinar, selalu. Jinan itu matanya indah, selalu terlihat manis dan bersemangat. Ia sebenarnya laki-laki soft namun entah mengapa sekarang malah jadi partnernya.

“iya?”

Leo menghela nafas lagi, “i'm sorry... Tapi kakak bisa nolak aku kalau memang ga mau”

Jinan tersenyum canggung sambil mengerutkan dahinya bingung, “kenapa ya?”

“i'm leleo on twitter who you picked being your partner tonight, haha... Kaget ya kak? Sama sih”

Jinan membulatkan matanya terkejut, wajahnya memerah sempurna sampai tangan besarnya menutup mulutnya tidak percaya. Leo rasanya ingin menangis di tempat.

“what the fuck it's you?”

“yes i'am, lo bisa nolak gue kalau mau”

“anjing! Kenapa baru ngaku sekarang? Gue nunggu lo lama banget” jinan berbisik dengan nada menajam. Leo makin ciut, tidak kah jinan sadar kalau dirinya takut.

“m-maaf kak, takut”

Jinan memijat pelipisnya lalu menoleh ke arah leo lagi smabil memejamkan mata. Ternyata partnernya hari ini adalah mahasiswa absurd di depannya ini. Padahal jujur ia sudah mempersiapkan segalanya, sekarang harus bagaimana?

“itu, lo pergi aja, biar gue cari partner yang lain.”

Ada sedikit kecewa di dalam hati leo, ia hanya menunduk namun tak sengaja matanya melihat sebuah gundukan dibalik celana jinan. Senyum tipis terukir di belah bibirnya.

“kak jinan”

“hm?” jinan hanya berdehem menjawab, sambil memainkan handphonenya. Mungkin mencari partner baru lagi, tebak leo. Tapi tidak akan terjadi

“ngaceng ya?” ucap frontal leo tanpa babibu, membuat jinan menatapnya dengan terkejut dan bisa dilihat semburat merah terlihat di telinga dan seluruh wajahnya. “bisa-bisanya keluar pas lagi ngaceng”

“tutup mulut lo ya, gue... Gue enggak”

“gue ini juga cowok kak”

Jinan terdiam, rasa malunya kini membunuh semua reputasi cemerlangnya sebagai 'mahasiswa sempurna' di depan adik tingkatnya sendiri. Ia menghela nafas berat sambil mengangguk pelan.

Atas anggukan itu leo tertawa kecil melihatnya, “gue pinter sepong”

“anjing, lo bisa pelanin ga suara lo itu?”

“tapi gue gak suka minum sperma, lo bisa crot di muka gue kalau mau”

“leo, bangsat! Lo jangan lupa kalau kita lagi diluar”

“lubang gue sempit kak, kontol lo pasti nyaman masuk sini”

“fuck you, le” jinan merapatkan kedua pahanya guna menutupi gundukan yang semakin menjadi-jadi. Emang brengsek mulut adik tingkatnya ini

“yes, fuck me then”

Tanpa pikir panjang lagi, jinan tarik lengan leo ke arah apartementnya. Berjalan cepat sampai beberapa kali leo mengeluh karena kakinya itu tidak sepanjang kaki jinan, jadi susah untuk mengikuti langkah-langkahnya. Dua lift sudah dinaiki mereka, akhirnya sampai juga di kamar apartement milik jinan dengan nomer 205. Leo akan mengingatnya terus.

Lantai tiga kamar 205.

Lelah...

Malam ini menjadi malam yang akan cepat berlalu. Kalau biasanya ia akan terjaga sampai pagi, tapi hari ini dengan gampangnya malam menjemput jiwanya untuk bermuara di alam mimpi.

Matanya terbuka perlahan, cahaya terang matahari menusuk pengheliatannya. Berkali mengerjap berkali juga samar tempatnya terlihat. Bukan kamar yang awal ia pakai tidur tapi sebuah halaman kecil dengan banyak bunga bermekaran disana. Jisung menatap sekitar mencoba mengumpulkan memori ingatan tentang tempat yang tak terasa asing ini

“jisung?”

Suara manis itu menyapa pendengarannya, ia kenal suara itu. Bertahun-tahun lama ia tidak mendengarnya tapi sekarang ia mendengarnya lagi. Ia menoleh dan menatap terkejut dengan sosok di depannya ini.

Ini pasti mimpi, kan?

“bunda?”

“wah, sudah setinggi ini ya kamu” wanita paruh baya itu tersenyum, sambil mengusap pelan bahu jisung sampai alpha itu tak sadar kalau ia menangis. “baik-baik aja kan tanpa bunda?”

Jisung menggeleng sambil mengusap kasar wajahnya, “gak ada yang pernah baik kalau bunda pergi”

Bunda hanya tersenyum, “harusnya ada satu diantaranya, capek ya nak?”

Kali ini jisung mengangguk pelan lalu perlahan ia beranikan diri menatap wajah bunda yabg menatapnya iba, “capek bunda”

“maaf ya nak... Kamu anak bunda yang paling hebat!” bunda memegang erat kedua tangan jisung lalu menaruhnya tepat di depan dada alpha itu.

“jisung boleh ikut bunda sekarang?”

“nanti ya sayang...”

“sekarang ya bunda, jisung capek—”

“nanti ada waktunya ya? Berjuang sedikit lebih lama lagi”

“sekarang aja ya bunda, please, jisung kangen dipeluk bunda”

Bunda menggelengkan kepalanya pelan, ia melepaskan genggamannya pada jisung lalu berjalan pelan menjauh, ke arah cahaya yang jisung sendiri tak bisa melihatnya dengan jelas. Terlalu silau dan berisik. Seseorang memanggilnya terus menerus.

Jisung

Jangan takut lagi sayang...

Ji, bangun

“jisung! Bangun goblok, lo mau mati minum obat tidur sebanyak itu” jeno mencoba menggoyangkan tubuhnya yang lemah, tidurnya kali ini melelahkan ya.

“renjun! Telpon dokter renjun cepet!” suara panik itu keluar dari jaemin yang mendesak renjun yang gemetar.

“bawa aja ke rumah sakit, udah ga ada waktu!” renjun berteriak dengan nada gemetar.

Semua berisik. Jisung mengerjap, mencerna apa yang terjadi di kamarnya saat ini. Samar-samar pandangannya, tepat dibawah lantai satu botol obat tidur berserakan tiga buah pil lalu setelahnya ia tertawa kecil. Sebelum tidur tadi, ia yakin melihat obat itu masih dua puluh lima buah pil. Jadi tadi ia benar ingin ikut bunda ya?

Pantas saja malam ini menjadi sangat amat melelahkan, ternyata ia nyaris mati

“renjun, bilang gue gapapa” ucap jisung yang mengundang pasang mata disana melihatnya, namun tak lama setelahnya gelap yang dilihatnya. Entah tidur atau hanya sekedar pingsan atau mati?

Setelah pesan itu terbaca, jisung sontak mengedarkan pandangannya ke arah kanan, kiri, depan, dan belakang sampai akhirnya sebuah tepukan dari samping terasa. Saat badannya ia bawa menoleh ke belakang, dapat dilihat badan jeno yang berdiri tegap dengan renjun disampingnya.

“kerja?” suara sinis rada mengejek terdengar dari jeno. Alpha itu tersenyum sinis lalu memijat pelipisnya yang kepalang pusing melihat tingkah kekanakan jisung. Jeno itu lelah, mengapa juga ia harus ikut campur urusan rumah tangga orang lain begini?

Jisung cuman diam lalu mengalihkan pandangannya tanpa menjawab jeno. Renjun memejamkan matanya menahan emosinya juga.

“dek—”

“pulang aja sana!” belum jeno selesai bicara tapi jisung sudah memotongnya dengan cepat, jeno menggeram, ia lelah ditambah jisung yang gegabah membuat emosi perlahan meluap. Ia cengkram kerah baju jisung sampai kedua alpha itu bersitatap. Manik mata jeno menajam berbanding terbalik dengan mata jisung yang datar dan pasrah.

“heh bangsat, denger ya! Gue capek ngurus orang macem lo gini—”

“gue juga gak minta lo urus bang”

“masih bisa jawab ya lo? Emang manusia bangsat! Mati aja lo anjing!”

Hampir satu pukulan telak mampir di wajah jisung kalau saja renjun tidak mencegah jeno terlebih dahulu, beta itu mencoba menenangkan jeno agar ia melepas cengkraman penuh emosi itu. Jeno memang diam tapi kalau sudah marah akan lebih berbahaya dan jisung tidak pernah mau mengerti soal itu.

Jeno melepaskan cengkramannya dan membiarkan jisung terduduk diatas rerumputan di taman. Alpha itu tidak melawan seperti kemarin ia hanya diam, menatap semuanya kosong.

“jen udah, biar aku yang urus”

“tapi si bangsat ini emang udah keterlaluan—”

“jeno, please

Jeno menatap sekilas ke arah jisung yang hanya menunduk lalu meninggalkannya dengan renjun. Ia juga harus meredakan emosinya terlebih dahulu.

Sementara renjun, ia ikut duduk di rerumputan sebelah jisung. Matanya menyendu apalagi melihat jisung yang sudah berkaca-kaca. Ia tepuk kepala si kecil lalu mengusapnya pelan rambut yang makin hari makin terlihat panjang itu, jisung memejamkan matanya merasakan.

Chenle suka begitu kalau ia sedang gundah

“udah? Kita mungkin terlalu maksa lo ya ji? Gue minta maaf juga mewakilkan abang-abang lo yang ya... Lo tau sendiri kan” renjun tertawa kecil, jisung masih terdiam namun perlahan kepalan tangan terlihat meremas rerumputan.

“Sebenarnya gue gak maksud ikut campur, gue cuman mikir kalian masih ada kesempatan, ternyata enggak ya? Yaudah mau gimana lagi... “

Renjun berdiri sambil membersihkan beberapa rumput di celananya, ia menatap jisung yang masih dalam posisi yang sama.

”... Gue juga gak mau maksa lo lagi, juga gak mau bikin chenle sakit hati terus. Lo emang gak akan pernah cinta sama dia kan? Iya cinta emang gak bisa dipaksain sih”

Setelah mengatakan itu, renjun beranjak dari tempatnya. Namun belum ada selangkah tangannya digenggam erat oleh jisung dan isakan kecil terdengar dari alpha itu.

“jangan, gue mohon jangan... “

“Gue sayang chenle, gue mohon gue mohon—” ucap jisung memohon sambil memegang erat tangan renjun karena merasa renjun adalah harapan satu-satunya agar chenle bisa kembali dengannya. Jisung hanya butuh keberanian melawan dirinya sendiri untuk ini.

Renjun membulatkan matanya terkejut, ia genggam erat tangan jisung lalu menariknya agar berdiri tepat di depannya “bilang sekali lagi, gue yakin gue gak salah denger”

“gue sayang... ” isakan kencang mulai terdengar dari alpha itu, ia mencoba sekuat tenaga melawan dirinya sendiri kali ini. Tangan yang digenggam renjun mendadak gemetar, ia masih takut.

“apa?”

“gue sayang chenle, gue sayang... chenle”

Ucap final jisung, renjun memeluk tubuh jangkung di depannya ini. Membiarkan jisung menangis sejadi-jadinya disana, entah apa yang membuat adik iparnya sebegini gemetarnya hanya karena mengungkapkan perasaannya tapi yang ia tau pasti perasaan jisung itu benar adanya, perjuangan chenle selama ini berarti tidak sia-sia ya? Hanya sedikit terlambat diketahui, pasti masih ada waktu untuk mereka.

“kenapa baru sekarang jisung?”

“gue takut, maaf gue terlalu takut kalau perasaan gue bakalan buat dia pergi” jisung menjawab dengan nada gemetar sambil menarik erat kaos belakang renjun.

Renjun memilih diam. Ia sedikit tau cerita soal masa lalu jisung dari jaemin— orang yang menyelamatkan jisung saat alpha itu ingin mengakhiri hidupnya sendiri karena banyak rasa sakit saat itu. Apa mungkin itu arti dari alasannya?

Trauma masa lalu ya ji?

Sungchan tutun dari tangga rumahnya, ia tersenyum lebar melihat chenle tengah duduk di sofa ruang keluarga sambil menatap pembantunya yang tengah membersihkan lantai. Ia turun dengan cepat sampai chenle tersadar akan kehadirannya lalu memasang masker pada mulut dan hidungnya.

Sungchan menatap heran, “kenapa? Debu?”

“feromon lo baunya aneh, gue mual” jawab chenle ketus tapi yang mendengus malah shotaro.

“lo udah makan?” sungchan bertanya dan hanya dijawab gelengan oleh chenle. Alpha itu berdecak kesal lalu menatap shotaro dengan tatapan tajam. “taro, nih omega gue kok belum makan?”

Shotaro menoleh sebentar lalu memutar bola matanya malas, “lah itu dapur gede emang ga diliat?” jawabnya ketus.

Chenle membulatkan matanya terkejut, baru kali ini ia melihat seorang pembantu berani melawan majikannya seperti itu. Ada hubungan apa sebenarnya seakan mereka adalah seorang teman.

“ya buatin dong makanannya, gimana sih?” sungchan masih kekeuh.

Dengan gerakan cepat shotaro ambil perelngkapan bersih-bersihnya lalu mengacungkan jari tengah ke arah sungchan, “buat sendiri anjing”

Chenle yang melihatnya hanya bisa mengelus dada.

Malam ini adalah malam yang akan sangat berkenang bagi renjun, entah akan menjadi kenangan paling buruk atau menjadi sesuatu yang akan selalu terbayang. Malam ini, dirinya berserah diri untuk dihancurkan, diberi ribuan kenikmatan oleh empat temannya yang saat ini berdiri dihadapannya dengan penis mereka yang menegang sempurna terlihat jelas dipandangannya.

Renjun tertawa kecil. Ingat ya, renjun sama sekali tidak mabuk tapi entah kenapa nikmat karena foreplay tadi membekas diingatannya, mengalirkan rangsangan aneh ke dalam tubuhnya, sesuatu asing yang menyengat pola pikirnya yang membuatnya mendadak hilang akal.

Selain wine, sex juga memiliki efek samping yang sama

Renjun tak ingat jelas bagaimana sekarang dirinya yang tidak tertutup sehelai benang pun dan peluh dengan sperma berceceran ditubuh mungilnya. Ia tidak membayangkan hal seperti ini akan terjadi padanya, sial harga diri lelakinya kandas dalam satu malam

mark mengangkat

Sungchan masuk ke mobil setelah ia membiarkan tubuh chenle masuk terlebih dahulu. Omega itu terlihat sendu dan menurut jadi memudahkan dirinya membawa pergi chenle.

Setelah ia berhasil mendudukkan dirinya di kursi kemudi dan siap menghidupkan mesin mobil, mendadak tangannya dicengkram kuat oleh chenle. Omega itu menatapnya dengan linang air mata yang menghiasi pelupuk matanya, seperti memohon dalam diam.

“tunggu sebentar ya... ” katanya, sungchan menaikkan alisnya sebelah. Bingung.

“buat apa?”

“sebentar aja” kini pandangannya beralih ke arah keluar jendela lagi, seperti berharap.

5 menit

6 menit

9 menit

15 menit mereka berdiam diri disana, entah chenle menunggu apa tapi sepertinya sungchan mulai muak dengan ini semua. Ia menghidupkan mobilnya secara tiba-tiba membuat chenle sedikit terkejut.

“sungchan, lo apaan sih—”

“lo yang apaan? Nunggu siapa sih? Jisung?” nada sungchan mendadak naik membuat chenle ciut. Kekuatan seorang alpha mampu menghancurkan ego seorang omega.

“— ngapain nunggu dia? Mau berapa lama lagi?”

mau berapa lama lagi?

gatau

Chenle cuman diem, dia nunduk sambi sesenggukan. Iya, dia berharap kalau jisung mengejarnya tapi ternyata ia dilepas begitu saja. Sebegitunya alpha itu benar-benar ingin ia pergi padahal ia banyak berucap janji.

“lo ga perlu sedihin orang kayak jisung, alpha lemah yang cuman bisa mentingin egonya sendiri. Lo harusnya seneng—” sungchan jalankan mobilnya perlahan dan tidak ada protes sama sekali dari chenle

“—lo harusnya seneng lepas dari orang yang ga pernah anggap lo ada”

Harus senang katanya?

Sungchan masuk ke dalam mobilnya setelah chenle masuk duluan. Mereka berdiam diri cukup lama, sungchan sama sekali belum menghidupkan mobilnya karena chenle masih menatap rumah jisung. Pandangannya memburam dan air mata sontak deras jatuh di pipinya.

Omega itu berharap dikejar dan dijemput tapi nyatanya memang tidak ada yang bisa diharapkan dari alphanya.

“gak usah nangis, lo harusnya bahagia akhirnya bisa lepas dari orang kayak gitu” ucap sungchan yang akhirnya menancap gas untuk pergi dari lingkungan park jisung. Cintanya berhasil kembali, semudah ini ternyata memakai cara curang

Chenle enggan menjawab, ia masih sesenggukan sampai sebuah tangan besar melingkupi tangannya erat— itu tangan sungchan.

“gak usah nangis, chenle”