Tanpa Ujung.
Suara jam dinding disana menandakan selama apa dirinya pingsan setelah kejadian berisik tadi. Tepatnya tiga jam lamanya karena jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Jisung mengedar pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya lalu menghela nafas pelan, ia masih hidup ternyata.
Seseorang membuka pintu kamarnya, mereka saling tatap namun diputus sepihak olehnya langsung— itu jaemin. Wajahnya suntuk, pakaian kerjanya masih menempel di tubuhnya walaupun jasnya sudah dilepaskan, alpha itu membawa nampan berisi makanan hasil masakan suaminya.
“lo udah bangun? Makan dulu sini...” suara jaemin memelan walaupun berbanding terbalik dengan raut wajahnya yang menyeramkan. Jisung dibantu duduk olehnya lalu diberikan semangkuk sop hangat.
Jaemin duduk disebelahnya, menatapnya yang sedang memakan makanannya. Jujur, jisung risih tapi ia tidak ingin berucap banyak hal. Mereka jadi saling diam selama jisung makan sampai habis pun tidak ada yang mulai percakapan, jaemin menatapnya terus bahkan jarang berkedip.
“apa sih?” tanya jisung, jaemin menghela nafas lalu tersenyum kecil.
“tadi... Waktu ada rapat di kantor, renjun telpon padahal gue udah bilang sama dia kalau jangan ganggu dulu sebentar”
Jisung mendengarnya tanpa memutus pandangan, apa yang terjadi tadi?
“gue udah mau marah sama dia tapi ternyata tangisannya itu buat gue ngerti kalau ada yang ga beres dan bener adanya”
“gue minta maaf”
Jaemin menggeleng pelan sambil mengusap pelan kepala adiknya itu, dadanya jadi sesak sendiri, rasanya seperti deja vu.
“enggak, maksud gue itu cuman rapat antar karyawan. Itu ga sepenting nyawa lo, waktu pulang bareng jeno tadi tuh gue buru-buru naik kesini... ” jaemin nunduk, kini ia benar-benar kalah dengan rasa sakitnya. Isakan kecil mulai terdengar dan jisung masih terdiam dengan posisi yang sama— mendengarkan jaemin.
“gue liat lo udah pingsan disini, gue kira awalnya lo pingsan tapi setelah dicek ternyata denyut nadi lo ga berdetak jisung! Kenapa jisung, kenapa mau ngulang kejadian itu lagi?”
Kenapa?
Jisung juga ga tau pasti alasannya
“gue ga tau kalau ternyata tadi gue mati, yang gue tau gue capek terus yaudah tidur”
“kenapa lo ngelakuin itu lagi jisung?”
“gue cuman capek, gue mau tidur”
Jaemin menunduk, memijat dahinya sendiri karena jujur rasanya pusing sekali mendengar jawaban jisung yang sama sekali tidak menjawab apapun. Ini kali kedua ia melakukannya tanpa sadar dan yang satu ini benar-benar nyaris membuatnya mati.
“jisung” panggil jaemin, alpha itu lelah sekali. Mengurus kehidupan adiknya yang berantakan, kantornya, keluarga kecilnya juga. Bahkan ia tak sempat memikirkan diri sendiri karena ini.
“apa?”
“kenapa?”
“gapapa” jawaban singkat namun tak menyelesaikan masalah.
“terserah anjing! Lo gak pernah mau bersyukur sama apa yang lo punya” jaemin pergi dengan emosi yang mengepul di kepala, keluar dengan tidak santai sampai membanting pintu kamar jisung keras. Jisung tak merespon, semua orang akan selalu berakhir meninggalkannya seperti itu, ya sudah biasa juga, tidak ada yang bertahan dengan kondisinya.
Bersyukur apa... Atas semua penderitannya? Berisik.
Jisung menatap kosong ke arah jaemin yang menghilang di balik pintu. Ya, siapa juga yang mau bertahan dengan manusia yang sudah hancur berantakan sepertinya? Bahkan keluarganya pun meninggalkannya. Kalau dipikir-pikir, ternyata hidupnya memang menyedihkan ya.
Air mata jatuh lagi dari pelupuk matanya. Kali ini alpha itu memang melemah entah karena rasa sakit yang mana. Ia terus menerus menangis, padahal baru bernafas tapi dicekik kembali. Harus bertahan atau berhenti sekalian? Otaknya terus menerus mendengungkan pertanyaan itu.
Capek bunda
Gatau capeknya kenapa
Boleh ikut bunda sekarang ya?
“Jisung!” seseorang memanggilnya terburu, laki-laki beta itu masuk tanpa disuruh. Yang pertama ia lihat adalah meja yang berantakan serta mangkuk yang di lempar hingga pecah di ujung sana. “lo kenapa?”
Jisung menatap seluruh penjuru kamarnya, ia bahkan tak ingat kenapa ia membanting mangkuk sampai pecah disana.
“m-maaf, gue gatau kalau udah bikin kacau”
Renjun menghela nafas sambil menahan tangisnya agar tidak pecah, jujur baru pertama kali ia lihat alpha sombong ini lemah. Ia menghampiri jisung lalu tanpa pikir panjang memeluknya erat.
“jisung jangan kayak gini lagi, Lo harus bertahan sedikit lebih lama ya?”
Bertahan sedikit lebih lama, ya
Bertahan lagi?
“berapa lama lagi?” jisung bertanya, matanya mendadak menajam membuat aura disekitarnya mencekik. Sisi alphanya keluar karena emosi lagi apa mungkin karena lelah juga
jisung lelah menunggu penderitaan ini, bagai tanpa ujung dan tanpa akhir. Kapan kita bertemu selesai lalu bahagia?
“setidaknya sampai jiel lahir—”
“kenapa gue harus?!”
“karena lo papanya!” renjun melepaskan pelukannya sepihak, melihat raut wajah lelah dengan mata alpha yang membulat.
“gue bukan—”
“Iya, itu lo”
Jisung berdiri dari tidurnya, ia lempar semua bantalnya ke asal arah, amarah menguasainya sepenuhnya dan masa lalu itu bak perlahan membunuhnya, masa lalu yang ingin jisung buang semuanya.
“gue manusia brengsek, gue sialan, gue manusia bangsat yang kayak apa yang dibilang semua orang. Semua salah jisung, katanya semua salah gue. Jisung cuman masalah, buang aja! itu kata orang-orang yang gue... sayang” jisung menangis, kali ini lebih kencang dari kemarin saat perpisahannya dengan chenle. Kali ini rasanya lebih sesak, mengingat hal yang menyakitkan memang rasanya seperti mati. Ia bahkan tidak sadar berteriak soal perasaannya pada renjun yang hanya diam termangu di dekat pintu melihatnya hancur.
“lo tau rasanya ditinggalkan? Dibuang kayak sampah! Disepanjang hidup, gue harus ngerasain sakitnya ditinggalkan itu berulang kali sampai rasanya takut, sampai mati rasa”
“jisung...”
“apa bangsat?! Sekarang apa lagi? Dia minta gue bersyukur atas apa gue tanya, atas semua penderitaan gue? Alpha lo emang anjing, renjun!”
Semua teriakan dan bentakan itu, semua sakitnya jeno dan jaemin dengar dari luar. Selama ini mereka salah perkiraan.
“dengerin gue—”
“gue gak mau denger apa-apa lagi, orang kayak gue gak pantes jadi manusia apalagi jadi papa. Kayak yang lo bilang... Gue brengsek, gue emang jahat udah hancurin semua mimpi chenle”
Renjun menunduk, ia biarkan sejenak emosi jisung mereda. Mereka saling diam setelah jisung ungkapkan semuanya, alpha itu memilih duduk dipinggiran kasur, diam sambil menunggu.
“jisung, tenang”
Jisung memejamkan matanya, ia menunduk dan membiarkan semua air matanya jatuh dengan semua rasa sakitnya. Jisung tenang.
“udah? Banyak masa lalu yang buat lo sampai jadi kayak gini ya ji, maaf gue gak pernah tau soal itu, maaf juga kalau abang-abang lo itu gak pernah tau soal itu dan chenle” renjun perlahan berjalan mendekat, ia taruh telapak tangan kecilnya di atas kepala jisung lalu mengusapnya pelan. Rasanya seperti menenangkan anak kecil. Kenapa rasanya begitu?
“satu-satunya hal yang harus lo lakukan adalah jujur. Bilang kalau butuh bantuan, lo manusia yang gak bakalan bisa mendem semua itu sendiri tanpa minta bantuan orang lain...”
”... Lo emang alpha. Tapi bukan berarti kekuatan lo itu bisa buat lo kuat selamanya” kata renjun.
yang harus dilakukan cuman jujur kalau lagi hancur, jujur sama perasaannya sendiri tanpa takut ditinggal
Tanpa menyanggah semua perkataan renjun, jisung balik tidur dan membalikkan tubuhnya dengan selimut yang sengaja menutupi penuh dirinya sampai kepala. Membelakangi renjun yang kini tersenyum, ternyata yakinin jisung sama seperti yakinin anak kecil. Jisung mungkin lupa bagaimana rasanya menjadi anak kecil karena dari dulu hidupnya hanyalah beban pundak.
Sebelum pergi juga renjun sempatkan membersihkan semua kekacauan yang dibuat jisung. Saat selesai ia keluar dengan menutup pintu perlahan, sedikit terkejut saat melihat dua suaminya berdiri di depan pintu dengan mata yang berkaca-kaca.
“ngapain disini?!” renjun berbisik menajam dan dua alpha di depannya hanya diam lalu memeluk dirinya erat. Dapat dirasakan kedua bahunya basah
“jisung gapapa kan? aku gak sengaja kasar— jisung gapapa kan?” tanya jaemin, raut wajahnya tertera jelas khawatir.
“harusnya aku ga bentak kayak gitu tadi di taman” sekarang jeno berbicara
Renjun tersenyum kecil lalu mengusap kepala belakang kedua suaminya, mereka mengkhawatirkan jisung sampai segininya tapi tidak pernah bisa baik dihadapannya, selalu saja terbawa emosi. Ya, jisung memang menyebalkan sih.
“Jisung gapapa, dia udah tidur jangan diganggu ya. Hari ini nginep lagi sehari ok?”