rereeeee

Malam di jalanan Jakarta hari ini sangat ramai, semua yang isi adalah para remaja yang kebanyakan butuh hiburan dan pelampiasan. Motor-motor gede dengan merk mahal terparkir rapi di sisi jalan, lampu jalanan disana mempercantik suasana para bajingan jalanan ini.

Jerry tengah sibuk berbincang dengan teman-temannya, saling berbagi guyonan sarkas dan tertawa bersama. Sampai satu pukulan mengenai kepala belakangnya, jerry berdecak dan menoleh ke arah pelaku yang dengan lancangnya memukulnya

“bangsat!” umpat jerry namun detik berikutnya malah terdiam, pandangannya ia bawa turun dari ujung kaki sampai wajah si pelaku. Sementara yang ditatap hanya tersenyum miring lalu memukul dahi jerry lagi, kali ini memang cukup keras sampai jerry hampir ambruk ke belakang. Tawanya cukup keras, berhasil memenuhi isi telinga dan pikiran jerry

nih anak, makin hari makin nyebelin gumam jerry dalam hati, ia menatapnya sinis sebelum balik memukul dahi si pelaku yang diketahui bernama gale. musuh bebuyutannya

“anjing, dateng dateng langsung ngajak ribut ya lu” kata jerry, kini atensinya sepenuhnya pada gale. Ia lupakan topik pembicaraan dengan teman-temannya, memilih bertegur sapa oleh musuhnya ini

“males ribut, lu pasti kalah soalnya” jawab gale dengan wajah tak kalah menyombong

“tingkat kepercayaan diri lu tingginya melebihi monas”

“ya, udah mencerminkan gue tinggal di jaksel kan?”

Mereka tertawa, dua anak adam yang diketahui banyak orang itu sering bersiteru malah sekarang melempar banyak candaan, tapi tidak lama sebelum pandangan satu sama lain menajam tanda bendera persaingan dikibarkan. Seperti kesepakatan tadi, hari ini Jakarta akan bersorak untuk mereka. Berteriak mendukung, entah untuk jerry atau gale

Malam jakarta adalah yang paling nikmat bagi gale dan senikmat-nikmatnya sesuatu harus ada perjuangan mendapatkannya, kan? Maka gale dan motor kesayangannya akan menjadi jawaban, bahwa sesuatu hari ini harus dimenangkan

Dan gale selalu lupa satu hal, jerry itu pandai melakukan banyak hal untuk mendapatkan kemenangannya. Entah itu harus dengan cara pintas.

Mereka sudah berada di atas motor masing-masing, perlengkapannya sudah terpasang apik di tubuh masing-masing. Garis kotak-kotak belang menjadi garis pemula, gadis dengan pakaian minim berada ditengah dengan bendera berwarna merah terang. Hitungan mundur mulai terdengar, pandangan gale lurus ke depan sementara jerry lurus ke arahnya. Bndera terangkat dan motor mereka mulai berjalan secepat angin.

Saling menyalip dan saling mengumpat dengan suara lantang, pertandingan balap hari ini kelewat menyenangkan karena hadiah yang dijanjikan

Diputaran pertama dan kedua, gale memimpin tapi saat putaran ketiga motornya tiba-tiba macet di tengah jalan. Semakin dijalankan, motor itu makin menunjukkan gelagat aneh dan akhirnya tidak bisa diselamatkan. mati total

“heh anjing, anjing.... wah bangsat kok mati sih?!” gale berteriak frustasi, ia parkirkan motornya ke pinggir jalan, melepas helmnya dan berakhir memukul motor saat mengetahui bahwa indikator bensinnya menunjukkan tangki bensinnya kosong

“yah anjing si mang asep gimana sih? manasin motor tapi bensinnya kagak diisi, ah goblok!” gale melempar helmnya ke jalan, yang membuat kacanya pecah berserakan. Dari kejauhan pandangannya menangkap sosok jerry yang menjalankan motornya dengan santai, ia mengerang kesal dengan berbagai umpatan yang keluar dari bibirnya

Tawa jerry terdengar, ia membunyikan klakson motornya tanda kemenangan sudah ada di genggamannya. Gale mendengus dan memberikan jari tengahnya sebagai tanda selamat

“CIE YANG MAU DISODOK!” teriakan jerry memenuhi langit jakarta kala itu, pipi gale memerah karena malu. Walaupun memang jalanan itu sepi tapi tetap saja, saksinya itu semesta

“BACOT!” dan umpatan itu menjadi kata-kata untuk menyembunyikan rasa malunya.

Dan dari sinilah, jerry akan beri hadiah paling nikmat untuk merayakan kekalahan dan sakit hati musuhnya itu. Di bawah langit jakarta mereka akan berbagi rasa patah dan sakit, memang sialan dunia para bajingan kota. Tiada rumah hanya tempat singgah, tiada pelepas penat hanya pelampiasan.

Mereka sakit hati karena ayah ibu sendiri, berkali-kali mengais atensi hanya acuh yang di beri. Jadi sekalian saja tidak peduli.

“le, gue harap lo gak terpaksa”

Gale terdiam sebentar, ia sibuk dengan handphonenya. Jerry membolakan matanya malas, gale memang menyebalkan kalau disampingnya.

“gimanapun gue harus terima kekalahan walaupun gue emang terpaksa, hahaha sekalian gue juga pengen lupain sesuatu”

masalah orangtuanya

“hai balen” jidan menyapa sambil menaik-naikan alisnya, balen hanya mendengus geli melihat tingkah laki-laki di depannya ini. Jidan berikan helm yang sekarang menjadi sering dipakai balen setiap mereka bepergian

Balen memakainya lalu langsung duduk di kursi belakang, ia menjawaab sapaan jidan “hai juga jidan”

Jidan tertawa, wajahnya menoleh ke spion kaca bagian kanan, ia lihat setengah kepala balen menyembul disana karena sebagiannya tertutup bahunya sendiri, senyumnya terbentuk padahal hari ini lelah sedang melingkupi dirinya

Tapi, melihat balen resahnya lenyap. Jidan tau sendiri kisah pertemuan dengan balen sesingkat cerita pendek sekali duduk, tapi karena kata-kata yang semalam si manis ucapkan, jidan mulai berfikir kalau balen akan hidup menjadi bagian ceritanya, ya, sebagai teman sih

“tebak mau kemana kita, len?” jidan bertanya, pandangannya tak lepas dari spion kaca kanan

“kemana emang?” balen menjawab dengan raut wajah bingung

“ke tempat dimana banyak orang pacaran datengin kalau malam minggu”

“tapi kita gak pacaran?”

Jidan terdiam, wajahnya memerah karena malu, sambil menundukan pandangan ia jalankan motor merahnya sambil tertawa kencang agar malunya tersembunyi

“ya emang, tapi kita berdua sama kayak orang pacaran”

Balen bingung, jidan malah membuatnya makin bingung. kan yang berdua, bukan berarti namanya pacaran gumam balen dalam hati.

Hari ini di tempat kerja jidan sungguh ramai pengunjung, mungkin karena hari ini adalah sabtu yang orang-orang sering sebut itu malam minggu— hari dimana banyak orang menghabiskan waktu disetiap ujung kota dengan pacarnya.

Dream cafe pun termasuk ke dalam list, cafe yang wajib dikunjungi semua orang yang ingin menghabiskan waktu malam minggunya. Entah sekedar meminum kopi atau berbincang kecil, makanya hari ini ramai pengunjung sampai sang barista ikut andil melayani tamu.

“widih si barista lagi banyak orderan ya” seorang laki-laki menumpu sikunya di meja depan barista yang masih asik mencuci alat-alatnya. Si barista alias jidan hanya menoleh sebentar lalu tersenyum kecil

“asik gaji gue naik nih bos”

“gaji mulu yang lo pikirin, dan dan”

“biar gue ga makan indomie mulu di kost”

“yee kasian...” laki-laki yang sering dipanggil gilang itu tertawa keras saat jidan malah mencibirnya.

“nanti kosong gak? Ayo ketemu sama anak-anak” gilang bertanya sambil meminum es kopi pesanannya, matanya tak lepas dari jidan menunggu sang barista menjawabnya, sayang seribu sayang jawabannya adalah gelengan kepala.

“enggak, gue ada janji” kata jidan yng membuat gilang mengernyitkan dahinya bingung

“cielah, gebetan baru kok ga cerita sih dek? tumben banget” gilang berucap sambil dengam lancang mengusak rambut jidan sampai sedikit berantakan, jidan berdecak kesal

“stop manggil gue adek, kelakuan lo lama-lama persis danu anjing, lo semua bukan kakak gue” jawab jidan, lagi-lagi gilang dibuat tertawa keras dengan penuturan jidan yang terkesan sarkas

“jadi siapa dan? beneran gebetan baru?”

Jidan terdiam beberapa saat, pikirannya mendadak terhenti karena gerakan tangannya yang sibuk membersihkan alat-alat membuat kopinya, jawaban gilang tergantung, tapi di detik berikutnya ia menggelengkan kepala

“bukan, temen doang” begitu kata jidan.

“kita udahan aja ya, bel?”

“segampang itu?”

“ya, mau gimana pun juga akhirnya ga bakalan bisa selamanya? Memang mau sampai kapan buang-buang waktu?” begitu kata Aji

Malamnya selesai hari ini, semuanya selesai disini. Di tempat cintanya bersembunyi, perasaannya sekaligus mati. Semuanya diakhiri dengan satu kalimat, dunianya runtuh bak kiamat.

Beberapa kali mengerjap, abel kira ia akan bangun dari mimpi buruk ini ternyata malah air mata yang keluar. Ia masih berharap aji berbohong seperti tipuan anak kecil yang sering ia ucapkan kala mereka bergurau.

Ternyata tatapannya tampak nyata dan datar. Abel dibuat bungkam seribu bahasa, tidak ada penolakan apalagi sanggahan. Aji membuat pernyataannya mutlak

memang mau buang waktu sampai kapan?

Malam kota bandung dengan udara yang tidak manusiawi, hubungan terlarangnya usai, di kota yang katanya dibuat saat Tuhan sedang tersenyum itu patah hatinya terbentuk. Kota bandung membuatnya mengerti, tak seharusnya bertahan pada sesuatu yang sudah mati dari lama

“ya... Kita sudah lama membuang waktu percuma”

Pagi di hari sabtu saat ini rasanya berbeda, kalau balen rasa lebih berwarna dari hari-hari datar sebelumnya. Senyumnya tak henti merekah, tingkah lakunya lebih aktif dari biasanya. Si manis terasa lebih hidup hari ini, dan rafa rasakan perbedaannya.

“len, lagi bahagia ya?” tanya rafa penasaran sambil memakan nasi gorengnya, balen yg ditanya seperti itu hanya tersenyum lalu mengangguk kecil sebagai jawaban

“pasti dapet tas baru” jiwa menjawab asal yg membuat rafa tertawa kecil

“emang bocah” balen menjawab ketus sambil melempar bungkus jajanannya ke arah jiwa, tapi beruntungnya jiwa karena ia dapat menghindari serangannya sambil menjulurkan lidahnya mengejek.

“lah lo kan bocil len?”

“lo mau gue pukul ya?”

Rafa menggelengkan kepalanya kecil sambil tertawa melihat kelakuan dua temannya ini, ia membuat gestur seperti berfikir, menebak apa yg membuat orang se-kaku balen sampai bahagia seperti hidup kembali, pasalnya selama ia berteman dengan balen, anak itu jarang sekali mempunyai suasana hati yg bagus

“ah! Gue tau... Gue tauu” rafa berseru, membuat perhatian balen dan jiwa terfokus ke arahnya. Rafa cekikikan sambil menatap balen penuh jail, “jidan ya?”

balen terdiam, raut wajahnya berubah kentara sedang bingung, senyumnya terhenti mulai terpikirkan sesuatu di benaknya

jidan ya? kenapa cuman jidan bikin senang, ya?”

Tempat pertandingan sudah mulai rame pengunjung, ada yg membawa teman, ada juga yg sendiri dan renjun termasuk dalam opsi kedua. Kursi depan sudah penuh oleh pengunjung, renjun mencibir kesal karenanya padahal sengaja ia ingin duduk di depan untuk melihat sang pujaan hati

“dih maruk bener semua kursi depan dipake” gumam renjun yg berakhir berjalan ke kursi tengah, ia menghela nafas kasar, tidak buruk juga karena semua orang dalam tim haechan terlihat dari sini. Ya, termasuk mark, wajah tampannya yg serius membuat renjun terpukau sesaat.

Manusia memang tidak ada yg sempurna tapi mark lee hampir mendekati kata sempurna, ya itu pendapat si budak cinta huang renjun. Karena sialnya, wajah dan perilakunya sungguh membuat siapapun terpesona dengan sekali tatap, renjun berani jamin

“kak mark definisi tampan yg sesungguhnya” renjun lagi-lagi bermonolog, beberapa kali memuja laki-laki yg sedang sibuk bertanding di arena, ia bersumpah demi semua koleksi moominnya mark lee saat ini terlihat rrrr... lebih seksi

“gue bisa gila lama-lama disini”

————————————————

Dua jam berlalu, pertandingan pun sudah selesai daritadi. Semua pengunjung sudah pergi meninggalkan stadion, tapi renjun enggan beranjak karena ia masih menunggu haechan yg katanya 5 menit lagi akan menghampirinya di kursi pengunjung.

10 menit terlewat dan lee bangsat haechan yg sudah berjanji 5 menit yg lalu akan datang tidak memunculkan batang hidungnya sekalipun. Renjun berdecak kesal sambil berusaha menelpon haechan, sampai seseorang dengan lancangnya mengusap kasar rambutnya

Lee jeno, laki-laki yg dua hari lalu menyatakan perasaannya namun sayang tertolak oleh renjun

“jeno?”

Jeno hanya tersenyum memperlihatkan eyes smile nya yg lumayan menggemaskan. Ia duduk disamping renjun sambil meminum air mineral yg ia bawa. Tubuhnya mengeluarkan banyak keringat usai pertandingan tadi tapi anehnya masih tetap wangi dan renjun menyukainya

“lo pake parfum ya?”

“enggak, kenapa?”

“lo harum” kata renjun berhasil membuat jeno tertawa kecil, renjun sendiri dibuat bingung

“itu wangi alami dari badan gue” jawab si jeno dan berhasil mendapat pukulan kecil di bahunya.

“haechan masih ada rapat sama pembina, gue anter pulang mau?” tawar jeno, renjun berbalik menatapnya terkejut. Haechan tidak ada memberitaunya soal rapat mendadak. Renjun ingin menolak tapi jam sudah cukup larut untuk tidak pulang, bisa-bisa dimarah ibu negara, daripada mengambil resiko renjun mengangguk setuju dan jeno tersenyum menang

Saat keduanya bangun dari kursi, tangan renjun dicekat dari belakang dan renjun bersumpah serapah sekaligus berucap syukur saat melihat pelakunya kalau itu adalah mark lee. Tatapan laki-laki itu menajam ke arah jeno lalu renjun, tapi tetap saja tampan walaupun kesannya memang menyeramkan

“kak mark...”

“lo mau kemana?” tanya mark, kini aura hitamnya mulai melingkupi seluruh tubuhnya, renjun merasakan degup jantungnya tak karuan

“mau pulang... sama jeno”

“sama gue aja, soalnya...” mata mark berpindah ke arah jeno yg menatapnya datar, mereka beradu tatap seakan saling membunuh dari manik itu. Renjun ditengahnya terasa terancam. “.... soalnya dia bareng pacarnya”

Tanpa menunggu kalimat sanggahan jeno, mark segera menarik tangan renjun kencang, entah kemana renjun tidak berani bertanya. Sekilas ia menoleh ke belakang— ke arah jeno yg hanya mengendikan bahu seakan tidak peduli. memang brengsek, tapi ia juga tak berharap apapun dari jeno karena sekarang aura mark mulai terlihat menyeramkan.

“kak lepas, mau kemana sih? kak mark”

“diem renjun atau gue tampar lo” mark berucap sarkas dan terus berjalan sementara renjun langsung membungkam bibirnya sendiri agar tidak bersuara, senyuman tipisnya ia kulum agar tidak terlihat...

kalau ia menyukai sisi mark yg ini

suasana jam dua pagi dikamar rumah sakit milik chenle seakan menghangat, biar lampunya tidak dihidupkan tapi sinar rembulan memberikan terangnya untuk mereka berdua

Jisung duduk disamping kasur, chenle berbaring diatas kasurnya, mereka saling menatap penuh arti. Suasana yg tadi mencekik berubah melunak, dan malam menuju pagi hanya dihiasi usapan lembut dari si alpha

“now what?” ucap chenle, wajahnya mendekat lalu senyuman terukir dibibirnya

Jisung ikut mendekatkan wajahnya ke chenle, hingga sekarang ia dapat rasakan deru nafas omeganya. Feromon manisnya menyapa penciumannya dan memang benar selalu membuatnya tenang dan senang

“i'm not sure but atleast we're here together” ucap si alpha sebelum akhirnya sebuah ciuman mampir tanpa permisi dibibir omeganya

suasana kamar rumah sakit yg ditempati chenle saat ini cukup sunyi padahal ada dua orang disana, chenle dan jisung. Lampu sengaja dimatikan hanya sekedar sinar rembulan yg mengintip dibalik jendela.

Dokter yg usul untuk membiarkan omega ini beristirahat dulu semalaman di rumah sakit, karena kondisinya yg melemah. Jisung disana duduk disamping kasur chenle, tangannya tak melepas genggaman chenle untuk menumpu kepalanya yg berat.

Tidak ada yg ingin memulai pembicaraan, masing-masing dari mereka memilih bungkam dengan keadaan kacau. Jisung dengan wajah lelah dan rambut berantakannya sementara chenle wajah sembab karena seharian ini menangis.

Mereka kacau, jauh dari kata baik.

Chenle menghembuskan nafasnya pelan, ia lihat alphanya yg masih menggenggam tangannya dan menumpu kepalanya disana, alphanya juga lebih kacau dengan maniknya yg masih mengeluarkan air mata dan rambut yg berantakan. Tapi, ia mencoba tidak peduli mengingat patah hati yg ia rasakan sebelumnya.

“lepasin tangan gue” ucap chenle tapi jisung malah menggeleng pelan

“gak” kata si alpha dengan keras kepala, chenle sebenarnya tidak ingin banyak nangis tapi sialannya ia selalu benci saat takdir memperlihatkan kekacauan akibat kesalahan mereka berdua

pantas disesali tapi orang lain bilang jangan lama-lama disesali

“gue bakalan pergi ke rumah orangtua gue, dan lo ga perlu lagi ngerasa terbebani gara-gara gue”

“gak boleh...” suara jisung gemetar seperti ingin menangis lagi, chenle menatapnya heran pasalnya baru pertama kali ia tau sisi lemah seorang alpha

Ya, alpha juga seorang manusia sih.

“lo bebas buat sama siapa aja yg lo mau”

“gue maunya lo”

Semua pernyataannya dijawab cepat tanpa ragu oleh jisung walaupun suaranya sedikit gemetar, jisung beralih menatap omeganya yg juga menatapnya namun sorot matanya menandakan benci yg terlihat jelas walaupun di dalam keadaan gelap.

“lo brengsek, gue lebih milih mati asal enggak hidup bareng penghianat” kata chenle penuh penekanan pada setiap kata, aura hitamnya terpancar disekitar ruangan berhasil membuat alpha itu tercekik rasa bersalah. Jisung hanya menggeleng pelan, genggamannya mengerat.

“lo salah paham, le”

“apalagi? gue enggak buta buat ngelihat lo meluk cewek lain tadi sore”

“iya... iya gue akuin itu gue, tapi tolong dengerin sampe akhir penjelasan gue”

“enggak butuh—”

“demi jiel”

Chenle terdiam, matanya menyendu, keras kepalanya luluh. Jisung memanfaatkan keadaan itu untuk memulai menjelaskan kronologi kejadian dari A sampai Z, tidak terlewat tidak juga dikurang-lebihkan, tak lupa juga memberi beberapa bukti untuk menguatkan semua ceritanya.

Chenle tak melepas pandang dari alphanya yg bercerita heboh, memberikan banyak bukti, mengucap banyak maaf dan senang atas jiel, ia ungkap juga rasa lelah dan penat menghadapi masalah yg akhir-akhir ini membuatnya frustasi.

jisung hanya belum siap bertanggung jawab di usia mudanya, tapi langkahnya waktu itu memang salah dan ia pun juga sudah berucap janji akan menerima.

“chenle, gue...gue minta maaf, maaf, maaf”

Tangannya tak dilepas oleh jisung tapi chenle melepasnya paksa, ia menatap alphanya itu sebentar sebelum merentangkan tangan mempersilahkan jisung untuk masuk dalam dekapannya.

Lagi, lagi dan lagi tangisnya pecah, ia memeluk badan chenle erat sementara surainya diusap lembut oleh chenle. Berkali-kali tak bosan ia ucap banyak maaf untuk patah hati, kekacauan dan waktu yg cukup lama

Untuk semua rasa sakit, ia akan obati sepenuhnya.

“gue enggak mau maksa lo buat jatuh cinta sama gue lagi” chenle menyerah, entah bagaimana nanti, terserah. Ia sudah lelah berusaha melakukan pendekatan selama sebulan penuh, tapi tidak membuahkan hasil apapun. Untuk perasaannya yg selalu diabaikan, untuk semua pertanyaan yg selalu dijawab belum, chenle berserah

Memang sebaiknya perasaan tidak ikut andil, biar mereka simpan masing-masing untuk dinikmati. Bahkan, tanpa cinta pun mereka sudah seharusnya bersama kan?

“tanpa lo suruh, gue bakalan coba buat buka hati setelah sembuh” ucap si alpha yakin.

dan, chenle lupa kalau jisung pandai menuai harapan

sesampainya dirumah sakit ia segera berlari menuju ruang periksa yg diberitau oleh jaemin, beruntungnya lorong itu sepi tanpa ada renjun dan amukannya.

Dari luar ia bisa lihat chenle yg menangis sambil ditenangi oleh seorang dokter disana, tubuh jisung mulai menegang, pikirannya sudah kemana-kemana, soal kehilangan bahagianya yg baru jangan sampai karena ia belum siap

Chenle semakin menangis tapi berusaha ia hapus semua air mata yg keluar dari pelupuk matanya.

please, jangan sampai kenapa-kenapa ucap jisung dalam hati, jantungnya ribut tak karuan, tangannya juga gemetar. Ia seorang alpha maka ia harus melangkah masuk dengan tegas walaupun khawatir melingkupi seluruh isi dirinya

Pintu terbuka dan semua atensi mengarah kepadanya, dokter tersenyum ke arahnya namun chenle malah memalingkan wajah melihat sang janin dari sebuah tv besar disana sambil sesenggukan. Sementara dokter menyuruhnya mendekat untuk melihat bsyi yg masih berbentuk janin disana

jisung lihat, sama seperti foto yg dikirimkan chenle. Saat itu di tengah lelahnya semua tanggung jawab dan penyesalan, luruh seketika, air mata sang alpha tidak bisa disembunyikan lagi.

itu jiel kan? Angan-angan dua hari yg lalu menjadi cerita penghantar tidur? iya itu jiel, dia hidup di dalam chenle

“pak, ini si janin, lihat dia baru aja tumbuh dan baik-baik saja. Untung tadi secepatnya dibawa kesini, kalau tidak bisa bahaya walaupun cuman sakit perut biasa tadi” kata dokter dan jisung mengiyakan sambil menahan isak tangisnya.

“tapi karena omeganya masih muda dan kandungannya masih rentan, tolong makan dan pola hidupnya di atur ya... Takutnya malah terjadi apa-apa karena ini masih baru” sambung dokter dan lagi-lagi jisung mengangguk mengiyakan

Jisung menunduk, ia meremat kasur rumah sakit yg ditiduri chenle. Isakannya mulai terdengar, antara pilu dan bahagia, terdengar sama di pendengaran chenle. Untuk pertama kalinya, ia dengar alphanya menangis hanya karena penyesalannya berbuah manis.

“janinnya baik-baik aja kan dok?” jisung bertanya lagi, kini ia beranikan mengenggam tangan chenle dan omeganya itu membalas genggamannya begitu erat, dengan gemetar

sang dokter tersenyum, lalu mengangguk setelahnya “iya baik-baik saja, kalian masih muda ya... Tolong dijaga baik-baik juga ya, jangan sampai menyesal”

jangan menyesal, katanya

Jisung menangis, chenle pun begitu. Alphanya berucap maaf beribu kali disana, semua tangis membanjiri pelupuk mata. Jisung beralih memeluk tubuh chenle, dia menangis disana, dan jisung tak lupa ucap maaf untuknya dan untuk semua waktu yg dihabiskannya menunggu

Pelukan jisung lepas, ia gumamkan kata“maaf.. maaf, gue minta maaf” jisung tangkup tangan chenle di genggamannya lalu membawanya ke dahinya. Dokter disana hanya menepuk pundak jisung agar setidaknys diberi kekuatan untuk alpha itu memikul tanggung jawab lebih besar setelah ini.

“brengsek” gumam chenle dalam hati, ditengah tangisannya, ditengah patah hatinya, omega itu harus memikirkan banyak hal setelah ini.

Dan untuk semua kesalahannya yang membuat kecewa chenle semakin menumpuk, ia ucap beribu maaf dan berharap jiel selalu hidup di dalamnya

Ia tidak berbohong kala ia ucap senang atas hadiah paling mewah yang diberikan. Jisung menangis di pertengahan jalan, ia mengutuk diri sendirinya yang sempat terbuai rayu masa lalu

“brengsek, gue bajingan sialan!” umpatnya pada diri sendiri.

Salahnya juga semua jadi runyam dari awal tapi ia biarkan chenle rapikan, tanpa membantu namun malah merusak kembali. Memang bodoh!