rereeeee

Malam di kota jakarta adalah yg paling nikmat bagi renjun, walaupun udara kotanya yg tidak manusiawi tapi arena balapan saat ini seakan membuat dirinya menjadi bergairah. Ia dan asep—motor gede kesayangannya— akan berlomba melawan si kembar. Jeno dan jaemin.

Dua lawan satu, cukup berani juga si bajingan kecil kita ini, tapi jangan salah pasalnya renjun dan si asep sudah sering menjuarai lomba-lomba balapan seperti ini. kecil lah buat dia, apalagi kalau hanya melawan jeno dan jaemin yg belum pernah memiliki pengalaman apapun di arena langganannya ini.

Renjun menggeleng lalu tertawa kecil sambil mengusap-usap pelan motornya, membayangkan wajah-wajah tampan jeno dan jaemin yg banyak dipuja puji sana sini itu menerima kekalahan.

“sep, kita harus menang ya hari ini” gumam renjun pada motor kesayangannya sambil terusan mengelus bagian jok nya. Sampai satu remasan di bokongnya terasa, membuat renjun menoleh ke arah pelakunya. “bangsat!!” renjun berteriak cukup kencang dan pelakunya hanya tertawa cekikikan

“pemanasan bos, buat nanti gue remes terus tampar tuh pantat semok lo” jeno— pelaku dari remasan bokong renjun tertawa kencang saat mata renjun menataonya sinis, jaemin disana hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil lalu beralih berjalan ke arah motornya.

“jaga mulut lo ya karena yg menang hari ini pasti gue”

“pede lo ketinggian ya, kalau kalah jangan nangis gue entot nanti” kata jeno, ia perlihatkan seringaiannya pada renjun sebelum mulai memasang helmnya dan menaiki motornya.

Renjun kepalang emosi, taruhan ini harus ia menangkan agar dua kembar itu bertekuk lutut padanya. Harus tanpa syarat apapun.

“bangsat, bajingan kotor!” renjun berteriak sambil menunjukkan jari tengahnya ke arah jeno dan si bongsor hanya mengendikkan bahu tidak peduli

Dua kembar itu sudah bersiap di motor masing-masing. Giliran renjun yg bersiap sambil terus berucap doa dalam hati agar selamat dan dirinya lah yg menjadi pemenang atas taruhan sialan ini.

Gadis dengan pakaian minim mulai berada di tengah mereka, membawa bendera kecil berwarna merah. Hitungan mundur sudah dimulai, arena balapan semakin mencekam dan di hitungan terakhir ketiga motor itu sudah berjalan cukup kencang.

Diputaran pertama dan kedua, renjun memimpin tapi saat putaran ketiga motornya tiba-tiba macet di tengah jalan. Semakin dijalankan, motor itu makin menunjukkan gelagat aneh dan akhirnya tidak bisa diselamatkan. mati total

“sep, bangsat! kok lo mati sih?” renjun mengerang kesal, dan tiba-tiba jeno lewat sambil memberikan bel pada motornya, Renjun menoleh dan jeno memberikan jari tengahnya disana. Tak lama setelah jeno, jaemin yg lewat tak lupa juga menghinanua dengan cukup kencang

“CIE YG MAU NGEWE!!” tawa jaemin terdengar sarkas dan mengejek, renjun benar-benar emosi saat ini sambil membopong si asep menuju garis start

ia menghela nafas kasar, saat melihat dua kembaran itu sudah tersenyum menang diatas motornya. Renjun ingin abaikan tapi tangannya tiba-tiba dicekat oleh jaemin yg sudah berdiri dari motornya.

“mas lain kali motornya di service dulu dong, kan jadinya dapetnya duit bukan diajak ewe” bisik jaemin

Renjun yg muak mendorong jaemin cukup keras sampai tubuh besar jaemin berjarak cukup jauh darinya. Renjun tersenyum miring ke arah mereka berdua, melepaskan sarung tangan motornya lalu berjalan ke arah jaemin, tangan kecilnya mengusap pelan dada jaemin semakin turun sampai usapannya berakhir di selangkangannya yg penisnya masih tertidur, sekali remasan juga mengacung tegak.

ini kan yg manusia-manusia sialan ini mau, lagian renjun sudah menerima kekalahannya, sekarang hanya menunggu hukuman saja dari mereka berdua.

Renjun mendekatkan wajahnya ke telinga jaemin lalu berbisik, “ya gapapa diewe, asalkan kontol kalian buat gue puas”

Jaemin yg mematung membuat jeno bingung. Renjun tersenyum puas saat melihat penis jaemin mulai mengacung tegak hanya karena elusan pelan dari renjun.

Tatapan jaemin menajam menatap ke arah renjun, tangan si manis dipegang erat olehnya, lumayan agak menyakitkan tapi tak renjun pedulikan.

fuck, lo emang bajingan kecil”

yes daddy, i am” renjun tersenyum menggoda, jeno membolakan matanya terkejut mendengar penuturan si manis, Jaemin di dekatnya lebih terkejut.

“hhh sialan, jen buruan bangsat!” jaemin berteriak ke arah jeno dan dengan buru-buru jeno berikan ketiga kunci motor mereka ke haechan lalu berlari menyusul jaemin yg menarik renjun ke arah mobilnya.

Saat jeno sudah sampai di mobil mewahnya, ia sudah melihat dua orang itu berciuman panas di kursi penumpang belakang. Suara sesapannya terdengar tidak sopan di pendengarannya namun erangan renjun terdengar candu. Jeno mengerang kesal di kursi kemudi, ia juga ingin tapi bagian apa yg ia dapatkan sekarang

“heh anjing! gue kesannya jadi supir disini”

Ciuman mereka terlepas sementara, renjun tertawa keras saat jaemin tanpa permisi malah menoyor kepala belakang jeno. “setirin dulu anjing buruan, jangan banyak protes”

“jangan buat gue ga fokus tolol”

“bodoamat, bibirnya renjun enak banget anjing”

Jeno mulai menghidupkan mobilnya lalu menghidupkan lagu dari sana, lagu berjudul love me like you do membuat suasana malam Jakarta semakin bergairah, dan renjun tidak bohong kalau malam Jakarta itu sangat nikmat.

Hari ini di bawah rembulan malam ibu kota, ia akan merasakan banyak cinta dari dua orang yg sudah lama menjadi musuhnya sekaligus yg sudah lama ia simpan perasaan untuk mereka.

Hari ini ia akan berserah diri untuk cinta atas kekalahannya. Tidak peduli terlihat jalang, karena malam sudah memberikan gelap untuk menutupi rasa senang.

“lo gak terpaksa kan?” jaemin bertanya di akhir ciumannya, manik mereka beradu saling berucap nafsu, renjun tertawa kecil atas pertanyaan bodoh tersebut

“sama sekali engga, malam ini gue milik kalian seutuhnya”

Bel rumah jisung berkali-kali berbunyi, membuat si pemilik rumah mengerang kesal. Hari libur adalah hari istirahat, hari menikmati kebebasan namun ada saja yg menyebalkan.

Pintu dibuka, menampilkan gadis berambut ikal yang dikepang asal dengan tas kecil bergambar hamster kecil di genggamannya. Ia tersenyum manis ke arah si pemilik rumah, sementara jisung terkejut setengah mati! Nila benar saja datang ke rumahnya, bahkan ia tidak sadar jam sudah menunjukkan pukul 6 sore

“nila?”

“hai jisung, kita bertemu lagi ya” senyuman nila tidak luntur, cantiknya semakin terpancar dengan latar senja dibelakangnya, matahari yg hampir terbenam seakan menunjukkan bahwa sinarnya kalah dengan aura beta di depannya ini. Jisung terpukau dibuatnya

“ngapain kesini lagi?”

“nih, kue brownies. Kesukaan kamu” nila sodorkan tas kecil itu pada jisung, sementara alpha itu hanya menatapnya bingung namun tak lama diambil juga. Nila makin tersenyum lebar

pergi, tolong diakhiri sekarang la gumam jisung berkali-kali dalam hati, ia benci mengetahui fakta saat melihat senyuman gadis ini semua masa lalunya seakan melingkupi isi kepalanya

“makasih...browniesnya” ucap jisung, dan nila hanya mengangguk sebagai jawaban. Ada jeda beberapa saat diantara mereka, sebelum akhirnya nila menghembuskan nafas

“jisung, aku tau kamu ga bakalan bisa nerima aku lagi, Aku tau semuanya, dan aku harus ngerti posisi mate kamu...” ucap nila. Kini mata berbinar itu meredup, sedihnya terlihat jelas. Jisung bergumam kata impas dalam hatinya.

“lo tau darimana?”

“kak jeno hehe... Aku juga lihat wajahnya chenle, manis. Feromonnya pasti buat kamu nyaman ya, syukur deh berarti kamu sudah beneran bahagia”

Jisung sedikit terkejut namun ia memilih diam mendengarkan nila, sementara nila berbicara seakan hanya untuk mengulur-ulur waktu. Karena tepat hari ini ia akan merelakan harapan satu-satunya yg ingin ia gapai lagi.

Tapi orang bodoh mana yg dapat menerima seseorang kembali setelah dibuang begitu saja.

“ya... udah gue bilang, gue udah bahagia sama chenle, lo jangan ganggu lagi” kalimat jisung penuh penekanan di akhir, berhasil menyayat hati nila begitu pun menghancurkan harapannya dengan sekali genggam. Nila masih tetap tersenyum berusaha menutupi hatinya yg menangis.

“alpha—”

“stop manggil gue kayak gitu, karena lo.udah kehilangan hak buat gue”

Nila mengulum bibirnya, air matanya sudah terkumpul di pelupuk matanya, sekali ia mengedipkan mata luruh sudah air matanya. Tapi, memang benar kata jisung, dari sejak 2 tahun yg lalu saat ia malah membuang kesempatan bersama jisung, ia sudah tidak memiliki hak apapun atas jisung.

“hmm okay, aku cuman mau bilang maaf atas luka-luka yg kemarin, aku harus pergi dan tolong belajar buka hati buat chenle”

Jisung tertegun, tapi dalam hati ia berucap sumpah bahwa setelah nila pergi dan hatinya sembuh, ia akan mulai mengerti chenle dan omega itu tidak perlu lagi menunggunya lebih lama lagi. Ia akan bahagia seperti apa yg dipamerkannya tadi pada nila.

“boleh minta peluk?”

Jisung terbuyarkan dari lamunan, ia menatap nila heran. “gak”

“untuk terakhir kalinya, setelah ini aku bakalan belajar buat merelakan”

Belum selesai menjawab, nila sudah berjalan dan memeluknya tanpa permisi. Pelukan erat itu malah membuatnya sesak bukan nyaman seperti dulu, sepertinya memang benar bahwa semua kenyamanannya sekarang hanya ada pada chenle, soulmate nya dengan ragu jisung membalas pelukannya. Tidak erat hanya sekedar agar semua lara di nila sirna secepatnya.

“tolong bahagia bersama chenle, supaya hancurku tidak sia-sia” ucap nila. Dan hari ini ia resmi merelakan jisung agar bahagia walau tanpa dirinya.

Jisung juga berharap begitu, tapi tanpa mereka sadari dari awal pembicaraan mereka sampai akhir, chenle disana. Omega itu berdiri mematung, renjun dibelakangnya dengan tangan mungilnya berusaha menutup mata chenle. Renjun ucap serapah beberapa kali untuk alpha yg sedang memeluk seorang gadis lain disana, karena sesaknya chenle juga ia rasakan.

“chenle, jangan di lihat” renjun rasakan tangannya mulai basah, isakan kecil mulai terdengar dari empunya. “jangan di lihat... Jangan”

Seharusnya hari ini hari bahagia untuk chenle, karena semua angannya soal jiel kemarin, memang benar adanya. Ia ingin berteriak bahwa jiel sudah hidup di dalamnya, tapi pemandangan apa yg dilihat sekarang? penghianat

“dek, lo udah besar, belajar buat tanggung jawab sama semua yg lo lakuin. Semua ada konsekuensi, semua ada resiko, tolong chenle dijaga ya dek... Jangan kayak ayah lo, abang percaya sama lo”

mereka berdua sudah berada di tempat tidur selepas menghabiskan waktu di depan televisi. Waktu cepat sekali berlalu, malam mulai menjemput jiwa-jiwa untuk beristirahat agar bisa memulai pagi esok.

Jisung hampir tertidur, tidak untuk chenle, ia masih mengulur waktu agar suasana seperti ini selalu dihapal di ingatannya. Kamar yg temaram dengan dekapan hangat alphanya. Semua pasti selalu dirindukannya, walaupun ia tahu ia akan selalu kembali ke tempat yg sama tapi ketakutan pasti selalu mampir

Kalau bernostalgia kisah yg lalu, pasti banyak penyesalan dan juga pasti sulit diterima. Hampir setengah tahun ia menghabiskan waktunya bersama seorang alpha yg ditemukannya tidak sengaja bahkan tiba-tiba alpha ini sudah menjadi pasangan sehidup sematinya. Lucu ga, sih?

Bertemu seseorang yg out of nowhere bisa-bisanya langsung jadi teman hidup. Takdir memang pintar mempermainkan ya? Mau setuju atau tidak, mau ingin atau tidak, takdir bukan kita yg tulis.

Jisung masih sadar namun hampir masuk ke alam mimpi, tangan besarnya ia bawa ke arah perut chenle untuk diusap pelan— chenle juga akhir-akhir ini menyukai usapan tangan jisung pada perutnya, lembut tanpa paksaan.

jisung selalu berbicara soal kekacauan yg kita buat, semua penyesalannya, dan perasaan yg belum bisa diterimanya. Tapi di sisi lain, perlakuannya bertolak belakang dengan ucapannya

“le” jisung memanggil, suaranya serak dan mulai terdengar ngawur, chenle menoleh ke arahnya. “lo mual gini udah berapa lama?”

“dua minggu-an kayaknya”

“besok ke dokter ya”

Chenle membolakan matanya terkejut, ia benci hal-hal tentang rumah sakit. Ia takut jarum suntik. “enggak mau ah!”

“biar kalau ada apa-apa, bisa ditangani—”

“cuman masuk angin doang kok! ngapain harus ke rumah sakit, gue cuman butuh tukang pijet”

Ada jeda beberapa saat dari jisung, chenle berfikir alphanya pasti sudah masuk ke alam mimpi. Baru saja ingin melepas pelukan jisung yg mulai terasa pengap, tangan jisung malah mengerat memeluk pinggangnya

“nanti malah ada dede bayinya” bisik jisung, katanya itu berhasil membuat wajah chenle memerah. Jisung berbisik malu, chenle malah makin malu.

brengsek, park jisung!!

“kalau ada dede bayinya kenapa?”

“ya gapapa... nanti yg cantik kayak lo kalau ganteng kayak gue” mata jisung terbuka, sayu sekali tanda mengantuk, chenle tertawa heran melihatnya, pasti ia berbicara seperti ini karena kesadarannya sudah direnggut setengah

cantik ya... chenle sudah berteriak frustasi dalam hati. Emang jisung ini kalau malam-malam suka bikin resah hati.

Tangan besar alphanya itu menyelinap masuk ke helai rambutnya “kalau cantik namanya siapa ya..”

“elizabet” usul chenle, jisung mengernyit tidak suka lalu detik selanjutnya malah tertawa kecil. “kenapa? bagus kan?”

“bule banget goblok”

“yaa suka-suka gue, kalau cowok lo ada ide gak?”

Jisung tersenyum sebentar, lalu memejamkan matanya perlahan. Kali ini, kesadarannya sudah akan direnggut sepenuhnya tapi karena chenle penasaran ia tahan sebentar lagi, “jieleo. Park jieleo” katanya.

Chenle terdiam sebentar, ia tidak bisa menyembunyikan senyumnya, beruntung jisung sudah memejamkan matanya

“jiel...Kenapa isi marga lo?”

“iyakan anak gue juga anjing, jisung chenle”

Jisung baru saja sampai ke rumah tantenya saat malam hari, bersama jaemin dan juga jeno. Perjalanan dari kotanya menuju rumah tantenya ini lumayan memakan banyak waktu, lelah pasti tapi ketimbang lelah jisung malah berfikir soal chenle yg tak ia kabari disana. Ia sibuk mengangkat semua barang, pikirannya tenggelam dalam rasa bersalahnya meninggalkan omeganya begitu saja, sampai tidak sadar seseorang memanggilnya terus.

“ji, lo dipanggil itu”

“siapa?”

Dagu jaemin menunjuk ke arah taman belakang milik tantenya ini, disana ia lihat gadis berambut panjang ikal dengan gaun serba putih, hampir terkejut namun saat dilihat lagi wajahnya ia hanya bisa menghembuskan nafasnya

Gadis itu melambaikan tangan ke arahnya dan jisung dengan ragu juga membalas lambaiannya, gadis itu berlari kecil lalu tanpa permisi malah memeluk tubuh jangkung jisung spontan, jisung sendiri terkejut tanpa niat membalas pelukan gadis ini karena jantungnya yg mendadak ribut tidak jelas

“jisung! lama banget ga kesini” gadis itu melepas pelukannya, ia menatap jisung dengan mata yg berbinar dibawah gelap malam pun jisung masih bisa rasakan cantiknya senyum gadis itu

“nila, apa kabar?”

Anila gefanda karen, nama gadis itu, seseorang dengan status beta. Ia adalah teman kecil jisung sekaligus masa lalu yg sulit dilupakan jisung sampai hari ini. Nila adalah gadis yg ceria, ia kesayangan semua orang ya termasuk jisung

Semua masa-masa itu kembali ke permukaan. Nila itu cinta pertamanya, nila itu seuatu yg indah yg pernah jisung banggakan ke semua orang dan nila adalah rasa tenangnya dulu

“baik banget! Aku kangen loh sama kamu” kata nila dengan semangat, ia enggan melepas tangan jisung dari genggamannya dan jisung pun begitu, sudah lama juga senyuman nila tak ia nikmati namun sekarang rasanya sudah mati

ia juga merindu, alasannya enggan membuka hati adalah nila, alasannya enggan berbagi perasaan dengan omeganya adalah gadis beta yg ini... tapi mengapa sekarang rasanya hambar

“jisung, kamu kembali kan?” genggaman nila makin erat dan jisung makin rasakan sakit di dadanya, buru-buru ia lepaskan genggaman nila

“gue cuman mampir buat jeje bukan buat lo” jisung berucap sarkas, lalu berjalan meninggalkan nila. Ia hanya tidak ingin mengulang rasa sakit yg dulu menyiksanya.

“jisung, kita bisa kembali kan?” gadis itu bersikeras, jisung memejamkan matsnya sebentar sebelum berbalik ke arah nila yg matanya terlukis harapan untuknya.

“setelah apa yg lo perbuat? Lo masih bisa nanya gitu?”

“kita perbaiki semuanya lagi, ya?”

Jisung tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, gadis itu berkata segampang membalikkan telapak tangan, setelah luka dan air mata yg ia berikan dan sekarang malah meminta kembali

“perbaiki diri lo sendiri, gue udah bahagia tanpa lo”

“kamu belum bahagia, kan? Kamu pasti nunggu aku, kan?”

Jisung terdiam seribu kata, apa raut wajahnya terlihat jelas? Jisung ingin sanggah tapi realita memang tidak bisa dipungkiri jadi ia memilih berlari dan menghindar. Nila dan perasaannya adalah sesuatu yg patut dihindari baginya

jisung terus menerus menghindar padahal nila butuh jawaban dan chenle hanya disuruh menunggu waktu dan percaya, padahal sebenarnya jisung masih terbelenggu dengan masa lalunya.

Memang langkahnya sudah salah dari awal

Jam menunjukkan pukul 7 malam, ruang makan sibuk terdengar suara sendok dan piring beradu. Ada sebungkus nasi padang di atasnya, dimakan lahap oleh dua orang disana. Ada chenle dan jisung, masing-masing satu bungkus.

Mereka makan dalam sunyi, tidak ada ribut yg dibuat chenle seperti biasanya karena si omega sedang lemas karena sakit. Suasana agak sedikit canggung, jisung jadi sedikit kesepian tapi tidak begitu ia pedulikan juga.

Sampai nasi padangnya hampir habis pun tidak ada pembicaraan, hawanya betulan tidak enak. Jisung melihat gerak-gerik omeganya itu, ia sebenarnya ingin memulai percakapan tapi tiba-tiba malah ketauan ia sedang melihat chenle terus menerus oleh empunya.

“apa?” tanya chenle, jisung sedikit terkesiap sampai mengalihkan pandangannya turun ke arah nasi padangnya yg masih menyisakkan sedikit lauknya yg kebanyakan. Chenle sendiri mengernyit heran, ia berfikir tidak biasanya jisung malah jadi malu begini, biasanya juga judes dan galak. Jisung ini memang gelagatnya aneh dari kemarin

“kenapa lo liatin gue terus?” tanya chenle lagi, sementara yg ditanya hanya menggeleng sebagai jawaban. Chenle hanya mendengus sebal, jisung ini tidak asik!

“bisa ga ya?”

Pertanyaan tanpa konteks chenle suarakan, membuat atensi jisung tertarik, alpha itu menoleh ke arahnya yg membuat chenle tersenyum menang. Chenle buat wajah manis dan pucatnya menyendu, padahal tidak sedih-sedih banget, hanya saja kita harus mendalami peran

“gue ga yakin pasti bisa” ujar si manis

“pasti bisa” kini jawaban si alpha bersuara, chenle menoleh ke arahnya yg masih setia menatap manik berkilau milik chenle. Agaknya sedikit tertekan ditatap setajam itu namun disisi lainnya ia rasa senang

“beneran bisa, emang?”

“beneran kalau lo niat buat gapai”

benar juga, sih

Chenle yg awalnya hanya bercanda membuka topik, ia jadi terpikirkan dengan percakapan soal omega yg tidak bisa melakukan apapun selain memuaskan alpha. Chenle sendiri benci fakta itu sampai harus memalsukan identitas agar tidak jadi bualan para alpha yg memegang prinsip bahwa omega hanya bisa mengangkang untuk mereka, itu mutlak.

Tapi, ajaibnya jisung datang membawa sedikit kepercayaan bahwa kaum rendahan masyarakat itu bisa juga meraih apapun yg ia mau dan beruntungnya juga jisung ini jadi miliknya, seutuhnya dan selamanya. Semoga.

“iyaaa ya, ji...”

“iyaaa?” jisung baru selesai menghabiskan makanannya, ia menoleh saat chenle memanggil. Waktu mata mereka saling bertemu, degup jantung jisung tak karuan, ia yakin bahwa ini chenle yg menyebalkan tapi entah kenapa hari ini...

chenle cantik, ya

Chenle tersenyum tipis, ia bawa tangannya melipat di atas meja, pandangannya terkunci dalam manik alphanya. Entah kenapa hatinya meragu akan sesuatu, soal jatuh cinta pada jisung dan soal bagaimana kalau sampai alpha lo pergi? begitu kata jisung tadi.

bagaimana ya... apa siap untuk melepas suatu saat nanti kalau memang terjadi?

Chenle terdiam cukup lama, jisung menatapnya kebingungan. Ia bawa tangannya untuk menyentuh dahi si omega dan wajahnya memang lumayan hangat, karena pergerakan jisung yg tiba-tiba chenle jadi terkejut dan malah menghempaskan tangan alphanya kasar

“jorok! lo belum cuci tangan”

“oh iya, hahahahhaa”

“bangsat!!”

Jisung tertawa begitupun chenle. Sekarang suasana ruang makan sedikit menghangat, canggungnya berubah menjadi cerita soal cita-cita. Mereka asik berbicara soal masa depan namun hampir lupa soal 'mereka' yg akan kemana nantinya, yg akan dibawa kemana perasaannya?

Walau pasti akan bersama, tapi perihal perasaan bisa saja menjadi soalan. Walau hal sepele tapi pengaruhnya cukup besar, ya

“ji, lo udah jatuh cinta belum sama gue?”

Raut wajah jisung tiba-tiba berubah menjadi serius, tidak ada tawa apalagi senyuman. Sepertinya topik seperti ini memang dibencinya

“belum, kalau lo gimana?”

“kalau sudah bagaimana?”

Jisung terdiam cukup lama dan chenle artikan jawaban jisung pasti tidak bagus untuk hati dan ketenangan jiwanya

“bagus kalau sudah, tapi jangan terlalu dalam dulu ya... tunggu gue”

tunggu katanya

“gue masih berusaha” ucap jisung sebelum akhirnya ia berdiri untuk membersihkan alat makannya, meninggalkan chenle yg masih duduk disana, ingin menunggu jawaban lagi tapi alphanya malah enggan untuk menjelaskan

Jisung yg denial membuat chenle hilang arah. Memang bajingan!