Nasi padang bersama mimpi-mimpi

Jam menunjukkan pukul 7 malam, ruang makan sibuk terdengar suara sendok dan piring beradu. Ada sebungkus nasi padang di atasnya, dimakan lahap oleh dua orang disana. Ada chenle dan jisung, masing-masing satu bungkus.

Mereka makan dalam sunyi, tidak ada ribut yg dibuat chenle seperti biasanya karena si omega sedang lemas karena sakit. Suasana agak sedikit canggung, jisung jadi sedikit kesepian tapi tidak begitu ia pedulikan juga.

Sampai nasi padangnya hampir habis pun tidak ada pembicaraan, hawanya betulan tidak enak. Jisung melihat gerak-gerik omeganya itu, ia sebenarnya ingin memulai percakapan tapi tiba-tiba malah ketauan ia sedang melihat chenle terus menerus oleh empunya.

“apa?” tanya chenle, jisung sedikit terkesiap sampai mengalihkan pandangannya turun ke arah nasi padangnya yg masih menyisakkan sedikit lauknya yg kebanyakan. Chenle sendiri mengernyit heran, ia berfikir tidak biasanya jisung malah jadi malu begini, biasanya juga judes dan galak. Jisung ini memang gelagatnya aneh dari kemarin

“kenapa lo liatin gue terus?” tanya chenle lagi, sementara yg ditanya hanya menggeleng sebagai jawaban. Chenle hanya mendengus sebal, jisung ini tidak asik!

“bisa ga ya?”

Pertanyaan tanpa konteks chenle suarakan, membuat atensi jisung tertarik, alpha itu menoleh ke arahnya yg membuat chenle tersenyum menang. Chenle buat wajah manis dan pucatnya menyendu, padahal tidak sedih-sedih banget, hanya saja kita harus mendalami peran

“gue ga yakin pasti bisa” ujar si manis

“pasti bisa” kini jawaban si alpha bersuara, chenle menoleh ke arahnya yg masih setia menatap manik berkilau milik chenle. Agaknya sedikit tertekan ditatap setajam itu namun disisi lainnya ia rasa senang

“beneran bisa, emang?”

“beneran kalau lo niat buat gapai”

benar juga, sih

Chenle yg awalnya hanya bercanda membuka topik, ia jadi terpikirkan dengan percakapan soal omega yg tidak bisa melakukan apapun selain memuaskan alpha. Chenle sendiri benci fakta itu sampai harus memalsukan identitas agar tidak jadi bualan para alpha yg memegang prinsip bahwa omega hanya bisa mengangkang untuk mereka, itu mutlak.

Tapi, ajaibnya jisung datang membawa sedikit kepercayaan bahwa kaum rendahan masyarakat itu bisa juga meraih apapun yg ia mau dan beruntungnya juga jisung ini jadi miliknya, seutuhnya dan selamanya. Semoga.

“iyaaa ya, ji...”

“iyaaa?” jisung baru selesai menghabiskan makanannya, ia menoleh saat chenle memanggil. Waktu mata mereka saling bertemu, degup jantung jisung tak karuan, ia yakin bahwa ini chenle yg menyebalkan tapi entah kenapa hari ini...

chenle cantik, ya

Chenle tersenyum tipis, ia bawa tangannya melipat di atas meja, pandangannya terkunci dalam manik alphanya. Entah kenapa hatinya meragu akan sesuatu, soal jatuh cinta pada jisung dan soal bagaimana kalau sampai alpha lo pergi? begitu kata jisung tadi.

bagaimana ya... apa siap untuk melepas suatu saat nanti kalau memang terjadi?

Chenle terdiam cukup lama, jisung menatapnya kebingungan. Ia bawa tangannya untuk menyentuh dahi si omega dan wajahnya memang lumayan hangat, karena pergerakan jisung yg tiba-tiba chenle jadi terkejut dan malah menghempaskan tangan alphanya kasar

“jorok! lo belum cuci tangan”

“oh iya, hahahahhaa”

“bangsat!!”

Jisung tertawa begitupun chenle. Sekarang suasana ruang makan sedikit menghangat, canggungnya berubah menjadi cerita soal cita-cita. Mereka asik berbicara soal masa depan namun hampir lupa soal 'mereka' yg akan kemana nantinya, yg akan dibawa kemana perasaannya?

Walau pasti akan bersama, tapi perihal perasaan bisa saja menjadi soalan. Walau hal sepele tapi pengaruhnya cukup besar, ya

“ji, lo udah jatuh cinta belum sama gue?”

Raut wajah jisung tiba-tiba berubah menjadi serius, tidak ada tawa apalagi senyuman. Sepertinya topik seperti ini memang dibencinya

“belum, kalau lo gimana?”

“kalau sudah bagaimana?”

Jisung terdiam cukup lama dan chenle artikan jawaban jisung pasti tidak bagus untuk hati dan ketenangan jiwanya

“bagus kalau sudah, tapi jangan terlalu dalam dulu ya... tunggu gue”

tunggu katanya

“gue masih berusaha” ucap jisung sebelum akhirnya ia berdiri untuk membersihkan alat makannya, meninggalkan chenle yg masih duduk disana, ingin menunggu jawaban lagi tapi alphanya malah enggan untuk menjelaskan

Jisung yg denial membuat chenle hilang arah. Memang bajingan!