angan-angan malam

mereka berdua sudah berada di tempat tidur selepas menghabiskan waktu di depan televisi. Waktu cepat sekali berlalu, malam mulai menjemput jiwa-jiwa untuk beristirahat agar bisa memulai pagi esok.

Jisung hampir tertidur, tidak untuk chenle, ia masih mengulur waktu agar suasana seperti ini selalu dihapal di ingatannya. Kamar yg temaram dengan dekapan hangat alphanya. Semua pasti selalu dirindukannya, walaupun ia tahu ia akan selalu kembali ke tempat yg sama tapi ketakutan pasti selalu mampir

Kalau bernostalgia kisah yg lalu, pasti banyak penyesalan dan juga pasti sulit diterima. Hampir setengah tahun ia menghabiskan waktunya bersama seorang alpha yg ditemukannya tidak sengaja bahkan tiba-tiba alpha ini sudah menjadi pasangan sehidup sematinya. Lucu ga, sih?

Bertemu seseorang yg out of nowhere bisa-bisanya langsung jadi teman hidup. Takdir memang pintar mempermainkan ya? Mau setuju atau tidak, mau ingin atau tidak, takdir bukan kita yg tulis.

Jisung masih sadar namun hampir masuk ke alam mimpi, tangan besarnya ia bawa ke arah perut chenle untuk diusap pelan— chenle juga akhir-akhir ini menyukai usapan tangan jisung pada perutnya, lembut tanpa paksaan.

jisung selalu berbicara soal kekacauan yg kita buat, semua penyesalannya, dan perasaan yg belum bisa diterimanya. Tapi di sisi lain, perlakuannya bertolak belakang dengan ucapannya

“le” jisung memanggil, suaranya serak dan mulai terdengar ngawur, chenle menoleh ke arahnya. “lo mual gini udah berapa lama?”

“dua minggu-an kayaknya”

“besok ke dokter ya”

Chenle membolakan matanya terkejut, ia benci hal-hal tentang rumah sakit. Ia takut jarum suntik. “enggak mau ah!”

“biar kalau ada apa-apa, bisa ditangani—”

“cuman masuk angin doang kok! ngapain harus ke rumah sakit, gue cuman butuh tukang pijet”

Ada jeda beberapa saat dari jisung, chenle berfikir alphanya pasti sudah masuk ke alam mimpi. Baru saja ingin melepas pelukan jisung yg mulai terasa pengap, tangan jisung malah mengerat memeluk pinggangnya

“nanti malah ada dede bayinya” bisik jisung, katanya itu berhasil membuat wajah chenle memerah. Jisung berbisik malu, chenle malah makin malu.

brengsek, park jisung!!

“kalau ada dede bayinya kenapa?”

“ya gapapa... nanti yg cantik kayak lo kalau ganteng kayak gue” mata jisung terbuka, sayu sekali tanda mengantuk, chenle tertawa heran melihatnya, pasti ia berbicara seperti ini karena kesadarannya sudah direnggut setengah

cantik ya... chenle sudah berteriak frustasi dalam hati. Emang jisung ini kalau malam-malam suka bikin resah hati.

Tangan besar alphanya itu menyelinap masuk ke helai rambutnya “kalau cantik namanya siapa ya..”

“elizabet” usul chenle, jisung mengernyit tidak suka lalu detik selanjutnya malah tertawa kecil. “kenapa? bagus kan?”

“bule banget goblok”

“yaa suka-suka gue, kalau cowok lo ada ide gak?”

Jisung tersenyum sebentar, lalu memejamkan matanya perlahan. Kali ini, kesadarannya sudah akan direnggut sepenuhnya tapi karena chenle penasaran ia tahan sebentar lagi, “jieleo. Park jieleo” katanya.

Chenle terdiam sebentar, ia tidak bisa menyembunyikan senyumnya, beruntung jisung sudah memejamkan matanya

“jiel...Kenapa isi marga lo?”

“iyakan anak gue juga anjing, jisung chenle”