“el, how it's feel?”
“enak, enak banget”
“hahaha, good baby”
“el, how it's feel?”
“enak, enak banget”
“hahaha, good baby”
“lo harusnya banyakin ngambil foto gue, ju” kata karel sambil mendengus sebal tapi juan tak mengindahkan, ia tetap melanjutkan memotret langit dan beberapa gedung yang terlihat disana.
“ogah, ngabisin memori gue aja” jawab juan ketus, karel makin sebal.
“ya... kalau gue udah gak ada, lo kan bisa ngeliat foto gue terus”
“apasih omongan lo ngaco!”
Seharusnya pada hari itu, juan tidak menganggap kalimat karel hanya sebagai candaan belaka.
Kini tubuhnya mendadak kaku, pikirannya terhenti, suara bising tak di dengarnya, dunianya berhenti berputar saat itu juga, air matanya berlomba turun dari pelupuk matanya.
Ia bahkan belum sempat mengabadikan ribuan paras indahnya yang dipujanya dalam diam.
“juan lo yang ikhlas, karel udah ga ngerasain sakit lagi..” begitu kata manusia disebelahnya, juan terdiam.
Perihal merelakan belum terpikirkan, karena ia baru saja kehilangan. Ia layak bersedih dan berduka, berteriak, meraung sesuka hati. Juan pandai menyembunyikan semua perasaannya sampai sekarang nyatanya ia terlambat untuk merasakan. Juan hancur.
Hari ini pusat dunianya sudah melebur bersama impiannya untuk bersamanya selamanya
CW // harshword, frontal, blowjob, kissing, age switch, dirtytalk. MINOR DNI
Saat asik tertawa cekikikan sambil membaca ulang roomchatnya drngan edgar, kael terkejut saat seseorang menerobos masuk tanpa permisi ke dalam kamarnya— ya, itu edgar.
Kael tersenyum miring lalu bangkit dari tidurnya, edgar sibuk mengunci kamar kael saat tau bahwa kedua orangtua mereka sedang ada di lantai bawah.
“widih beneran kesini” kael tertawa mengejek, sementara edgar mendengus kesal lalu mendekati kael dan menarik tangannya kasar agar terduduk di lantai tepat dibawahnya dan ditengah selangkangannya. Kael tidak membantah sama sekali
“gak bisa ngewe, ada bokap lo dibawah. Sepong aja dek” ucap edgar sambil membuka celananya buru-buru.
“dak dek dak dek, gue gak suka dipanggil itu!” kael mendengus kesal, sambil mengocok pelan penis edgar yang ternyata sudah menegang sempurna, kael meludahinya dan mengocoknya cepat tanpa melepas pandangannya ke kakak tirinya yang sudah mendongak keenakan.
“enak?” kael bertanya, tempo kocokannya ia percepat sampai terdengar geraman rendah dari edgar.
“enak, hahaha sialan enak banget ahh” edgar menatap kael dibawahnya, manik mereka saling beradu tatap, berbicara lewat nafsu bahwa mereka saat ini saling membutuhkan ingin dipuaskan.
“kontol lo gede banget sih”
“ya, khusus buat lo el”
“hahahaha harus, soalnya gue gak suka bagi-bagi”
Kael memutus kontak mata mereka sepihak, berpindah pandang ke arah penis edgar yang sibuk ia kocok cepat. Kael mendekatkan wajahnya ke selangkangan edgar lalu tanpa permisi mulai memasukkan penis itu ke dalam mulutnya— meluncurkan aksinya untuk menghisap, mengulum dan menjilat batang penis itu dengan cekatan.Sementar edgar mendongak keenakan sambil menarik rambut kael sebagai pelampiasan
“ahh yaah.. good boy, suck it harder”
Dan edgar paling tau kalau kael menyukai panggilan itu
Kael tak mengindahkan tapi ia tetap mendengar semua racauan kotor yang dikeluarkan kakak tirinya, ia masih sibuk memompa penis itu di dalam mulutnya dengan cepat sampai salah satu tangan mendorong paksa agar penis itu masuk semuanya ke dalam mulutnya lalu menahannya disana dan edgar menggerakan pinggulnya cepat
“ahh... tahan bentar el, gue mau keluar bentar lagi” begitu kata edgar yang dengan sialannya melakukan deep throat tanpa persetujuan dari kael.
satu dua kali sodokan dalam mulutnya masih belum mengeluarkan spermanya, tiga kali empat dua belas—bercanda— sampai disodokan kelima spermanya keluar terlalu banyak sampai beberapa keluar dari mulut kael, edgar tarik rambut kael dan mendorong tubuh itu sampai terduduk di lantai dengan spermanya yang berceceran di wajah kael.
“brengsek, lo mau bunuh gue ya? Gue mual banget anjing” keluh kael dan edgar hanya tersenyum cengengesan lalu menindih adek tirinya itu.
Sekali lagi, pandangan mereka bertemu, edgar selalu memuja paras cantik kael walaupun memang ia adalah seorang lelaki dan ia juga berkali-kali mengutuk takdir yang membawa mereka pada hubungan sialan ini. kalau saja mereka bukan kakak-adik, mungkin akan lain cerita
Wajah edgar mendekat, ia julurkan lidahnya lalu menjilat spermanya yang berantakam di wajah adiknya dengan sensual. Kael memejamkan matanya sambil menahan nafas apalagi saat edgar beralih menjilat bibirnya lalu memberikan kecupan-kecupan pemanis disana.
“el...open your eyes and look at me” ucap edgar, suaranya merendah dan kael dibuat melayang mendengarnya. Kael menurut untuk membuka matanya, ia lihat wajah kakaknya yang menyayu dan terlalu dekat dengannya.
“cantik...” pujian edgar suarakan untuk adik tirinya yang wajahnya sudah memerah malu. Ia tersenyum kecil, lalu berniat mencium kael setelahnya.
Tapi suara ketukan pintu membuyarkan niatnya, itu ayahnya kael yang sekarang juga menjadi ayahnya. Edgar memutar bola matanya malas lalu beralih pergi ke kamar mandi sementara kael sibuk mengelap wajahnya dengan tisu basah
“kael, sayang, buka pintunya nak... ayo makan dulu ajak kakakmu juga ya” ucap sang ayah sambil mengetuk pintu beberapa kali
“i-iya yah, sebentar lagi buat tugas video...” teriak kael menjawab lalu matanya beralih memandang sang kakak yang bersender disamping pintu kamar mandi, mereka tersenyum miring lalu dengan suara pelan kael menjawab lagi,
“—video bokep bareng kak edgar”
Chenle berjalan cepat menuju pintu dan segera membuka kuncinya. Penampakan yang ia lihat pertama kali adalah jisung dengan keadaan basah kuyup, rambut yang berantakan serta wajah lelah yang ia paksakan untuk tersenyum tipis saat melihat chenle.
Omega itu merasakan dadanya sesak, lalu segera menarik jisung masuk ke dalam. Lucu kalau tiba-tiba ia menangis di depan alphanya bisa habis jadi bahan ejekan.
“mandi sana, gue udah siapin air hangat”
“makasih”
Chenle langkahkan kakinya menuju dapur, ia membuat semangkuk mie instat dengan telur diatasnya. Ia menatap masakannya sendiri, entah kenapa rasanya sesak tak karuan, semenjak ada jiel di dalamnya ia jadi lebih sensitif dari biasanya.
“le, gue mau mandi dulu” ucap jisung sambil membersihkan beberapa barang yang berantakan, tidak ada jawaban dari chenle untuk beberapa saat sampai jisung menoleh ke arahnya
“iya, abistu makan ya, maaf cuman bisa buat mie kuah” suara chenle bergetar hampir menangis, jisung pastinya sadar saat mendengarnya. Jadi ia ikut langkahkan kakinya pergi ke dapur
“lo nangis? kenapa?” jisung pegang bahu bergetar itu sebelum akhirnya membalikkan tubuh kecil itu ke arahnya, chenle menunduk sambil menggeleng kecil, jisung tertawa kecil lalu mengangkat dagu omeganya agar pandangannya beradu satu sama lain
Chenle melihat jisung yang wajahnya tertutup beberapa poninya yang basah, ia sempatkan tersenyum bodoh melihat chenle. Makin-makin saja rasa sesak sialan di dada omega itu, satu isakan terdengar lalu beberapa isakan mulai menyusul.
“eh eh kok nangis? Le, chenle” jisung mengusap pelan pipi yang dijatuhi air mata, chenle menangis seperti anak kecil saat melihat alphanya.
“park jisung sialan hiks gue mau peluk hiks hiks..” chenle memejamkan matanya membuat beberapa bulir air matanya makin banyak terjatuh, jisung yang mendengar permintaan kecil chenle jadi tertawa gemas, ia usap pelan rambut omeganya memberi kecup di pucuknya.
“nanti ya gue mandi dulu, Jiel yang minta ya ini, pengen dipeluk ya yang di dalem?” jisung mengusap pelan perut omeganya yang mulai sedikit membesar, nada bicaranya pun ia pelankan walaupun dijawab ketus oleh chenle. Ia mengerti perasaan sensitif omeganya ini.
Jisung melihat kembali ke arah chenle yang menunduk melihat ke arah usapannya. Matanya masih menampung air mata, hidungnya juga berubah menjadi memerah, namun isakannya terhenti karena fokusnya merasakan tangan jisung mengusap perutnya.
pasti si jiel bikin sakit perut lagi terkanya begitu.
Selalu saat melihat chenle perasaannya menghangat, raganya yang lelah ia hiraukan, jiwanya berhasil menemukan rumah untuk pulang. Untuk yang kali ini, ia tidak akan melepas semudah yang lalu. Ia lupakan sejenak perihal perasaannya yang ragu, karena yang pasti rasa bahagia sudah ia temukan disini.
————————
“ji, kenapa lo kerja?” tanya chenle.
Kini keduanya sudah berada di kamar dengan chenle di dekapan jisung, chenle mendongak untuk melihat alphanya yang juga ikut melihatnya dengan sebelah alis terangkat.
“pertanyaan lo harus banget gue jawab?” jisung bertanya balik mengundang gelak tawa dari chenle.
“bukan gitu dih, maksudnya tuh... Lo kan kuliah ya terus uang kuliah itu lo darimana? Apalagi lo sempet pindah kampus pasti biayanya banyak banget” ucap chenle, sesekali jari telunjuknya bermain di dada bidang alphanya itu.
“oh itu, soal kehidupan sehari-hari termasuk kuliah dibiayain orangtuanya bang jaemin sama bang jeno”
Jisung melepas pelukannya, tatapannya berpindah arah ke langit-langit kamarnya yang gelap. Chenle masih enggan berbalik jadi tatapannya masih terpaku pada alphanya itu.
Jisung menghembuskan nafasnya lalu tersenyum kecil, “tapi karena ada lo dan jiel gue gak bisa gantungin hidup sama mereka terus le, gak tau diri dong”
“bener sih”
“enak ya hidupnya jaemin sama jeno, mereka kaya raya le, renjun beruntung punya alpha kayak mereka hahaha”
“iya beruntung”
Jisung mengintip ke arah chenle yang matanya hampir menutup tapi memaksa untuk melihatnya terus. Jadi ia balikkan tubuhnya ke arah chenle lalu mengusap pelan pipi omeganya itu, senyumannya makin lebar tak luntur sekalipun.
“maaf ya lo ga seberuntung renjun”
Chenle memejamkan matanya karena demi apapun matanya sudah berat untuk memaksa tetap terbuka, chenle bergumam kecil ditengah usapan lembut alphanya.
“gue juga beruntung”
“gue gak sekaya itu buat lo banggain”
Chenle terdiam dan dengkuran halus mulai terdengar, perlahan tangannya ia bawa turun tapi belum sempat turun tangannya sudah di pegang chenle agar tetap berada di pipinya untuk diusap pelan
“gue beruntung karena itu lo, ji..” ucap chenle sebelum akhirnya ia kembali masuk ke alam mimpi.
Mereka baru saja selesai makan bersama di depan televisi yang menampilkan sinetron, dua bungkus nasi padang yang sudah habis pun sudah dibuang pada tempatnya. Balen sungguh dengan kata-katanya sore tadi, kamar kost ini menjadi bersih dan rapi bak kamar hotel bintang 5, dan suasananya juga tambah hidup dengan tawa balen dari beberapa jokes jidan.
Jidan mengambil satu bantal dan selimutnya, lalu menaruhnya di bawah. “len, gue tidur dibawah aja kalau gitu” katanya.
Balen mengernyitkan dahi, ia ambil kembali bantal dan selimut itu lalu menaruhnya kembali diatas kasur.
“ngapain sih? Lo yang punya kamar kost malah lo yang tidur dibawah” kata balen ketus, ia naik ke atas kasur bagian dalam, lalu menepuk pelan bagian pinggirnya— mengisyaratkan jidan agar ikut naik ke atas kasur.
“sini tidur, kasurnya ini lumayan besar jadi cukup untuk berdua” begitu kata balen.
——————————————
Kamar jidan sudah gelap karena lampunya dimatikan oleh pemiliknya, hanya cahaya rembulan yang mengintip disela gorden disana. Mereka berdua terjebak dalam sepi, balen enggan bergerak kesana kesini karena takut dikira menganggu, balen juga yakin bahwa tidurnya pasti tidak akan nyenyak setelah ini
“kenapa nama lo balen?” tanya jidan, pandnagannya menatap langit-langit kamarnya.
Balen yang langsung peka pun menjawab, “nama asli gue bayu lengga, itu disingkat balen” katanya.
Kini atensinya jidan bawa ke hadapan balen, ia tertawa kecil karena ucapan balen karena demi apapun makhluk di depannya ini sangat menggemaskan, sampai namanya disingkat jadi gemas seperti itu. “siapa yang nyingkat nama panggilan itu?”
“alm adek gue...” kata balen, wajahnya tersenyum miris. Hati jidan jadi merasa teriris.
“maaf, gue ga bermaksud”
“eh gapapa, namanya lucu ya? gue juga ngira itu lucu. Cuman orang-orang yang sayang sama gue tau nama itu...gue suka dipanggil itu”
Jidan mengangguk kecil, ia menatap balen yang masih sibuk melihat atap-atap kamarnya. Wajah balen menjadi dekat saat ini, ia tidak pernah tau kalau balen memiliki pipi gembil berwarna putih, pandangannya berpindah ke arah ranum merah muda yang sedang tersenyum dalam diam.
“lo kenapa tiba-tiba pengen tinggal disini?”
Balen menatap balik jidan, mata mereka bertemu berbicara saling khawatir. Tapi balen dan hidupnya memang paling tertutup “maaf jidan, gue gak mau inget itu” katanya begitu
“oh gitu, ya gapapa, harusnya gue yang minta maaf”
Hening kembali menyapa, melingkupi permukaan tapi mereka masih enggan memejamkan mata karena manik mereka sudah saling bertemu.
Ini kesekian kalinya mereka dilibatkan dalam satu kejadian, yang pasti yang paling sering direpotkan adalah jidan. Entah hari ke-berapa tapi akhir-akhir ini mereka sering bersama, dengan si nemo atau sekedar bubur mang ujang.
“balen, lo cantik banget ya kalau dari deket gini” ucap jidan sambil tersenyum jail, satu pukulan pelan mampir di bahunya— itu dari balen
“ngaco, gue cowok kalau lo lupa”
“hahaha” jidan tak tau malu, balen juga mempersilahkan. Tubuh si bongsor mendekat ke arah si manis, jarak mereka terkikis sampai lengan jidan melingkar apik di pinggang balen.
ini terlalu intim untuk mereka yang masih jaim, tapi malam membuat semuanya lupa akan semua yang sebenarnya, gelapnya menutupi semua realita
“tapi gue ga peduli, lo cantik banget dimata gue len... padahal baru sebulanan ya kita sering ketemu?” tangan jidan mampir di pipi gembil yang tadi ia kagumi, balen mengijinkan— ia butuh sejenak rasakan cinta untuk melupakan segala hal.
Cinta walaupun fana.
“mulut penuh bualan” kata balen, senyumnya tak luntur, matanya menyayu karena usapan lembut dibagian pinggang.
“hahahaha sialan, tapi kali ini fakta yang harus lo denger” jawab jidan. Wajahnya didekatkan oleh si manis, bibir mereka nyaris bersentuhan. Masing-masing memejamkan mata satu sama lain, deru nafas terasa jelas.
Mereka tau kalau mereka melangkah terlalu jauh, tapi mereka butuh pelampiasan dari dunia yang bajingan ini
Mereka terbuai suasana malam, saat saling membuka bibir untuk menyambut, sebelum akhirnya dering ponsel balen menghentikannya. Jidan mengerang kesal dalam hati, sambil berucap banyak kata-kata kasar dalam hati juga.
“angkat balen”
“ga penting... Cuman dari orang yg ga pengen gue tau keberadaannya”
“siapa?—”
Sebelum beribu tanya terucap, balen membungkam bibir tebal jidan dengan bibirnya— membuat mereka kembali terbuai suasana malam dan ciuman lembut dari balen.
Balen hanya butuh pelarian dari masalah yang menghantui kepalanya, ia butuh tidur
Motor merah jidan masuk ke halaman kostannya, balen dengan tas digendongannya mengedarkan pandangannya. Halaman kostan jidan cukup bersih, ditambah suasananya yang sejuk karena banyak pepohonan membuatnya menjadi kostan yang akan dicari banyak orang.
Jidan mengajak balen untuk mengikutinya, langkah mereka sudah masuk ke area kamar-kamar yang sebagian besar sudah diisi dan kamar jidan terletak dilantai dua, nomor 3 dari tangga.
Jidan sudah membuka kunci pintu kamarnya, tapi sebelum membuka sepenuhnya, jidan beralih pandang ke balen yang juga ikut melihatnya. Senyuman dengan memperlihatkan deretan gigi ditunjukkannya, balen mengernyitkan alis bingung
“len” panggil jidan, senyumnya belum luntur dari wajahnya
“iyaa kenapa?” jawab si balen
“sebelumnya nih gue minta maaf.... ini kamar udah kayak kapal pecah, serius inimah haduh malu” kata jidan sebelum akhirnya membuka kamar kostnya dan mempersilahkan balen masuk.
Astagfirullah
“jidan...” panggil balen, matanya mengedar keseluruh penjuru kamar. Benar-benar berntakan diluar ekspetasinya. Bahkan kamarnya yang menjadi saksi bisu betapa stressnya kuliah beserta tugas sialannya tidak membuat kamarnya menjadi segila ini. Bungkus nasi kotak disamping kasur, bungkus jajanan berserakan, kabel charger dan earphone dimana-mana terus juga beberapa barang dimeja juga sama berantakannya.
“iya balen?” jawab jidan
“ini udah kayak abis diterjang badai ya?”
“tuhkan, gue malu banget sekarang” jidan menutup wajahnya, mengu dang gelak tawa dari si manis. Jidan yang mendengarnya sedikit mengintip dari sela jari-jarinya. Balen tertawa kali ini
“sana balik kerja hush... nanti pas lo balik, kamar lo udah kayak kamar seorang raja”
“idih, mana ada kamar raja bayar setiap bulan” jidan tertawa kecil saat melihat reaksi balen yang mendorong tubuhnya keluar dari kamarnya sendiri
“udah sanaa, liat aja nanti”
“yaudah, nanti malem lo mau makan apa len?”
“apa aja deh... eh ga usah, nanti gue beli goput aja”
“ga mau ah! Oke nasi padang ya, gue bakalan beli dua awas kalau lo goput” sebelum mendengar ocehan balen lagi, jidan segera melarikan dari sana. Balen tersenyum kecil lalu menggelengkan kepalanya.
Ia masuk ke kamar jidan, melihat keadaan sekitar sambil berfikir bagian mana dulu yang harus dibersihkan. Oke, mari bersih-bersih!
Balen sama sekali tidak bisa untuk bernafas dengan benar, berkali-kali mencoba tarikan nafas panjang berakhir dadanya yang sakit. Ia selalu begini kalau bundanya datang, panik dan tidak bisa berfikir jernih, dadanya sesak seperti ditekan, tangannya pun terlihat gemetar saat memesan ojek online.
“balenn nafas balen nafas....” tangannya kelewat gemetar sampai salah mengetik saat chat dengan driver yang dipesannya.
Satpam rumahnya yang menyadari tingkahnya mulai menghampiri, balen yang sadar makin makin saja degup jantungnya berdetak tak menentu.
“pak deri, anu... saya ada kerja kelompok—”
“nak balen, gapapa, pak deri ga bakalan bilang bunda kalau kamu tinggal dirumah teman”
Mata balen mulai berkaca-kaca saat mendengar penuturan satpam rumahnya itu, pak deri memang saksi semua masalah dirumah ini dari awal. Pak deri yang paling sayang balen.
“pak deri...makasih banyak ya pak”
“jaga diri ya nak balen” ucap pak deri dan balen mengangguk mengiyakan sebelum driver ojek onlinenya datang pas di depan rumah.
“dimakan, malah dipake mainan” kata renjun, ia sadar dengan raut wajah chenle yang muram sedari tadi, sementara si omega itu hanya mendengus lalu memasukan sepotong sushi ke dalam mulutnya.
Karena percakapan tadi, suasana hati chenle berubah menjadi sendu dan mendung. Selain pandai menutupin perasaan, Jisung juga pandai merubah segala suasana hatinya.
“jisung susah banget jatuh cinta sama gue ya jun? Emang gue kurang apa?”
“kurang pinter”
“anjing, yang bener aja?!”
“bener, emang ada yang langsung jatuh cinta sama orang baru? apalagi status lo omega, gue denger-denger dia benci omega” renjun memakan mie chenle setelah habis semangkok mienya, chenle makin cemberut mengetahui fakta terakhir. Ya, ia tau itu hanya mencoba pura-pura tidak tau biar gak sakit hati, tapi renjun malah mengucapkannya secara frontal. Suasananya hatinya makin hancur.
“ya gue tau, jisung biarpun orang baru tapi gue ngerasa nyaman sama aman bareng dia jun”
“ya, namanya mate. Pasangan hidup”
“kok jisung ga punya perasaan yang sama sih jun? Katanya kalau sudah jadi pasangan sehidup semati, cintanya abadi”
“banyak tanya lo kayak dora, ya mana gue tau sih!” renjun mengerang kesal, ia menatap chenle sambil mengerutkan dahinya. Kuah mie yang berwarna merah itu membekas di bibir renjun, benar kata jisung, kalau mienya itu pedas. Untung bukan chenle yang makan.
Si omega malah makin sebal, ia hancurkan sushinya sampai tak berbentuk lagi lalu memakannya sedikit-sedikit. Kepalanya bernaung nama jisung dan perasaannya dengan tanda tanya besar. Merepotkan saja, ah!
Renjun selesai dengan makanannya, namun tidak untuk chenle. Renjun tidak peduli juga karena chenle kalau suasana hatinya sedang berantakan akan lebih keras kepala. Renjun enggan membuang waktu untuk sekedar memberi tau chenle memakan semua makanannya.
“le, udah kasi tau mamah lo belum?”
Chenle mendongak, lalu menggelengkan kepala sebagai jawaban.
“ck, gue udah suruh bilang biar mamah lo ga kaget tiba-tiba liat lo gendong bayi”
Wajah chenle terkesan tidak peduli, ia mengendikkan bahu lalu mengambil handphonenya untuk mencari kontak kedua orangtuanya dan menelponnya, “lagian orangtua gue itu emang gak pengen gue kuliah disuruh cepet cari mate, kasta terendah bukan apa-apa” katanya
Sampai telponnya tersambung ke mamahnya, pekikan senang dari wanita paruh baya terdengar disana, chenle hanya berdehem menanggapi
“gimana kuliahnya, le?”
“aku berhenti”
“loh kenapa?”
“itu...aku...” mata chenle menatap renjun yang kelewat serius mendengarkan, pandangan chenle seperti butuh keyakinan dan renjun mengangguk untuk meyakinkan.
Tapi, terlambat.
“ah, ga usah dijawab.... mamah sekalian mau kasik tau, kalau kamu mamah jodohkan ya dengan anak teman mamah namanya sungchan. Dia alpha kaya loh...”
hah....
Chenle terdiam, renjun pun juga terdiam sambil memundurkan wajahnya yang awalnya dekat dengan chenle. Mereka sama-sama tak percaya, akan sesulit ini masalahnya.
“gak...Maksudnya, bentar chenle mau bilang sesuatu”
“bentar sayang... nanti ya, ini mamahnya sungchan datang buat bahas acara nikahan kalian” dan telpon dimatikan sepihak oleh mamahnya chenle. Si omega menatap renjun dengan air mata yang terkumpul di pelupuk matanya, ia sudah berfikir kemana-mana apalagi ia tau kalau mamahnya itu sama keras kepala, apa bakalan jadi sesusah itu lagi?
“ada aja sih jun”
“diomongin ya sama jisung, kasian jiel”
Mereka berkelana dalam mimpi, hidup seperti apa yang mereka mau. Tidak ada kacau maupun hancur, hanya bahagia untuk mereka yang patah. Mereka berbincang dalam mimpi perihal perasaan masing-masing, omega itu tidak berharap lagi.
Tapi, di mimpi semua hidup seperti apa yang mereka mau. Perihal perasaan kala itu, jisung mengungkapkan satu hal “iya, gue udah sayang sama lo. Jangan pergi dulu”
Sialan, kenapa ia hanya bisa jujur saat di dunia semu
Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, langit sudah menunjukkan gelapnya dan sunyinya, jalanan pun sudah sepi penghuni mungkin hanya beberapa yang lewat saja.
Jisung baru memakirkan motornya di halaman rumahnya, wajahnya kepalang lelah dengan rambut yang berantakan saat dilepas helmnya.
Hari ini benar-benar melelahkan baginya, mengerjakan semuanya sekaligus tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Pintu ia buka, suasana rumah terlihat gelap tanpa lampu. Saat lampunya dihidupkan, keadaan rumah membuat alpha itu menghela nafas sebal. Semuanya berantakan
“ah bangsat..” gumam jisung dalam hati sambil memunguti beberapa sampah di lantai rumahnya, dapur rumahnya juga terdapat beberapa piring tidak dicuci, tv disana dibiarkan hidup dan beberapa baju kotor berada di atas sofa.
Sebenarnya tubuhnya seakan sudah tidak bisa berdiri lagi tapi memang pada dasarnya ia benci suasana kotor jadi alpha itu menyempatkan diri untuk membersihkan beberapa. Dulu, saat ia tinggal sendiri, rumah selalu tampak rapi tapi sekarang saat bersama seorang omega sudah seperti kapal pecah di dalamnya
Saat selesai semua, ia bawa tubuhnya pergi ke kamar. Wajahnya benar-benar mengantuk saat ini, tapi saat melihat seseorang tertidur lelap di kasurnya matanya terpaku, tubuhnya terkaku, lelahnya juga lenyap seketika. Pikirannya berkelana atas semua kesalahannya
Lelahnya menyiksanya dengan semua rasa bersalah, ia berjalan pelan mendekati chenle dan merebahkan tubuhnya disamping, tangannya mendekap tubuh chenle lalu membenamkam wajahnya di leher omeganya. Jisung tak sadar ia mendekap tubuh itu terlalu erat, juga tak sadar kalau air matanya sudah berlomba untuk turun membasahi wajahnya.
Malam selalu membuatnya sadar tentang beberapa hal. Hari ini tanpa dialog, tapi tetap rasanya sama lega dan bahagia saat melihat omega itu masih disana, masih bersamanya. Setelah sekian lama jisung rasakan lagi jiwanya aman di rumah barunya
Jisung bilang, malam selalu membuatnya tersadar akan beberapa hal. Dulu memang rumah ini selalu rapi saat ia tinggal sendiri namun suasana mencekiknya karena redup, saat bersama chenle semuanya seakan hidup walaupun ditengah kekacauan sekalipun dan jisung berbahagia atas itu.
Ia tersenyum ditengah kantuknya dalam peluk omeganya juga bergumam dalam hati, Bunda, jisung punya tempat pulang lagi