Malam dan balen
Mereka baru saja selesai makan bersama di depan televisi yang menampilkan sinetron, dua bungkus nasi padang yang sudah habis pun sudah dibuang pada tempatnya. Balen sungguh dengan kata-katanya sore tadi, kamar kost ini menjadi bersih dan rapi bak kamar hotel bintang 5, dan suasananya juga tambah hidup dengan tawa balen dari beberapa jokes jidan.
Jidan mengambil satu bantal dan selimutnya, lalu menaruhnya di bawah. “len, gue tidur dibawah aja kalau gitu” katanya.
Balen mengernyitkan dahi, ia ambil kembali bantal dan selimut itu lalu menaruhnya kembali diatas kasur.
“ngapain sih? Lo yang punya kamar kost malah lo yang tidur dibawah” kata balen ketus, ia naik ke atas kasur bagian dalam, lalu menepuk pelan bagian pinggirnya— mengisyaratkan jidan agar ikut naik ke atas kasur.
“sini tidur, kasurnya ini lumayan besar jadi cukup untuk berdua” begitu kata balen.
——————————————
Kamar jidan sudah gelap karena lampunya dimatikan oleh pemiliknya, hanya cahaya rembulan yang mengintip disela gorden disana. Mereka berdua terjebak dalam sepi, balen enggan bergerak kesana kesini karena takut dikira menganggu, balen juga yakin bahwa tidurnya pasti tidak akan nyenyak setelah ini
“kenapa nama lo balen?” tanya jidan, pandnagannya menatap langit-langit kamarnya.
Balen yang langsung peka pun menjawab, “nama asli gue bayu lengga, itu disingkat balen” katanya.
Kini atensinya jidan bawa ke hadapan balen, ia tertawa kecil karena ucapan balen karena demi apapun makhluk di depannya ini sangat menggemaskan, sampai namanya disingkat jadi gemas seperti itu. “siapa yang nyingkat nama panggilan itu?”
“alm adek gue...” kata balen, wajahnya tersenyum miris. Hati jidan jadi merasa teriris.
“maaf, gue ga bermaksud”
“eh gapapa, namanya lucu ya? gue juga ngira itu lucu. Cuman orang-orang yang sayang sama gue tau nama itu...gue suka dipanggil itu”
Jidan mengangguk kecil, ia menatap balen yang masih sibuk melihat atap-atap kamarnya. Wajah balen menjadi dekat saat ini, ia tidak pernah tau kalau balen memiliki pipi gembil berwarna putih, pandangannya berpindah ke arah ranum merah muda yang sedang tersenyum dalam diam.
“lo kenapa tiba-tiba pengen tinggal disini?”
Balen menatap balik jidan, mata mereka bertemu berbicara saling khawatir. Tapi balen dan hidupnya memang paling tertutup “maaf jidan, gue gak mau inget itu” katanya begitu
“oh gitu, ya gapapa, harusnya gue yang minta maaf”
Hening kembali menyapa, melingkupi permukaan tapi mereka masih enggan memejamkan mata karena manik mereka sudah saling bertemu.
Ini kesekian kalinya mereka dilibatkan dalam satu kejadian, yang pasti yang paling sering direpotkan adalah jidan. Entah hari ke-berapa tapi akhir-akhir ini mereka sering bersama, dengan si nemo atau sekedar bubur mang ujang.
“balen, lo cantik banget ya kalau dari deket gini” ucap jidan sambil tersenyum jail, satu pukulan pelan mampir di bahunya— itu dari balen
“ngaco, gue cowok kalau lo lupa”
“hahaha” jidan tak tau malu, balen juga mempersilahkan. Tubuh si bongsor mendekat ke arah si manis, jarak mereka terkikis sampai lengan jidan melingkar apik di pinggang balen.
ini terlalu intim untuk mereka yang masih jaim, tapi malam membuat semuanya lupa akan semua yang sebenarnya, gelapnya menutupi semua realita
“tapi gue ga peduli, lo cantik banget dimata gue len... padahal baru sebulanan ya kita sering ketemu?” tangan jidan mampir di pipi gembil yang tadi ia kagumi, balen mengijinkan— ia butuh sejenak rasakan cinta untuk melupakan segala hal.
Cinta walaupun fana.
“mulut penuh bualan” kata balen, senyumnya tak luntur, matanya menyayu karena usapan lembut dibagian pinggang.
“hahahaha sialan, tapi kali ini fakta yang harus lo denger” jawab jidan. Wajahnya didekatkan oleh si manis, bibir mereka nyaris bersentuhan. Masing-masing memejamkan mata satu sama lain, deru nafas terasa jelas.
Mereka tau kalau mereka melangkah terlalu jauh, tapi mereka butuh pelampiasan dari dunia yang bajingan ini
Mereka terbuai suasana malam, saat saling membuka bibir untuk menyambut, sebelum akhirnya dering ponsel balen menghentikannya. Jidan mengerang kesal dalam hati, sambil berucap banyak kata-kata kasar dalam hati juga.
“angkat balen”
“ga penting... Cuman dari orang yg ga pengen gue tau keberadaannya”
“siapa?—”
Sebelum beribu tanya terucap, balen membungkam bibir tebal jidan dengan bibirnya— membuat mereka kembali terbuai suasana malam dan ciuman lembut dari balen.
Balen hanya butuh pelarian dari masalah yang menghantui kepalanya, ia butuh tidur