rereeeee

CW // harshword, frontal, rimming, fingering. Minor do not interact!

Kale dan juan sampai di depan studio musik band mereka, sang gitaris dan vokalisnya berjalan masuk ke ruangan kedap suara itu. Pandangan yang pertama kali mereka lihat adalah semuanya berantakan, mungkin karena terakhir kali kesini memang sedang gladi bersih untuk penampilan di salah satu sekolah di Jakarta.

Kale dan rasa bencinya dengan hal-hal yang tidak sesuai atau tidak bersih jadi sibuk membersihkan seisi ruangan, sementara juan tidak peduli, karena yang ia pedulikan hanya rasa rindunya pada gitar kesayangannya.

Kale melengos, “bantu kek biar bersih ...” katanya dengan penekanan seperti menyindir, juan hanya tertawa kecil lalu melanjutkan kegiatannya —mengatur senar gitarnya.

Akhirnya kegiatan kale selesai, studio musik tampak terlihat lebih bersih dari sebelumnya. Kale tersenyum puas dan suara tepukan tangan terdengar keras untuknya, itu dari juan.

“widih jadi bersih” katanya, kale hanya mendengus sebal tanpa menjawab lalu beralih duduk di sofa samping juan. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, kale dengan lirik lagu yang akan dinyanyikannya sementara juan dengan gitarnya.

Memang ya, kalau sudah suka dengan seseorang, apapun hal yang ada pada dirinya itu jadi menarik. Bahkan juan yang hanya mengatur senarnya sedari tadi menarik atensi si manis untuk menoleh.

“gue dari dulu pengen bisa main gitar” kata kale, pandangnya tak lepas dari gerak tangan juan. Sang gitarist menoleh sebentar lalu di detik berikutnya malah tertawa kecil.

“belajar lah”

“udah kok, tapi susah, apa karena faktor tangan sama jari gue yang kecil ya?” kale melihat tangannya sendiri, dibanding juan, tangannya memang kecil. “kalau tangan lo gede terus jarinya juga panjang sama berurat jadinya kuat, pasti enak

Di kalimat terakhir kale, juan sontak menoleh lalu tertawa besar. Si manis itu hanya menatapnya heran lalu selanjutnya semburat merah melingkupi seluruh wajahnya. Ngomong apasih?!

“m-maksudnya enak main gitarnya, bukan yang itu ...” ucap kale, ia mengalihkan pandangannya ke kertas dengan lirik lagu, enggan melihat juan yang masih menertawakannya.

Kale pun tidak sadar kalau juan sudah berjalan menuju pintu, awalnya ia pikir juan akan keluar—salah— juan mengunci pintunya.

“kok dikunci?”

“sstt... gue denger suara di depan” juan menaruh telunjuk kanannya di depan bibirnya, mengisyaratkan kale untuk tidak berisik.

“hah? Itu mungkin rendy sama yang lain”

“bukan kale, kalau anak-anak pasti berisik”

Kale terdiam sebentar sementara juan berjalan mendekat. Tubuh besar itu sudah ada dihadapannya, kale mendongak dan menatapnya heran.

“apa?”

Juan tidak menjawab. Matanya berubah menajam, juan yang biasanya suka menebar senyum sana-sini, kali ini menatapnya dengan seringaian.

Jari jempol juan mengusap pelan bibir kale, sementara sang vocalist hanya terdiam kaku tanpa melepas pandangannya pada wajah juan.

Seperti terhipnotis, kale membuka mulutnya saat jempol itu menarik turun bibir bawahnya hingga terbuka, lagi-lagi juan melebarkan senyumannya.

“have you ever kissed before?” tanya juan, suaranya memberat, binar matanya terlihat walau sejujurnya manik itu menajam.

Kale terdiam, ia bingung ingin menjawab apa. Matanya masih terkunci pada juan. Saat jempol itu menekan bibirnya agak keras, kale tersadar. sadar akan sesuatu

“b-belum... juan?”

“lo bilang kalau jari panjang itu enak, right?” kini jempol itu masuk ke dalam mulut kale tanpa permisi, bermain dengan lidah sang vocalist. Juan tersenyum puas saat mata kale menyanyu menikmati permainan jarinya.

“tangan gue besar, berurat, have you ever imagine about this finger in your hole? Thats must be so good, right?

fuck, maksud kale bukan ini

“jilat, le” ucap juan sebelum akhirnya memasukkan dua jarinya ke dalam mulut kale, laki-laki itu menekan lidah kale di dalam sampai sang empu menutup mulutnya dan tanpa sengaja mengulum dua jari besar itu.

“basahin semuanya”

you're a good boy, kale, right? jadi jangan ngelawan apapun perintah gue malam ini”

dan kale mengangguk mengiyakan.


Cinta adalah definisi perasaan suka atau sayang seseorang terhadap sesuatu, entah itu untuk sesama manusia, hewan atau bahkan benda, rasanya menyenangkan dan mendebarkan tapi kadang memang menyakitkan karena selain bikin senang juga bikin hilang akal, contoh nyatanya adalah Kale Geandra Adhyaksa , ia memang sedang jatuh cinta pada seorang gitaris band nya yang sering dipanggil juan itu, kale menaruh segala ekspetasi mengesankan pada diri juan.

Tapi juan tetaplah manusia biasa, menaruh ekspetasi berlebihan pada manusia adalah hal berbahaya, penyakit hati, karena pasalnya semua orang memiliki sisi gelap yang bahkan tidak semua orang tau. Sama halnya bagi juan.

Sialnya, malam ini juan menunjukkan sisi brengseknya pada kale.

Kale dan segala cinta bodohnya, membuat dirinya sendiri terjebak dalam labirin juan. Laki-laki dengan tampang polos dan suka menebar senyum, sekarang sedang menghancurkan dirinya yang tidak berdaya dibawah kuasanya.

Juan itu brengsek tapi tetap menyenangkan, itu pikiran kale.

“enak? hhh... enak ya?”

Kale terbaring dengan kedua tangannya yang diikat dengan erat oleh kabel bekas oleh juan, si manis mengangkang lebar dengan juan di tengahnya yang menyodok kedua jarinya di dalam lubang sang vocalist.

ahh.. s-sakit”

“tahan, sebentar...” fokus juan kini beralih pada lubang kale, ia berusaha mencari gumpalan daging yang dapat membuat kale berteriak keenakan. Juan menyukainya hanya dengan membayangkannya.

Juan dan obsesinya terhadap suara merdu sang vocalist, juan dan segala pikiran kotornya berhasil menjebak kale dengan tipu daya manisnya. Dan malam ini mangsanya berhasil tunduk dibawah kuasanya.

AHHH!” suara kale mengeras, gelenyar aneh menyengat tubuhnya, rasa sakit itu berubah menjadi rasa asing yang menyenangkan. Kale baru pertama kali merasakan selega itu. Ia menatap juan yang tersenyum miring menatapnya, matanya membesar juga sama terkejutnya.

“ini?” juan tekan lagi jarinya di dalam, tubuh kale refleks gemetar dan memejamkan matanya. rasanya enak

ahh... hah apaan tuh?” ucap kale tak diindahkan juan karena ia sibuk menyodok jarinya pada gumpalan daging itu dengan keras dan cepat. Pikiran kale mendadak kosong, yang ia rasakan hanya nikmat dan mengangkang lebih lebar untuk merasakannya lebih.

ahh... nyah! AHH! juan... juan itu apa?”

Juan tertawa keras, tangan satunya tak tinggal diam karena saat ini sudah melingkupi penis si manis lalu mengocoknya cepat. Kale rasakan tubuhnya bergetar hebat, ia memejamkan mata untuk merasakan rasa asing melingkupi dirinya.

Bukan, bukan cinta tapi rasa seperti bertekuk lutut bersedia menjadi jalang untuk juan.

“hahahahaha enak? Enak ya sampai desah kenceng banget... Ini namanya prostat kale sayang” juan berucap dengan tawanya yang terdengar sarkas dan mengerikan karena deep voice khas juan, kale menyukainya dan akan selalu menyukainya.

“mau pipis, mau pipis, juan cepet... kale mau pipis”

Juan juga rasakan penis kale membesar ditangannya, tapi laki-laki itu bukanlah pria baik seperti biasanya, jadi ia lepas tangan dan jarinya dari penis dan lubang si manis. Menyisakkan siksaan bagi kale.

“juannnnn” kale merengek kesal, juan jadi gemas.

“iyaa sabar”

Laki-laki yang lebih besar mengangkat tubuh kale lalu membaliknya paksa, kale dipaksa menungging di hadapannya. Laki-laki gitarist itu menunduk dan meyesejajarkan wajahnya pada lubang kale lalu gantian pekerjaan lidahnya membuat suara favoritnya itu memenuhi isi ruangan kedap suara ini.

“ahhh... ah juan juan juan...”

“ah! ah! mmh... nghh juan”

“juaaannn!!”

kale mendesah frustasi, rasa ini asing tapi nikmat. Ia sampai menangis merasakan nikmat terus menyerang tubuhnya. Ia makin menungging, membiarkan lidah juan terus menusuk lubangnya sampai bunyi basah dan sesapan terdengar dibelakang.

Suara yang akan selalu diingat dalam memori juan. Indah, merdu, bahkan saat kehilangan akal kale selalu masih sama indahnya. Juan itu terobsesi nyerempet gila.

Juan menyudahi kegiatannya saat kale sudah pelepasan, ia bangun dari duduknya lalu kale saat itu ambruk karena lemas, juan melihatnya lemah tak berdaya hanya karena kegiatan tak seberapa itu —kale itu tidak berpengalaman soal beginian, hanya pernah menonton dan melakukannya sendiri, bahkan membayangkan melakukan ini dengan juan pun tidak.

Kale mendongak untuk sekedar menatap juan yang sedang membuka kaos putihnya, kalau kalian tau bahwa sebenarnya kale sudah berhasil ditelanjangi juan daritadi.

“kale, i know it's your first time...”

Kale mengangguk pelan mengiyakan.

“gue pengen ini berkesan buat lo” juan balik tubuh kale lagi agar wajah mereka berhadapan, ia mengungkung kale, tangan besarnya perlahan mengusap pelan wajah manis sang vocalist sampai empunya memejamkan mata.

“gue bakalan kasik lo nikmat yang bahkan buat ngelupain itu aja lo gak bisa”

Kale tersekat, pikirannya kosong, suara berat juan membuat semuanya terasa menegangkan. Kale dibuat mengangkang lebar dengan juan ditengahnya kembali, kali ini tubuh kale mendadak hilang kendali apalagi saat kale melihat penis besar menegang itu bergesekan dengan lubangnya.

Perkiraan kale salah, soal ciuman atau sekedar mempersiapkan dirinya seperti apa yang ditontonnya, pergerakan juan lebih cepat ke inti.

“j-juan, lo gak foreplay lagi? lo tau kan ini yang pertama kali buat gue?”

“gue tau, gue sebenarnya gak suka foreplay kale... lama! yang penting lubang lo udah siap gue pake”

Kale menghembuskan nafasnya pelan, ia memejamkan matanya erat apalagi saat penis juan mulai masuk secara perlahan. Kesan pertama; itu sakit, banget, kale berteriak merintih tapi juan hanya fokus pada kegiatannya sampai penis besar itu akhirnya masuk ke dalam ke seluruhnya. Keduanya bernafas lega.

Juan memang ingin kale tidak pernah melupakan kegiatan ini, dari rasa sakitnya sampai rasa nikmatnya.

“kale...” juan memanggil kale pelan, gitarist itu menunduk untuk sekedar menatap wajah kale yang menyayu. Laki-laki itu mulai menggerakan penisnya pelan, sangat pelan.

“i-iya juan?”

“lo harus inget ini oke? Lo harus inget rasa sakit sama nikmatnya, iya kale sayang?” juan memgambil kedua tangan kale yang terikat lalu mengecup punggung tangannya, mata kale yang tertutup air mata berbinar melihatnya.

“iya juan”

“lo hanya butuh gue buat ngerasain ini lagi, cuman gue ya kale

“AHH! iya iya juan...” kale mendongak, apalagi saat juan mulai menggerakan pinggulnya cepat menyodok tepat di prostatnya. Kale mendesah kencang, ia berteriak tak tau malu, juga menangis merasakan nikmat yang terus menghantam prostatnya.

Juan menarik kabel bekas yang mengikat kedua tangan kale agar terlepas, kedua tangan yang memerah itu ia bawa untuk memeluk lehernya, dan sodokannya makin mengeras, menghancurkan tubuh dibawahnya. Suara kale terdengar jelas ditelinganya, ia meracau, mendesah, beberapa umpatan pun terdengar.

Kale tidak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya, ia tidak bermaksud memancing juan, tapi tanpa kale tau sebenarnya laki-laki itu memang sengaja melakukannya, apalagi di moment yang tepat seperti kata-kata kale tadi.

Orang bodoh mana yang percaya kalau ada latihan di jam malam seperti ini? ya, jawabannya hanya kale.

keduanya terengah. mereka akhirnya mencapai pelepasan berbarengan, suasana studio kembali kotor lebih tepatnya banyak sperma berceceran di sofa. Kale lemas tak ingin berpikir banyak sementara juan sibuk membereskan semuanya agar besok pagi tidak ada yang mengetahuinya.

“bisa pake bajunya?” tanya juan hanya dijawab gelengan, juan menarik tangan kale agar berdiri lalu memakaikan baju yang awalnya dibuang asal oleh juan, ia juga membersihkan kekacauan yang dibuatnya.

Saat memakaikan baju, tatapan mereka kembali beradu, juan dengan senyum hangat seperti biasa itu kembali “kale, bisa... jaga rahasia?”

“bisa”

“jangan kasik tau siapa-siapa oke? Nanti jendra marah besar hahaha. enak ga tadi?”

“hum”

“mau lagi?”

”.... gatau”

Juan tertawa kecil, ia tau pasti kalau kale akan menurut seperti anak kucing. Sang vocalist yang memiliki suara emas ini adalah definisi indah sesungguhnya, juan sangat menyukai segala sesuatu yang indah. Juan ingin kale karena ia indah, hanya itu.

Kale hanya mengira, perasaannya akan segera dibalas walaupun ia tau bahwa juan seharusnya menjadi kekacauan yang harus kale jauhi.

“ayo pulang”

“eh... gak jadi latihan?”

Juan tersenyum, sambil membuka kunci pintu studio musiknya. “diubah jadwal jadi besok”

Dan tanpa curiga, kale hanya mengiyakan.

Kale tidak bisa berhenti menahan senyumnya dari ia dijemput oleh juan lalu akhirnya sampai di tempat tujuan. Walau sedari tadi tanpa bicara sama sekali di perjalanan, kale tidak merasa sepi karena hati dan pikiran sudah ramai dipenuhi oleh juan, juan, juan

Memang sialan sekali! Eksistensi pria di depannya ini selalu berhasil membuat dadanya sesak karena berdebar, perutnya dipenuhi kupu-kupu sampai rasanya mual— bukan mual karena eneg tapi karena terlewat senang—

Segala hal tentang pria gitaris ini, tentang Juan Putra Permana dengan segala pesonanya bak pangeran yang selalu menjadi incaran setiap wanita atau bahkan pria sekalipun. Karena sumpah senyum yang tercetak di wajah juan itu adalah yang paling manis yang pernah kale lihat. Kepribadian pria itu juga menyenangkan, wajar saja menjadi topik hangat dikampus, apalagi soal bakat bermain gitar yang cukup handal, cukup pantas dibanggakan.

Juan itu manusia nyaris sempurna dimata kale, ya ... namanya juga budak cinta, segala sesuatunya pasti nampak istimewa. Biar cinta melahapnya mentah-mentah, kalau sudah patah mungkin lain kisah.

Kale dan juan sampai di depan gerbang studio musik band mereka, sang gitarist dan vokalistnya berjalan masuk ke ruangan kedap suara itu. Pandangan yang pertama kali mereka lihat adalah semuanya berantakan, mungkin karena terakhir kali kesini memang sedang gladi bersih untuk penampilan di salah satu sekolah di Jakarta.

Kale dan rasa bencinya dengan hal-hal yang tidak se jadi sibuk membersihkan seisi ruangan, sementara juan tidak peduli, karena yang ia pedulikan hanya rasa rindunya pada gitar kesayangannya.

Kale melengos, “bantu kek biar bersih ...” katanya dengan penekanan seperti menyindir, juan hanya tertawa kecil lalu melanjutkan kegiatannya —mengatur senar gitarnya.

Akhirnya kegiatan kale selesai, studio musik tampak terlihat lebih bersih dari sebelumnya. Kale tersenyum puas dan suara tepukan tangan terdengar keras untuknya, itu dari juan.

“widih jadi bersih” katanya, kale hanya mendengus sebal tanpa menjawab lalu beralih duduk di sofa samping juan. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, kale dengan lirik lagu yang akan dinyanyikannya sementara juan dengan gitarnya.

Memang ya, kalau sudah suka dengan seseorang, apapun hal yang ada pada dirinya itu menarik. Bahkan juan yang hanya mengatur senarnya sedari tadi menarik atensi si manis untuk menoleh.

“gue dari dulu pengen bisa main gitar” kata kale, pandangnya tak lepas dari gerak tangan juan. Sang gitarist menoleh sebentar lalu di detik berikutnya malah tertawa kecil.

“belajar lah”

“udah kok, tapi susah, apa karena faktor tangan sama jari gue yang kecil ya?” kale melihat tangannya sendiri, dibanding juan, tangannya memang kecil. “kalau tangan lo gede terus jarinya juga panjang sama berurat jadinya kuat, pasti enak

Di kalimat terakhir kale, juan sontak menoleh lalu tertawa besar. Si manis itu hanya menatapnya heran lalu selanjutnya semburat merah melingkupi seluruh wajahnya. Ngomong apasih?!

“m-maksudnya enak main gitarnya bangsat, bukan yang itu ...” ucap kale, ia mengalihkan pandangannya ke kertas dengan lirik lagu, enggan melihat juan yang masih menertawakannya.

Kale pun tidak sadar kalau juan sudah berjalan menuju pintu, awalnya ia pikir juan akan keluar—salah— juan mengunci pintunya.

“kok dikunci?”

“sstt... gue denger suara di depan” juan menaruh telunjuk kanannya di depan bibirnya, mengisyaratkan kale untuk tidak berisik.

“hah? Itu mungkin rendy sama yang lain”

“bukan kale, kalau anak-anak pasti berisik”

Kale terdiam sebentar sementara juan berjalan mendekat. Tubuh besar itu sudah ada dihadapannya, kale mendongak dan menatapnya heran.

“apa?”

Juan tidak menjawab. Matanya berubah menajam, juan yang biasanya suka menebar senyum sana-sini, kali ini menatapnya dengan seringaian.

Jari jempol juan mengusap pelan bibir kale, sementara sang vocalist hanya terdiam kaku tanpa melepas pandangannya pada wajah juan.

Seperti terhipnotis, kale membuka mulutnya saat jempol itu menarik pelan bibir bawahnya, lagi-lagi juan melebarkan senyumannya.

“have you ever kissed before?” tanya juan, suaranya memberat, binar matanya terlihat walau sejujurnya manik itu menajam.

Kale terdiam, ia bingung ingin menjawab apa. Matanya masih terkunci pada juan. Saat jempol itu menekan bibirnya agak keras, kale tersadar. sadar akan sesuatu

“b-belum... juan”

“lo bilang kalau jari panjang itu enak, right?” kini jempol itu masuk ke dalam mulut kale tanpa permisi, bermain dengan lidah sang vocalist. Juan tersenyum puas saat mata kale menyanyu menikmati permainan jarinya. “tangan gue besar, berurat, have you ever imagine about my finger in your hole? Thats must be so good, right?

fuck, maksud kale bukan ini

Pintu kamar terdengar terbuka, jisung yang awalnya duduk disofa lantai bawah sontak menoleh ke atas, ia berlari ke arah kamarnya dan pintu bercat putih itu sudah setengah terbuka.

Jisung berlari dan segera membuka pintunya kasar, disana ada chenle memakai baju lengan panjang putihnya sednag duduk di atas kasur, tanpa menolehnya dan tanpa berbicara sedikitpun.

Alpha itu menatapnya sendu, sudah dua hari mereka tidak bertegur sapa padahal berada dirumah yang sama, jisung tidak yakin ini rindu atau bukan tapi sesak.dan lega sekaligus ia rasa. Tanpa banyak kata, ia peluk omeganya erat dan chenle enggan melewan. Ia biarkan rasa rindunya lebur di dalam dekapan sang alpha.

Chenle masuk ke dalam rumah, tadi sungchan yang antarkan, selama perjalanan pun ia tidak berucap apa-apa dan sungchan mengerti perasaannya jadi tidak bertanya apapun.

Pandangan yang ia lihat pertama kali adalah lampu ruang tamu yang mati, hanya lampu dapur dan televisi yang menyala. Air mata sudah terkumpul lagi dipelupuk matanya, wajahnya pucat karena mennagis tadi tapi saat melihat seseorang tidur dengan santai di sofa, emosinya kembali memuncak.

Ia ambil bantal sofa lalu dipukulnya dengan brutal ke arah wajah jisung sampai empunya terbangun dengan terkejut, si omega tidak berhenti memukulnya walaupun jisung sudah berkali-kali merintih.

“apaan sih? chenle, chenle ...” jisung pegang kedua tangan chenle, ia tatap omeganya, terkejut bukan main ternyata manik cantik itu berwarna biru terang yang artinya sisi omeganya menguasainya. “hey, kenapa?”

“BANGSAT! MASIH BISA LO TANYA KENAPA?” chenle hempaskan tangan si alpha lalu berjalan cepat menuju kamarnya juga tak lupa membantingnya keras dan menguncinya cepat.

Jisung terdiam, ia bingung, namun di detik selanjutnya ia menepuk dahinya. Sial

“gapapa chenle, mungkin lain hari ya?” ucap bu rina— dokter kandungan yang hampir setiap minggunya chenle kunjungi untuk check up soal kandungannya. Chenle tersenyum pahit, lalu mengangguk mengiyakan dan mengucapkan banyak maaf atas waktu yang dibuangnya sia-sia untuk menunggu si alpha.

Chenle berusaha menghubungi jisung ratusan kali, tidak dijawab oleh empunya berkali-kali. Janjinya tadi setengah enam sudah akan menjemputnya tapi sekarang sudah hampir setengah 8 ia tidak memperlihatkan dirinya. untuk pertama kalinya, janjinya tidak ditepati

Chenle berjalan menuju keluar rumah sakit, berharap jisung sudah berada di area parkir. Tapi nihil, tidak ada yang menunggunya, ia hanya berakhir duduk di depan kursi tunggu bagian depan rumah sakit. Sekali lagi ratusan pesan ia kirimkan lewat watsap pun tidak ada jawaban.

Satu isakan terdengar menyusul isakan berikutnya berlanjut tangis yang membuat dada omega itu sesak bukan main. Manik yang tiba-tiba berubah menjadi biru terang berkali-kali menjatuhkan beberapa bulir air mata, emosinya tidak bisa ia kuasai.

selain dalam masa rut atau heat, jika sedang dalam suatu kondisi hati yang berlebihan juga, seperti emosi atau sedih yang berlebihan memang rawan bagi seorang alpha atau omega mengeluarkan sisi dirinya yang lain. Menunjukkan bahwa ia sedang dalam tahap tidak bisa menguasai dirinya

“bangsat!” chenle memegang erat rambutnya sendiri lalu menariknya kasar, beruntung tidak ada orang yang berlalu lalang, ia hanya butuh pelampiasan.

Berkali-kali chenle tarik rambutnya, memukul kursi yang diduduki dan hampir memukul perutnya sendiri sampai salah satu tangan menarik tangannya.

“berhenti nyakitin diri sendiri lo kayak gitu ...” katanya, manik biru terang chenle menatap ke arah seseorang yang menarik tangannya erat. Mereka saling pandang dan tangis chenle mengeras tak tau malu, seorang alpha di depannya menghembuskan nafas kecil sampai membawa tubuh chenle ke dalam dekapannya.

“jisung, lo jahat banget, sialan! Babi, monyet, anjing, bangsat lo” kalimat kasar dilontarkan bertubi-tubi di dalam dekapan, chenle menangis kencang malam itu. Sisi omeganya melahap dirinya mentah-mentah, sisi lemahnya itu keluar tanpa tau permisi.

“iya, nanti dimarahin jisungnya” sungchan berucap menenangkan.

“gapapa chenle, mungkin lain hari ya?” ucap bu rina— dokter kandungan yang hampir setiap minggunya chenle kunjungi untuk check up soal kandungannya. Chenle tersenyum pahit, lalu mengangguk mengiyakan dan mengucapkan banyak maaf atas waktu yang dibuangnya sia-sia untuk menunggu si alpha.

Chenle berusaha menghubungi jisung ratusan kali, tidak dijawab oleh empunya berkali-kali. Janjinya tadi setengah enam sudah akan menjemputnya tapi sekarang sudah hampir setengah 8 ia tidak memperlihatkan dirinya. untuk pertama kalinya, janjinya tidak ditepati

Chenle berjalan menuju keluar rumah sakit, berharap jisung sudah berada di area parkir. Tapi nihil, tidak ada yang menunggunya, ia hanya berakhir duduk di depan kursi tunggu bagian depan rumah sakit. Sekali lagi ratusan pesan ia kirimkan lewat watsap pun tidak ada jawaban.

Satu isakan terdengar menyusul isakan berikutnya berlanjut tangis yang membuat dada omega itu sesak bukan main. Manik yang tiba-tiba berubah menjadi biru terang berkali-kali menjatuhkan beberapa bulir air mata, emosinya tidak bisa ia kuasai.

selain dalam masa rut atau heat, jika sedang dalam suatu kondisi hati yang berlebihan juga, seperti emosi atau sedih yang berlebihan memang rawan bagi seorang alpha atau omega mengeluarkan sisi dirinya yang lain. Menunjukkan bahwa ia sedang dalam tahap tidak bisa menguasai dirinya

“bangsat!” chenle memegang erat rambutnya sendiri lalu menariknya kasar, beruntung tidak ada orang yang berlalu lalang, ia hanya butuh pelampiasan.

Berkali-kali chenle tarik rambutnya, memukul kursi yang diduduki dan hampir memukul perutnya sendiri sampai salah satu tangan menarik tangannya.

“berhenti nyakitin diri sendiri lo kayak gitu ...” katanya, manik biru terang chenle menatap ke arah seseorang yang menarik tangannya erat. Mereka saling pandang dan tangis chenle mengeras tak tau malu, seorang alpha di depannya menghembuskan nafas kecil sampai membawa tubuh chenle ke dalam dekapannya.

“jisung, lo jahat banget, sialan! Babi, monyet, anjing, bangsat lo” kalimat kasar dilontarkan bertubi-tubi di dalam dekapan, chenle menangis kencang malam itu. Sisi omeganya melahap dirinya mentah-mentah, sisi lemahnya itu keluar tanpa tau permisi.

“iya, nanti dimarahin jisungnya” sungchan berucap menenangkan.

5 bulan berlalu, banyak perubahan baik yang terjadi beberapa belakang ini. Dari kandungan chenle yang semakin besar, renjun yang sudah mendapatkan pekerjaan, jaemin dan jeno yang sukses besar menjalani perusahaan papanya dan mereka akan melaksanakan pernikahan sebentar lagi. Chenle ikut berbahagia.

Dan jisung, ia berhasil lulus S1 di jurusannya beberapa bulan yang lalu— ya, sesuai perkiraannya— dan sekarang menjadi kepala restaurant di salah satu reataurant ternama di kotanya. keren, kan

Seperti kata chenle, semuanya berjalan baik-baik saja walaupun rasanya masih sama saja. Perasaannya berjalan di tempat, mamanya yang belum bisa menerima jisung dan sungchan— oh iya, sungchan tidak pernah kelihatan lagi setelah percakapannya di hari kedua mereka bertemu kemarin dan selesai?

Chenle tidak mau memusingkan, karena itu sama sekali bukan hal yang harus ia prioritaskan. Karena sekarang, ada satu orang dihadapannya sudah menjadi pusat perhatian dan segala perasaannya selama setahun lebih.

Orang itu menepati semua janji setiap minggunya, selalu ada saat dibutuhkan dan selalu alpha itu. Jisung berkeliling memilih baju bayi kesana kemari, lihat siapa yang kemarin mengoceh sekarang malah asik sendiri. Minggu selalu menjadi hal yang ditunggu

“liat, ini lucu ada gambar lumba-lumbanya” kata jisung dengan senyum puas lalu menyodorkan baju itu pada chenle ingin memberitahu “lo suka lumba-lumba, mba ini satu”

Chenle mengangguk, “udah ah, capek, mau pulang”

“iya ayo pulang”

Dan hari minggu selalu ditutup dengan percakapan random tentang apapun. Seperti kata chenle, semuanya berjalan lancar, semuanya baik-baik saja dan semoga saat jiel lahir nanti ada banyak perubahan lebih baik lagi.

seperti jisung dan perasaannya yang selalu disembunyikannya

“jisung ...” panggil chenle, sekarang keduanya sudah berada di ruang tamu karrna si omega ingin menonton sesuatu dan sebagai alpha yang penuh tanggung jawab, jisung temankan.

Alpha itu menoleh untuk melihat chenle yang matanya terfokus pada televisi, ia tertawa kecil lalu membalas tatapan si alpha.

“nanti gue mau beli perkengkapan jiel, temenin ya”

“iya pasti, tapi jangan dulu sekarang”

“lah kenapa?”

Jisung menghela nafas panjang sambil membolakan matanya malas, ia bawa tangannya untuk melingkupi perut chenle. Tidak ada usapan hanya memegang lembut.

“jiel belum besar disini, takutnya lo kenapa-kenapa, jangan cari perkara”

Chenle terdiam, jisung kalau sedang mode serius ini memang aura alphanya terasa mendominasi sisi omeganya. Jadi ia hanya mengangguk kaku untuk mengiyakan sambil memakan kembali eskrimnya.

“i-iya, tapi beneran ditemenin ya... “

“iya chenle”

dikalimat terakhir jisung, lebih cocok dipakai sayang kan untuk kata ganti chenle

Dengan dua tas kresek digenggamannya, jisung masuk ke dalam rumahnya. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah chenle dengan sapu ditangan kiri juga kemoceng di tangan kanannya, omega itu sibuk menoleh kesana kesini melihat hal apa lagi yang harus dibersihkan atau mungkin hal apa yang harus ia mulai untuk bersihkan.

Jisung terkekeh gemas melihat penampilan chenle dengan apron yang terpasang apik ditubuhnya, sudah persis seperti pembantu kalau kata jisung.

“ngapain sih?” jisung menghampirinya, ia tertawa tidak henti apalagi saat melihat wajah chenle kentara menahan kesal.

“ya ... Lo liatnya gimana? Berenang? Udah jelas-jelas lagi bersih-bersih”

“santai dong, ngegas terus ...” si alpha itu berjalan menuju dapur dan menaruh barang belanjaannya di meja makan. Ia memasang apron barunya juga pada tubuhnya, sebenarnya ia baru pertama kali memakai ini hanya karena ingin menyelamatkan kaosnya dari noda saat memasak nanti.

Jisung kesusahan memasang apronnya, berkali-kali mencoba selalu saja kepalanya salah masuk atau tidak talinya yang mendadak tidak bisa terikat. Chenle melihat itu kemudian berlalu menghampiri alphanya sambil berdecak kesal.

Chenle ambil alih apron tersebut, lalu berjalan ke arah belakang jisung dan mengikat tainya dibelakang dengan apik sama sepertinya.

“lo udah dewasa masih aja ga bisa make ginian? Umur berapa sih lo?”

“20”

“kayak anak smp kelakuan lo”

Jisung mendengus sebal, lalu beralih pandang melihat ke arah rumahnya. Semuanya berantakan tapi tidak mungkin juga ia berikan semua tugas bersih-bersih pada chenle mengingat kandungannya sudah berjalan hampir dua bulan.

“le, lo mending pungut semua sampah deh terus udah langsung mandi aja”

“gue mau bersih-bersih!”

“ya ... Itu kan, pungut sampahnya terus buang ke tempat sampah”

Chenle mengernyitkan dahinya merasa tidak senang dengan pendapat jisung, “terus yang nyapu, ngepel sama lap kaca siapa?”

“gue lah, ya kali setan”

Jisung berjalan untuk membersihkan bahan-bahan makanannya agar selesai ia bersih-bersih nanti bisa langsung masak juga. Tapi, tiba-tiba kaos bagian bawahnya ditarik pelan oleh si omega yang sudah memberengut lucu.

“gue bilang gue mau bersih-bersih, berarti nyapu, ngepel, ngelap juga bodoh”

Jisung mengangkat alisnya sebelah, merasa bingung dengan permintaan ornag di depannya ini. Memang ada ya orang dengan sukarela ingin menjadi babu di rumah? Memang ngidam chenle hari ini aneh sekaligus menguntungkan sih

“ya, yaudah oke ... nanti bareng gue bersih-bersihnya biar rapi”

“ajarin gue, darimana gue harus nyapu?” chenle menyodorkan sapu yg dipegangnya tadi, tapi jisung malah mengambil kemoceng yang ditaruh omeganya di meja makan juga lalu menyodorkannya pada chenle dan mengambil alih sapunya.

“bersihin dulu atasnya baru bawahnya” ucap jisung sambil mencuci beberapa sayuran dan buah-buahan yang tadi dibeli, chenle menatap kemocengnya sebentar lalu tiba-tiba merentangkan kedua tangannya ke arah alphanya

Jisung menoleh, chenle ketawa kecil lalu berucap, “sambil gendong”

Alpha itu membulatkan matanya terkejut, pasalnya permintaan kali ini memang kelewat menyusahkan dirinya selain mencari bubur di jam hampir tengah malam. Jisung memijat pelipisnya karena pusing, tapi tetap saja ia turuti kemauan omeganya dengan menggedongnya di punggung lebarnya

Chenle tertawa keras, tawanya itu khas. Jisung jadi hapal semua hal tentang chenle karena satu tahun lebih mungkin sudah bersama— maksudnya, tinggal satu atap.

Bahagianya lepas, tawanya menguar memenuhi ruangan. Dengan omega itu digendongan alphanya, mereka saling bercanda satu sama lain tapi juga sambil beres-beres tak lama kemudian.

Hari libur jisung habiskan seharian dengan omeganya, rasa bahagianya ia rasakan kembali, walau lelah jauh lebih mendominasi diri namun dengan chenle semuanya seakan terhapus sampai nanti. Sampai ia percaya perasaannya, sampai ia menerima chenle dengan cintanya seutuhnya.

entah, tak tau kapan? tapi yang pasti akan

“pelan-pelan le, aduh gue takut banget anjing”

“Ngapain sih lo? Gue mau mandi ngapain dituntun gini, gue ga sakit kaki”

“ck, hati-hati!”

“iyaaa bawel amat!”

“el, how it's feel?”

“enak, enak banget”

“hahaha, good baby”