rereeeee

“Lo daritadi diem aja, ga seneng ya sama makanannya?”

Jisung bertanya. Mereka berdua sedang berada di dalam mobil yang masih terparkir di parkiran restauran. Lumayan sepi, jadi mereka leluasa ingin berdiam diri lebih lama lagi.

Chenle menoleh, ia sedikit terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan sang alpha, pasalnya barusan ia mengira bahwa jisung tidak akan mengetahui gundah yang dirasanya mengingat alpha itu senang-senang saja menimmati hidangannya.

“eng-enggak... enak kok tadi” jawab chenle.

“terus kenapa diem daritadi?”

“lah? emang biasanya gimana?”

“banyak bacotnya”

Chenle memejamkan matanya, menarik nafas panjang sambil mengusap pelan perutnya yang kemarin baru saja memasuki bulan keenam. Kandungannya sudah besar dan jiel makin aktif bergerak di dalam sana. Chenle harus bisa mengatur emosinya.

“males, lagi banyak pikiran” ucap chenle, ia enggan menatap ke arah alphanya. Ia bawa pandangannya keluar jendela, menumpu kepalanya dengan tangan kirinya.

Jisung menghela nafas, padahal sebenarnya hatinya sedang senang hari ini tapi kenapa omeganya tidak, ia juga berekspetasi soal chenle yang akan excited dibawanya kesini. Dengan perasaan campur aduk jisung hidupkan mobilnya lalu berjalan keluar parkiran.

Hening. Suasana hening di mobil, tidak ada percakapan apapun dan tidak ada yang berusaha membuka topik pembicaraan. Mereka yang di dalam mobil sibuk dengan acara dipikiran masing-masing. Jisung sibuk dengan menyetir dan chenle dengan mengusap terus menerus perutnya.

Chenle menegang. Ia rasa mobil ini semakin membawa mereka jauh dari rumah, karena jalan saja sudah beda arah dari biasanya.

“Jisung, mau kemana? Rumah lo udah lewat”

Jisung tersenyum, ia membawa mobilnya terus melaju sampai ke arah pusat kota. Chenle mengedarkan pandangannya dan matanya berbinar melihat malam pusat kota yang terang. Lampu-lampu gedung menghiasi setiap jalan, orang-orang berjalan kesana kemari. Chenle melihat ke depan, ke arah jisung membawa mobilnya.

Itu taman kota yang dipenuhi anak-anak kecil sedang bermain.

“ngapain bego?”

“biar lo ga banyak pikiran” ucap jisung saat berhasil memakirkan mobilnya, ia keluar terlebih dahulu sementara chenle masih saja cengo, ia bingung dengan apa yang diucap jisung. Sampai alphanya itu tiba-tiba membuka pintu bagiannya, ia merentangkan tangan. “keluar sini, ayo belanja. Tenang, gue yang traktir”

Apa kata chenle diawal memang benar, kan. Omega itu berkali-kali dibuat patah dengan ketidakyakinan tapi disatu sisi chenle tidak memungkiri akan semakin jatuh cinta dengan jisung. Hal-hal kecil yang alpha itu lakukan selalu berharga untuk disimpannya di memori.

Chenle mengangguk, sejenak ia berhasil lupa soal waktu. Ia meraih tangan jisung dan alpha itu mengaitkannya dengan tangannya. Erat namun tidak menyakitkan.

“hati-hati ada jiel”

“iyaa iya”

Jisung itu pintar menuai harapan kosong.

Hari ini ia berhasil mendapatkan kerjaan baru. Bagus. Semuanya nampak lebih baik dari sebelumnya. Semuanya sudah kembali baik sama seperti sedia kala. Jisung berinisiatif untuk mengajak chenle jalan-jalan, ingat ya ini, bukan karena apa apalagi soal perasaan ia hanya ingin memberikan chenle sedikit hadiah agar hatinya tenang juga kondisinya aman.

Jisung memikirkan jiel, chenle akhir-akhir ini terlihat gundah dan bahaya kalau sampai stress

“Ji, bantu gue ya... Ketemu mamah”

Wajah chenle memelas, sushi favoritnya belum habis dimakannya 20 menit sedari tadi pesanannya datang. Jisung menatapnya, bahkan alpha itu tidak menyadari wajah memelas yang tercetak disana. Jisung tersenyum sambil memasukkan sushinya ke dalam mulutnya.

ia hanya niat bercanda

“gatau le, kayaknya gue ga bisa”

Chenle mendongak dan menatapnya kembali, lalu tersenyum kecil dan lanjut memakan makanannya dengan cara menusuk kasar dengan sumpit. Jisung di depannya sudah cekikikan dalam diam.

“lo pengen gue gebuk ya?” jawab chenle sarkas.

Semuanya kembali seperti semula, layaknya tidak ada masalah dan tidak ada yang dipusingkan. Jisung yang akhirnya mendapat pekerjaan yang bagus lagi— atau bahkan lebih baik dan chenle bersyukur untuk itu walau setiap hari hatinya was was karena, ya, seminggu bukanlah waktu yang sebentar.

“Ji, bantu gue ya... ketemu sama mamah?”

“liat nanti ya le, gue ga bisa janji”

Chenle menangguk kecil, ia menengadah dan hanya menunjukkan senyum pahit saat jisung membawanya ke restauran jepang kesukaannya waktu itu. Harusnya menyenangkan tapi entah kenapa chenle suka menghancurkan dirinya sendiri seperti saat ini.

“lo pengen gue gebuk ya?” chenle menusuk sushinya kasar, jisung di depannya membulatkan matanya terkejut.

Omega itu mendesah pelan padahal dalam hatinya juga sedang resah.

Semuanya kembali seperti semula, layaknya tidak ada masalah dan tidak ada yang dipusingkan. Jisung yang akhirnya mendapat pekerjaan yang bagus lagi— atau bahkan lebih baik dan chenle bersyukur untuk itu walau setiap hari hatinya was was karena, ya, seminggu bukanlah waktu yang sebentar.

“Ji, bantu gue ya... ketemu sama mamah?”

“liat nanti ya le, gue ga bisa janji”

Chenle menghela nafas lalu menangguk kecil, ia menengadah dan hanya menunjukkan senyum pahit saat jisung membawanya ke restauran jepang kesukaannya waktu itu. Harusnya menyenangkan tapi entah kenapa chenle suka menghancurkan dirinya sendiri seperti saat ini.

“iya... “

CW // harshword, frontal, sex explicit scene, 'lil bit bdsm, dirtytalk. jorok, ini kotor banget Minor do not interact!

Hari ini hujan mengguyur ibu kota. Suhu udara tidak manusiawi memenuhi seisi Jakarta selatan, ya termasuk daerah pondok indah, tempat tinggal dua orang terkenal bajingan yang sering dipanggil gale dan jerry.

Jerry tersenyum saat melihat isi chat dari gale, tetangganya yang rumahnya hampir 8 tahun saling berdempetan dengan rumahnya dan kamar gale tepat berada disamping kamarnya.

Semenjak chat yang barusan terjadi diantara mereka, jerry tau hal gila akan gale lakukan untuk memenuhi nafsunya saat ini, seperti menyebrang ke teras rumahnya. Sinting

Ketukan sarkas beberapa kali terdengar keras dari pintu teras rumah jerry dan sang tuan rumah sudah mengira kalau itu gale. Laki-laki jangkung dengan baju rumahannya itu segera membuka lebar pintu teras kamarnya, menampilkan gale dengan keadaan kacau, pakaian kebesaran serta celana pendek yang tertutup bajunya. Lalu apa kekacauan yang jerry lihat sekarang? Wajah manis itu menangis.

“hey—” jerry mendekat tapi langkahnya tertahan saat gale mendadak menarik bajunya lalu menyatukan kedua belah bibir keduanya. Hanya kecupan dan lumatan pelan sampai keduanya terbuai dan tak sadar kalau sedang masih berada diteras.

Jerry membuka matanya pelan sambil tetap membalas ciuman dari gale, matanya jelas melihat manik lawannya yang mengeluarkan air mata dalam pejamnya. Perlahan tangan besarnya ia bawa ke wajah gale, ia usap pelan untuk menghilangkan air mata yang jatuh.

Gale melepaskan ciumannya sepihak, menyisakkan untaian saliva dari keduanya. Ia enggan melihat jerry karena sedang menangis, takut takut malah jadi bahan ejekan.

“gue mau ngelupain masalah lagi” ucapan gale terdengar gemetar, jerry tak banyak berbicara hanya menatapnya datar sambil menarik pelan gale masuk ke kamarnya yang gelap.

Ia dorong gale ke kasurnya hingga laki-laki itu terlentang pasrah meminta dihancurkan, sementara jerry mengungkungnya diatasnya. Tampan. Gale terpesona karena terbawa suasana. Mereka saling melemparkan senyuman.

“seberapa besar?” tanya jerry dengan suara beratnya.

“gue pengen ngelupain itu jer, sakit banget” gale menunduk, ia menghapus air mata yang terus menerus turun membasahi pipinya.

Jerry mengangguk kecil dengan seringaian, “mau dikasarin?”

“yes please! i beg u, jer...”

Jerry tertawa kencang, semenjak pertandingan itu gale jadi makin ketagihan dengan sex terutama dengan dirinya. Seberapa besar masalah yang ingin dilupakan, jerry akan semakin kasar. Gale yang ingin, jerry hanya bersedia.

“okey, i won't stop le...”


Gale kewalahan. Jerry kalau sudah ikut bernafsu akan hilang akal. Ciumannya semakin dalam dan semakin menuntut, gerakannya juga kasar, kadang bibir bawah gale menjadi sasaran untuk gigitannya yang cukup keras.

Tangan besar itu tidak tinggal diam, ia menyelusup ke dalam kaos kebesarannya dan mengusap pelan dada hingga perutnya, berulang kali mengikuti irama ciuman.

Jerry melepas ciumannya. Ia melihat keadaan gale yang jauh dari kata baik. Semuanya kacau, jejak saliva berantakan di ujung bibirnya, rambut yang acak-acakan dan kaos yang sudah disingkap setengah badan menampilkan perut dengan kulit putih dan mulusnya. Jerry menyukainya, ia sangat suka gale hancur dibawahnya.

“memohon”

“h-hah?”

“seperti biasa le”

Gale meneguk ludahnya kasar, deep voice jerry memang selalu berhasil membuat libidonya naik “jerry, please...”

Jerry tertawa, ia menyukainya. sangat suka. Gale yang memohon minta dihancurkan, gale yang memasrahkan diri diberi banyak cinta olehnya, gale yang haus akan afeksi, gale yang membutuhkannya.

“hahaha bangsat!” dengan tangan kasarnya, jerry membuka paksa kaos dan bawahan milik gale sekaligus, tidak menyisakkan satupun helai ditubuh si manis.

Jerry mendekat ke area leher, ia jilat bagian itu, membubuhkan banyak ciuman dan memberinya beberapa tanda yang akan berwarna keunguan nantinya. Leher putih itu akan berkali lipat cantik saat diberi tandanya, begitu pikiran jerry

“ah—nghh...” gale mendongak, bagian sensitifnya diserang telak. Bagian leher yang dicium beberapa kali dan bagian dada yang diusap pelan.

Jerry menjauhkan wajahnya dari ceruk leher laki-laki dibawahnya. Ia menikmati wajah yang mendongak dengan mata terpejam itu keenakan saat tangannya sibuk mempermainkan putingnya yang ikut menegang.

“enak le?”

“sakit... ah! jangan ditarik bego” gale memegang erat tangan jerry yang menarik putingnya terus menerus. Perih dan enak bercampur jadi satu, namun tetap saja sakit apalagi jerry tak segan menariknya dengan kuku.

“masa sakit? kalau dijilat gimana?”

shh... iyaa jilat isep, sakit kalau ditarik jer”

“pengen banget dijilat?”

Mata sayu gale menatap jerry yang tersenyum diatasnya, memang brengsek laki-laki di depannya ini. Kalau sudah seperti ini jerry suka sekali mempermainkannya, kalau melawan pasti permintaannya tidak akan dituruti, satu-satunya cara hanya memohon.

“iya jer, mau mau dijilat... please

“good boy”

Sialan.

Jerry bawa kedua tangan gale ke atas kepala empunya, menyuruhnya agar tidak menurunkan tangan itu sekalipun dengan sengaja atau tidak. Ia bawa tiga jari besarnya ke dalam mulut gale untuk dihisap, meredam desahannya yang pasti akan ribut.

“aah... mmh” gale merem melek dibuat jerry, ditambah tiga jari panjang milik sang dominan menelusuri dalam rongga mulutnya.

Suara erangan gale memenuhi kamarnya yang beruntungnya kedap suara. Bunyi sesapan terdengar jelas walaupun hujan diluar sangat ribut, lidah jerry sama sekali tak berhenti menjilat serta menghisapnya. Menyusu seperti bayi kehausan.

Jerry selesai dengan kegiatan menyusui, ia juga mengeluarkan tiga jari yang sudah basah dengan air liur si manis. terlalu banyak saliva melingkupi jarinya, jerry tersenyum lalu menjilat salivanya itu tanpa jijik, dengan sukarela.

Gale melihatnya dan penisnya mendadak berkedut. Ia terangsang hanya melihat seberapa tampan dan seksi penampilan jerry saat ini, sialan! Jerry itu memang punya pesona yang luar biasa seperti apa yang digosipkan. Harusnya dari dulu gale percaya semua yang dikiranya omong kosong itu.

“ahh... ah!” gale mendongak, dadanya juga membusung, sesuatu mencoba menerobos lubangnya yang kering dibawah sana. Itu dua jari besar milik jerry.

“tahan desahan lo”

“sakit anjing sshh...

“gue bilang tahan!” jerry berhasil memasukkan dua jarinya ke dalam lubang gale keseluruhan, tanpa aba-aba ia gerakkan jarinya brutal. Menyodok lubang itu dengan sangat keras tanpa ampun. Gale berteriak, tubuhnya menggeliat, air mata juga bergelinang di pelupuknya.

Sakitnya bukan main, perih karena lubangnya kering, sodokan jerry itu terlalu keras dan dalam. Gale terisak kecil dan mendesah kencang saat merasakan kedua jari itu menyentuh titik nikmatnya.

“AHH! jer, ah itu!” gale berteriak frustasi. Ia mengangkang lebih lebar menuruti gerak tangan jerry yang membuka pahanya lebih lebar. Jerry tersenyum menatapnya yang wajahnya sudah berwarna merah padam.

Jerry menekan titik itu lagi, enak. Rasanya enak, sesuatu yang membuat gale ketagihan.

“ini ya?”

nghh..mmh iyaa iya ituu!”

Jerry menyeringai, “enak? mukanya sampe merah banget”

“iyaa iya jerry enak... tangan lo gede banget. penuh, di dalem banget” gale meracau tidak jelas tapi cukup dimengerti.

gale makin mengangkang di hadapan jerry, dan laki-laki didepannya ini makin menggerakan jarinya kasar, menerobos masuk, menumbuk terus menerus titik nikmat disana. Suara basah terdengar dibawah sana, penisnya berkedut terus menerus. Dan jerry membawa tangan satunya untuk meremas twinsballnya

“Aaaah!”

“Lubang lo jepit jari gue banget le, saking enaknya hm? Mau lebih?”

“ye-yes! Moree, please”

Bagai jalang haus kenikmatan duniawi. Begitu kata jerry dalam hati, ia gumamkan betapa indahnya gale dibawah kungkungannya. memohon sambil menangis meminta kenikmatan.

Alih-alih menuruti permintaan gale, ia malah mengeluarkan kedua jarinya, menyisakkan kehampaan di lubang yang berkedut itu.

“kok lo keluarin?!” protes si bajingan kecil.

Jerry tidak menjawab, ia memilih bangkit dari tempat tidur lalu melepas semua pakaiannya keseluruhan. Sekarang ia sama telanjangnya seperti gale. Sabuk hitam di genggamannya ia taruh diatas kasur sementara dasi sekolahnya ia bawa ke arah gale, membentangnya dihadapan gale dengan seringaian.

“tangan lo”

Gale memberikan kedua tangannya ke hadapan jerry yang langsung mengikatnya kuat dengan dasi yang dipegangnya. gale terdiam, ia tidak kaget juga tidak marah. mereka sudah biasa melakukannya kalau sedang lelah dihadapi masalah besar dalam hidup.

Pelampiasan paling nikmat.

“le, lo pernah dicambuk?” jerry bertanya. Laki-laki itu masih sibuk mengikat erat dasi di tangannya, gale yang ditanya hanya menjawab gelengan. “gue ga denger jawaban lo”

“gue... gue ga pernah dicambuk”

Jerry tersenyum lalu mengangguk, “sekarang lo balik badan terus menungging” laki-laki bertubuh lebih besar itu berkata dengan suara seraknya, hawa menakutkan ditangkap gale dengan baik apalagi saat jerry membawa sabuk berwarna hitam itu digenggamannya. Gale menatap jerry takut.

“jer, lo mau ngapain?”

Jerry terdiam. raut wajahnya berubah datar padahal tadi ia tersenyum. Jerry lipat sabuknya lalu bahan kulit itu diusapnya pada paha putih gale, halus dan pelan.

“lo tau sesuatu le, bokap sering mukul gue make benda ini. Benda sialan yang hampir setiap hari bersentuhan sama kulit gue dari kecil” jerry mengangkat sabuk itu, menatapnya bengis sebelum akhirnya tertawa.

“lo harus coba! lo pasti ketagihan, rasa sakitnya bakalan bikin lo lupa semua masalah lo” bisik si dominan.

Gale memejamkan matanya, ia hanya ingin melupakan masalah sialan dirumahnya. Ia hanya ingin lupa dan jerry menawarkan sesuatu yang katanya nikmat walaupun gale tau itu akan menyakitinya dan menambah lebam dikulitnya. Tapi ia ingin mencobanya

“mau?”

Tanpa menjawab gale membalikkan tubuhnya sendiri lalu menungging dihadapan jerry, menunggu sabetan sabuk itu mengenai permukaan kulitnya. Iya, kata jerry rasanya akan menyenangkan dan gale akan percaya.

“dua kali”

“dua kali?”

“dua kali cambukan dan lo bisa langsung nyodok gue”

Sial. Ngomong apa dia barusan?

Jerry menyeringai lebar, ia usap pelan bongkahan kenyal yang terekspos percuma di depan matanya, sabuknya ia bawa untuk mengusap pantat tersebut. Sedangkan gale di depannya lagi nahan napas, matanya terpejam, sprei dikasur ia remat erat. Ia menunggu sabuk itu menyapa keras tubuhnya.

CTAR!

“ARGHH!”

satu hal yang gale rasakan, tubuhnya nyeri dan sakit. Jerry tidak segan-segan menampar pantatnya dengan sabuk cukup keras.

Tapi ada satu hal yang berbeda yang gale rasakan.

CTAR!

“AHHH!”

Ia makin terangsang.

Jerry buang asal sabuknya, tidak peduli akan dijatuhkan kemana benda itu. nafsunya sudah berada diujung tanduk apalagi saat mendengar desahan kencang dari gale, salah satu hal yang paling disukainya setelah paras gale.

Ia kocok cepat penisnya sendiri sebelum akhirnya memasukkannya keseluruhan ke dalam lubang milik gale, nyodok lubang itu keras tanpa ampun.

Kepalanya menggeleng kencang, desahannya tidak tertahan apalagi posisi menungging begini membuat pergerakan jerry lebih leluasa, terlalu cepat dan terlalu dalam. Gale menangis disertai desahannya, ini terlalu nikmat. enak. jerry benar soal seberapa nikmatnya ini.

“enak le?” jerry menggeram rendah dibelakang, ia bawa tangannya mengusap pantatnya yang awalnya dicambuk dengan sabuk, warna kemerahan membekas disana. Entah itu darah atau bukan. Sudut bibirnya terangkat. “hahaha enak banget ya?”

“Ahhh... mhhm!”

Ia lupa segala hal karena yang ada dipikirannya adalah bagaimana cara menjemput putihnya secepatnya. Menungging untuk merasakan penis itu lebih masuk ke dalam, menggaruk lubangnya dengan urat penis milik jerry.

Tangan besar jerry melingkupi penis gale, ia mengocoknya cepat serta memainkan twinsballnya beberapa kali sedang ia sibuk menyodok cepat dibelakang.

Tubuh gale bergetar hebat, ia meremat sprei tak kalah erat dari tadi, wajahnya mendongak dengan mulut menganga tanpa desahan sampai liurnya turun membasahi dagu dan lehernya, matanya merem melek merasakan semua kenikmatan menyerang tubuhnya. sial jerry ini memang jago kalau urusan ranjang dan gale juga hanya pasrah pasrah saja menerima.

“mau mau keluar, gue mau keluar”

hahh.. iya iya barengan, kocok penis lo sendiri!”

Tangan besar yang awalnya mengocok cepat penisnya tergantikan oleh tangannya sendiri. Jerry menunduk untuk memeluk erat pinggang itu dan menjilat daun telinga si bajingan kecil dibawahnya. Tanpa merubah tempo sodokannya, malah semakin bertambah karena ingin segera menuntaskan hasratnya.

Di sodokan keempat gale keluar terlebih dahulu lalu disodokan jerry keenam, dominan itu menyusul. Mereka berdua terengah. Tubuh gale rasanya seperti jelly, ia lemas lalu ambruk sampai tautan penis jerry di lubangnya terlepas. Sperma milik jerry berceceran keluar dari lubangnya, hari ini jerry keluar lebih banyak dari biasanya sampai rasanya mual dibawah sana.

“banyak... banyak banget keluarnya”

“3 minggu lo ga pernah kesini, kenapa?” jerry menidurkan dirinya disebelah gale, ia juga sama lelahnya.

Hujan tidak menunjukkan tanda henti, masih suara gerimis terdengar diluar sana. Kamar jerry gelap, mungkin karena langit diluar mendung atau mungkin karena pemiliknya sengaja meredupkan suasana.

Gale menghembuskan nafasnya, ia memejamkan matanya. “si jes dateng terus ke rumah, setiap hari, hampir setiap hari soalnya minggu kadang dia ga dateng”

“pacar lo nyusahin ya” ucap jerry, ia membuka ikatan dasi yang membuat pergelangan tangan gale memerah.

“hum...”

“tapi, ya, gue juga mau bilang makasih ke dia. Kalau bukan karena dia mungkin hubungan kita bakalan kandas le”

Gale membuka matanya lalu tersenyum, sedangkan jerry menumpu kepalanya dengan satu tangannya menghadap ke arah gale yang tengah menatapnya. Mereka saling melempar tawa.

“gue muak banget anjing, bisa ga sih kita terang-terangan aja pacaran jer?”

“hahaha, bisa aja. Tapi nanti sekalian kabur dari sini le” jerry kecup punggung tangan gale, lalu mengusapnya pelan. Dan hujan kembali melebat, membuat bising agar dua anak adam itu bisa menyembunyikan perasaannya dari dunia yang memang sejak awal selalu membuat mereka patah.

“tapi janji ya bareng gue terus sampai itu kejadian” kata gale, matanya sudah hampir tertutup.

“iya janji” ucap jerry sebagai penutup.

bunyi piring dan sendok beradu terdengar bising di meja makan. Hanya itu. Tidak ada percakapan atau guyonan, suasana tampak canggung.

Jisung selesai dengan makannya duluan, chenle membuat sushi nya dengan rapi. Enak. “gue minta maaf kalau kemaren gue kasar” jisung membuka percakapan duluan. Chenle mendongak, menatap alphanya yang sibuk membuka handphonenya, mencari lowongan kerja bagi alpha.

Mudah untuknya mencari pekerjaan sebenarnya, seperti kata-katanya dulu. Status merubah semua cara pandang orang

“gapapa”

“nanti kalau gue udah dapet kerja, baru bisa kayak dulu lagi”

“iya jisung, gapapa”

“maaf kalau—”

“gue bilang gapapa ya gapapa anjing!” chenle menjawab ketus, kelewat kesal. Jisung yang hari ini menyebalkan, chenle jadi gatal ingin memukul mulutnya yang terus berucap maaf yang sebenarnya tidak diperlukan.

Chenle jadi makin merasa bersalah karena merusak mood paginya.

“kok marah?”

“lagian bawel amat!”

Percakapan mereka terhenti disitu, sampai satu notifikasi chat dari handphone chenle berbunyi. Ia sedikit menoleh, ternyata lima pesan dikirim oleh mamah.

“siapa?”

“mamah”

“kenapa?”

Chenle membulatkan matanya terkejut saat membaca pesan dari mamahnya itu lalu menatap jisung dengan sama terkejutnya.

Malam menghantarkan jiwa-jiwa lelah untuk beristirahat, termasuk jisung yang sudah mendengkur dikasurnya dengan chenle disampingnya mengusap pelan surainya.

Mata yang menangis itu sudah tertutup sedari tadi, ia lelah makanya berhenti, tidak ada pelampiasan makanya ia terhenti. Chenle mengundur waktu untuk makan makanan yang tadi dibuatnya, makanan itu jadi di taruh ke kulkas.

Chenle menatap jisung lamat, alphanya itu tenang, berbeda dengan beberapa jam yang lalu saat jisung menangis sambil memukul dan menarik rambutnya sendiri. Berarti benar-benar menyakitkan

“lo kenapa sih?” chenle bermonolog, perasaannya sensitif jadi ia menangis dalam diam. “lo kenapa kayak gitu anjing? lo ga mikirin jiel ya?”

Chenle menangis seperti seorang anak yang melihat ayahnya terluka. Iya, itu jiel. Namun chenle yang mewakilkan.

“itu bokap gue” kata sungchan dengan senyuman bangga.

Jisung memicingkan matanya melihat, wajah pria paruh baya itu sebenarnya sudah jelas tapi ia berusaha untuk memastikan kembali. Ternyata pandangannya benar, ia tidak buta tidak juga kelilipan, namun pria paruh baya yang sedang memakai jas mewah sambil tertawa itu adalah pria yang sama dengan orang yang membunuh masa kecilnya.

“bokap lo?”

“iya bokap gue, ayo sini jis”

“lo tau tahun berapa bokap sama nyokap lo nikah?” suara jisung memberat, sungchan bingung.

“gue ga yakin, tapi sekitar tahun 2005”

“2005?”

“hahaha iya, gue emang lahir duluan baru mereka nikah”

Iya tahun 2005, tahun tahun sialan yang membawa bundanya pergi. Tahun yang paling ia benci keberadaannya saat melihat ayahnya sendiri pergi dengan anak laki-laki lain digendongannya dan perempuan muda di rangkulannya. Meninggalkan dirinya yang masih kecil, tidak tahu menahu, ia hanya ingat bundanya merintih kesakitan dan mati. Bundanya pergi membawa pengkhianatan, orang yang paling ia sayang pergi dengan sia-sia.

Laki-laki brengsek, bajingan, sialan. Ia tertawa bahagia dengan penuh kekayaan, penuh kebahagiaan, penuh kesenangan. Tidak adil! Dan orang yang hampir setengah tahun ia hormati, laki-laki seumuran disampingnya ini adalah orang yang merebut segalanya.

semuanya sialan!

Gelas mahal di genggaman jisung jatuh, semua atensi mengarah padanya. Jisung tak tahan lagi, emosinya berada dipuncak apalagi saat ia dan pria paruh baya yang dulu sempat ia panggil ayah itu bersitatap.

“BAHAGIA YA LO BAJINGAN!” teriak jisung tak tau malu, lagian ayahnya itu perlu mendengar fakta.

Sungchan terkejut, semua orang terkejut, namun yang terlihat lebih terkejut adalah ayahnya. Wajahnya pucat pasi, pandangannya bergetar apalagi saat jisung mendekat.

“bagaimana kabarmu, ayah?” ucap jisung saat tubuhnya sudah berada di depan ayahnya. Pria paruh baya itu menatapnya gemetar, terlihat jelas air mata terkumpul di pelupuk matanya. Ia rindu anaknya

“jisung ... jisung ... park jisung?”

“bajingan! Bahagia hidup ayah sekarang? Setelah puas buat bunda pergi, setelah lo hancurin gue? Hidup lo penuh tipu daya sialan”

Kata sialan mampir selalu dari mulut jisung, semua diam enggan melerai. Apalagi saat melihat aura hitam yang dikeluarkan jisung, emosinya tidak bisa dikendalikan, semua orang enggan mendekat bisa-bisa mati dibuatnya.

“ternyata orang yang gue hormatin, yang gue kagumin, yang gue percaya adalah orang yang ngerebut kebahagiaan gue” kini pandangan jisung menajam ke arah sungchan, ia kecewa, sangat. Ia selalu bersumpah akan mencabik para perebut tak tau diri itu tapi mengingat siapa orangnya, hanya kecewa yang melingkupi dirinya.

Sungchan terdiam, ia tidak tau apa-apa. Sama sekali.

“gue pergi, gue keluar, gak sudi ada diantara para pembunuh dan perebut. Gue harap kalian bisa tertawa lagi setelah ngehancurin hidup orang lain”

Jisung keluar dari lobby itu, keluar juga dari pekerjaan itu, ia tidak ingin berada diantara para pengkhianat itu. Ia memendam kecewa yang teramat sangat, dadanya sesak, ia butuh alkohol untuk melupakan sejenak.

Setelah itu ia pulang, melanjutkan tangis di pelukan chenle. Ia akan pulang.

Pesta yang meriah. Lampu kelap kelip sana sini, minuman cocktail dan mocktail khas bar restauran tersedia di beberapa meja, puluhan orang berdansa sesuai irama musik, lobby itu penuh kegirangan.

Jisung selaku penanggung jawab, ia berdiri di depan meja bar yang menyediakan deretan minuman dengan alkohol tinggi. Jisung menyukai alkohol sejak umurnya baru menginjak delapan belas tahun. Ia menyukai sensasi memabukkan dari itu, sensasi yang membuat sejenak merasa bahagia, melupakan semua masalah yang mendera.

Beberapa orang menyapanya, jisung tersenyum sembari meminum alkohol pilihannya. Sampai sungchan— Sang pemilik restauran sekaligus hotel ini menghampirinya dengan senyum tak kalah lebar.

“widih bro, keren amat, gue seneng banget. Emang ga salah gue milih lo” seru sungchan. Ia tidak bohong mengatakan bahwa pesta yang megah ini sangat amat menganggumkan, layak mendapatkan seratus bintang atau penaikan gaji pokok.

“santai lah, kecil buat gue”

“songong amat”

“sesuai perjanjian bos”

Sungchan berdecak pelan sambil menoyor kepala belakang jisung, ia tau arah pembicaran ini. “iya gue naikin aelah!”

Jisung menunjukkan senyumannya dengan deretan gigi putih nan rapinya.

by the way lo harus ketemu bokap gue jis, bokap gue harus tau karyawan terbaik tahun ini”

“oh iya? gue juga harus ketemu sih siapa tau dikasi duit”

Sungchan tertawa renyah. Dipikiran jisung hanya tentang uang, uang, dan uang. Saat ditanya alasannya, jisung selalu menjawab ada tanggung jawab yang harus gue penuhi, ungkap alpha itu.

Jari telunjuk sungchan tertuju pada salah satu keramaian disana. Banyak pria berjas mahal sambil memegang minuman dengan kadar alkohol rendah. Dibawah remang-remang lampu, jisung melihat salah satu pria paruh baya ditengah kerumunan itu. Sungchan menunjuknya.

“itu bokap gue” kata sungchan dengan senyum bangganya.

Rasanya memang semesta sedang bermain-main perihal masa lalunya


Chenle sedang sibuk di dapur, ia sedang mencoba membuat makanan kesukaannya sendiri, apalagi kalau bukan sushi. Dengan apron yang terpasang apik di tubuhnya dan juga handphone yang bertengger di meja dapur tempatnya membuat kekacauan.

Dapur kacau dibuatnya. Ia hanya mencoba belajar membuat masakan sendiri agar jisung tidak selalu ia repotkan. Chenle membuatnya dengan susah payah, sushi dengan judul “avocado salmon sushi roll” yang ia temukan resepnya di handphonenya.

“akhirnya jadi!!!” ia berseru senang, bertepatan dengan suara gebrakan pintu yang sangat kencang di depan.

Oh itu jisung, iya, itu alphanya.

Alpha itu berjalan gontai kesana kemari, pakaiannya berantakan serta rambutnya acak-acakan. Wajahnya sembab khas orang menangis, ia meracau tidak jelas. Ada apa dengan pestanya?

Chenle menghampirinya. Tubuh kecil itu sudah berdiri di depan si bongsor. Alpha itu tertawa cekikikan menatap chenle dengan mata berwarna merah terangnya, sepertinya sisi alphanya mengambil alih tubuhnya. Ada apa dengan pestanya?

“jisung?” chenle memanggil, lalu seketika tubuh itu ambruk di atasnya— mendekapnya erat lalu membenamkan wajahnya di ceruk leher sang omega. Feromon maskulin jisung menerpa penciumannya, sangat kuat. Aura yang dikeluarkan bukan lagi nyaman tapi mencekik.

Ada apa dengan pestanya?

“jisung, jisung lo kenapa?” tanya sang omega hanya dijawab tawaan dan racauan tidak jelas.

“gue sayang banget sama lo! gue sayang sayang sayang banget sama lo sampe rasanya gue gila” ucap sang alpha lalu tawaan kencang menguar memenuhi isi rumah. Chenle terdiam lalu semburat merah mewarnai pipi gembilnya. Jisung mengungkapkan semuanya? secepat ini? apa ini akhirnya. Chenle tidak pernah percaya mimpi jadi apakah ia bermimpi?

Chenle senang, ia membalas dekapan alphanya, namun tiba-tiba jisung melepaskan peluknya lalu mendorong chenle pelan. Tatapannya berubah menajam dengan warna merah yang pekat, terlihat mengerikan.

“itu kan yang mau lo denger?” ucapnya sarkas dengan seringaian.

Chenle terdiam, harapannya pupus, apa maksud pertanyaan itu. Omega itu mematung sambil menatap jisung dengan air mata yang memenuhi pelupuk matanya, ia bungkam.

“lo pikir gue sayang sama lo? lo pikir gitu? Bego!” jisung tertawa keras, mengejek chenle yang patah mendengarnya. “setelah lo hancurin hidup gue, setelah semua kesalahan tertuju ke gue, lo menuntut banyak hal termasuk rasa sayang sama cinta? Pikir!”

“lo ga berhak, lo ga berhak anjing! Lo hancurin hidup gue, lo hancurin semuanya!”

Jisung terduduk di bawahnya, raungan tangisannya terdengar pilu. Chenle sudah hancur makin hancur mendengarnya, ia masih bingung apa maksud jisung, ia yakin jisung hanya meracau ngawur. Tapi kenapa dirinya yang ditunjuk?

“lo kenapa?” chenle bertanya, tangis jisung terdiam.

bagaimana pestanya?

“Laki-laki brengsek, bajingan! Orang yang gak bakalan sudi gue panggil ayah”

pestanya hancur sehancur hatinya melihat bahagianya orang yang membuat dirinya hidup tak karuan

Chenle terdiam lagi, ia enggan bertanya ini itu mengingat jisung sedang dalam pengaruh alkohol dan sisi alphanya. Yang pasti yang ia tau, makian itu bukan tertuju padanya. Ia lega sejenak. Tubuhnya ia bawa menyesejajarkan dengan jisung, alphanya sedang hancur dengan masa lalu yang masih mencekiknya.

Chenle mendekap jisung erat. Sama seperti awal. Jisung menangis lagi kali ini makin pilu, ia sudah buang masa lalu sialan itu, tapi semesta selalu ada-ada saja.

“gapapa, nangis aja” ucap chenle bergetar juga karena ingin menangis tapi ia berusaha menangkan, tanpa sadar juga feromon chenle dengan bau menenangkan juga keluar, aura yang dikeluarkan omega itu nyaman.

Jisung pulang walau ia tidak tau besok akan jadi seperti apa. Ia pulang.

Alpha itu berjalan kesana-kemari, panik. Dengan pakaian kerjanya, jisung menunggu chenle di depan ruang periksa omega itu. Ia mengepalkan kedua tangannya di depan dada, pikiran jelek mulai menghantuinya.

Saat dikabari oleh chenle tentang keluhan mules yang kelewat menyakitkan, tanpa pikir panjang jisung meminta bawahannya untuk meng-handle para tamu terlebih dahulu, kalau sempat pasti akan kembali. Begitu tutur kata sang alpha dan bagusnya bawahannya itu mengiyakan.

Ini baru bulan kelima lebih dua minggu kandungan chenle, tapi omega itu sudah mengeluh sakit seperti akan melahirkan, apa itu gak papa? tanya jisung dalam hati sambil menunggu

Setelah 30 menit lebih menunggu, bu rina keluar dan jisung mulai menghampiri dengan terburu.

“bu dokter, chenle gapapa?”

Bu rina menatap jisung sebentar sebelum menghela nafas kecil, “jisung? Kamu alphanya?”

“i-iya bu dokter”

“chenle gapapa...”

Helaan nafas jisung terdengar lega, tapi saat dokter itu membuka surat keterangan periksa chenle, ia berkata kembali

“cuman begini jisung...”

Jisung menatap dokter itu kembali, “yaa?”


Hentakan sepatu terdengar cepat dipenjuru lorong rumah sakit, baru beberapa hari yang lalu sungchan datang kesini untuk melihat chenle, sekarang ia datang lagi dengan alasan yang sama.

Ia buru-buru berjalan ke arah ruangan yang tadi diberitahu oleh suster di depan. Ruangan 130 atas nama chenle

Pikirannya mendadak kacau, perasaannya kalut apalagi soal chenle yang mengrluh kesakitan yang teramat sangat, tapi sialnya, ia masih sempat saja menghubungi alphanya yang brengsek itu.

Sungchan sampai dilorong tujuannya, tinggal mencari kamar chenle. Namun tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang, alpha itu menoleh untuk memastikan

“bos? kebetulan banget ketemu disini” seru laki-laki dibelakangnya, senyumnya mengembang seperti terkejut sekaligus senang menemuinya.

Sungchan tak kalah terkejut dengan senyum tipis dibibirnya, “lah, lo ngapain disini? Bukannya jadwal lo kerja sekarang”

Yang ditanya cengengesan, “hehehe maaf bos, gue ijin bentar, omega gue lagi dirawat”

Alpha itu mengangguk, lalu pandangannya beralih ke lorong mencari pintu 130. Laki-laki dibelakangnya mengikuti arah pandang sungchan. Laki-laki dengan pakaian kerja di salah satu restauran miliknya, alpha dominan yang mendapatkan jabatan tinggi diperusahaannya— Jisung, park jisung namanya. Karyawan yang paling ia percayai cara kerja merayu pelanggan agar restauran ramai.

“nyari kamar nomer berapa lo? Biar gue anter”

Sungchan menoleh kembali ke arah jisung, “130”

“nah, pas banget. Omega gue kamarnya 128, mungkin sebelahnya” jisung berjalan duluan yang diikuti sungchan dibelakangnya. Alpha dibelakang tersenyum senang, persetan kalau ketemu alphanya nanti yang penting ia ingin melihat keadaan chenle bagaimana

Keadaan calon tunangannya nanti, kalau chenle sadar bahwa alphanya itu brengsek.

“lo ketemu siapa kesini?” jisung bertanya

“calon tunangan gue”

“widih udah mau nikah aja lo, undang gue ya nanti”

Sungchan tersenyum, sambil bergumam semoga memang kesampaian suatu saat nanti. Dengan senyuman itu juga sungchan mengangguk mengiyakan. Mereka sudah berada di depan pintu nomer 130.

“omega lo beruntung punya alpha kayak lo” kata sungchan, entah kenapa ingin diungkapkan ke jisung, ia hanya merasa jisung adalah laki-laki penuh tanggung jawab dengan melihat cara kerjanya.

Jisung tersenyum lalu mengucapkan banyak terimakasih sebelum ijin pergi ingin membayar biaya rumah sakit.

Sungchan tau semua tentang chenle. Tentang alamat rumahnya, makanan favoritnya, apa yang paling dibencinya, bagaiamana sifatnya, tabiatnya, kebiasaannya.

Namun satu yang tidak ia tau, Alphanya yang ternyata adalah karyawan terbaiknya