rereeeee

07.30 am

Setelah memakirkan motornya dibelakang cafe tempat kerjanya, ale segera menuju cafe untuk segera mengecek mesin kopi yang kata rendra kemarin malam sempat bermasalah.

namun belum sampai langkahnya, tiba-tiba ia terhenti tepat disamping jendela cafe, saat menyadari seseorang dengan postur tubuh yang lumayan tinggi dengan buku yang berada digenggamannya itu berdiri tepat di depan pintu dan menatap lama ke arah cafe. Kayaknya pengunjung, deh gumam ale dalam hati, ia segera mengenakan apronnya sebagai tanda bahwa ialah yang bertanggung jawab untuk menjelaskan mengapa cafe tutup lebih lama dari biasanya.

semakin dekat ia melangkah ke orang itu, ale menangkap sebuah radar yang mencekik, yang memaksanya untuk segera menjauh, matanya menyipit sedikit dan tampak jelas aura orang itu berwarna hitam pekat, sangat menyiksa dan menyedihkan. Ini pertama kalinya, ia melihat seseorang dengan aura yang segelap ini, aura yang menggambarkan kesedihan yang teramat sangat.

“permisi kak...” ale menyapa ramah orang yang sepertinya akan menjadi tamu pertamanya pagi ini, yang disapa bahkan tidak tersenyum melihatnya.

sangat menjengkelkan dengan hanya melihat auranya.

“tumben baru buka mas” katanya dengan wajah datar seperti tidak butuh penjelasan apapun.

“kebetulan leader saya agak sedikit telat jadi saya yang menggantikan shift pertamanya, kak, maaf ya atas keterlambatan kami”

“iya”

ale menaikkan alis sebelahnya, kesal sedikit.

“kenapa gitu mukanya? saya nggak boleh masuk sekarang dan minum kopi disini?”

dengan cepat ia rubah raut wajah jengkelnya dan segera membuka pintu cafe, bunyi lonceng diatas pintu terdengar dan mereka berdua masuk berbarengan, ale dan seorang lelaki pemilik aura tersedih yang sejauh ini ale lihat.

Laki-laki yang mungkin banyak menyimpan banyak cerita sedih didalamnya.

“kopinya atas nama siapa kak?”

“ajisaka”

dan dari sanalah, ale mengetahui bahwa pemilik aura hitam itu bernama Ajisaka.

Menurut Abigael ada banyak hal indah yang selalu menyambut paginya setiap hari. Pertama, ada bundanya yang sudah siap dengan masakan hangatnya di dapur, adik perempuannya yang sudah siap dengan pakaian sekolahnya dan juga notif selamat pagi dari kekasihnya, Nadish Bale Dwipayana Putra.

kepanjangan ya? ya... abigael biasa memanggilnya ale saja sudah cukup, sedikit cerita, nama panggilan ale adalah buatannya sendiri dan pacarnya sendiri pun sudah memberi hak milik atas panggilan ale untuknya seorang, jika ada seseorang selain abigael memanggilnya dengan “ale” maka ia tidak akan merespon panggilan itu.

Sebenarnya, Aji adalah pacar yang penyabar dan pengertian, jarang sekali karel melihat aji itu marah atau hanya sekedar menaikkan nada bicaranya padanya. Sekalipun ia melakukan kesalahan, aji hanya akan menanggapinya dengan menghela nafas pelan lalu tersenyum kecil. Terkadang, karel itu sedikit dibuat geregetan dengan sikap aji yang terkesan monoton, maka kali ini, ia memiliki rencana yang kemungkinan besar akan membuat pacarnya yang penyabar itu sedikit geram.

Dan ya, sekarang karel menyesali perbuatannya sendiri yang memancing amarah seorang penyabar


“buka baju kamu sekarang” ucapan yang terkesan datar dan dengan nada mendominasi terdengar jelas dari mulut aji yang sibuk menyetir mobilnya, karel masih mengerjapkan matanya beberapa kali.

ya, bingung

pasalnya mereka sedang berada ditengah jalan yang masih dipenuhi manusia berlalu lalang disana.

“ji, kamu bercanda kan? kita masih dijalan—”

loh? tadi di bar, dengan pakaian terbuka kayak gini kamu masih pede aja diliat banyak orang kan? sampe dipegang-pegang kan? kok sekarang nggak mau?”

aji memberhentikan mobilnya ketika tepat berada di rambu lalu lintas yang berwarna merah, ia mengalihkan pandangannya ke arah pacarnya yang masih terus memperhatikannya dengan wajah yang bingung, itu membuatnya semakin kesal.

“buka sekarang baju kamu, aku nggak suka liatnya karel”

“iya.. iya aji nanti sampe apart aku buka, aku buang bajunya—”

“buka sekarang atau gue robek baju lo sekarang”

mendengar kata-kata aji yang mendadak berubah, maka karel sudah langsung mengerti kalau perintah itu bukan untuk diberi sanggahan tapi untuk harus dipatuhi sekarang juga.


ahh bangsat, bangsat...

karel terus menerus menahan desahannya dengan menutup mulutnya sendiri, tapi mata memang tidak akan pernah bisa bohong betapa nikmatnya keadaannya sekarang.

“suka memeknya diginiin?” terus menerus pertanyaan itu dilayangkan aji yang sibuk mengeluar-masukan ketiga jari panjangnya ke dalam kemaluan pacarnya, terus menerus meminta jawaban dari pacarnya yang matanya beberapa kali berputar ke atas menandakan bahwa dirinya merasa keenakan.

“jawab karel, suka memeknya diginiin? dilecehin, kamu denger kan suara beceknya sayang? dasar lonte, berani-beraninya kamu bohongin aku cuman biar bisa digrepe-grepe kating disana ya? nakal kamu”

karel hanya bisa menggelengkan kepalanya cepat apalagi saat sodokan ketiga jari aji semakin cepat bahkan beberapa kali menyentuh prostatnya didalam sana.

Sebenarnya jibran itu bukan orang yang mudah kemakan gosip, ia benar-benar tidak peduli dengan semua hal yang tidak akan ada pengaruhnya dengan kehidupannya ke depan.

Namun, sore itu ketika abimana menjumpainya di kantin fakultasnya yang jaraknya lumayan jauh dari gedung fakultasnya sendiri demi sebuah kabar burung kalau,

“Azura itu open bo ya?” Bisiknya teramat pelan pada jibran yang menunjukkan wajah tidak pedulinya, jibran hanya mengangkat bahunya tidak tahu-menahu, menyebabkan abimana berdecak sambil menggebrak mejanya pelan.

“Lu kan kenal azura jib?”

“Nggak bisa dibilang deket juga sih, jadi gue gak peduli. Lagian bi, lu jauh jauh kesini cuman buat kasih tau itu aja?”

Anggukan kepala abimana sudah cukup menjadi alasan jibran untuk pergi sekarang juga, banyak hal yang harus dilakukan di hari libur kerja part timenya ya seperti mengerjakan skripsinya yang sialannya tidak kunjung selesai di bab pendahuluan.

“Jib, lu gak berminat kalau semisal azura beneran apa yang dikabarin orang-orang?”

Jibran yang awalnya sudah ingin beranjak mendadak menghentikan langkahnya, menatap kawannya itu sambil berfikir, buat apa ia habiskan gaji kerja kerasnya hanya untuk menyewa seseorang hanya untuk satu malam, bodoh sekali kalau dibayangkan.

“Nggak.”

Senyuman abimana mengembang bersamaan dengan rangkulannya yang mendadak sudah berada di leher jibran, laki-laki yang lebih tua beberapa bulan dengan jibran hanya tertawa renyah dengan jawaban teman SMA nya itu. Walau hanya mengenal beberapa tahun, nyatanya abimana lebih mengenal jibran lebih daripada dirinya sendiri.

“Munafik lu”


“Azura, gue bener-bener minta maaf tapi gue harus jujur”

Jibran mengacak-acak rambutnya sendiri, berjalan mondar-mandir di kamar kostnya sendiri sambil terus menerus memikirkan penjelasan bagaimana yang harus ia berikan pada azura nanti agar dirinya tidak terlihat seperti bajingan yang sialan. Ia terus menerus mengumpat dalam hati sambil merutuk abimana sialan itu yang sudah membuatnya di posisi menyulitkan ini.

“Bangsat emang abimana, gue harus jujur gimana sama azura anjing? bisa-bisanya dia yang pesen gue yang nerima, emang anak tolol, Mana bentar lagi mau dateng anaknya”

Tok tok tok

Pintu kamar kostnya terketuk, jibran rasanya ingin lompat ke jendela kamarnya sekarang juga. Dengan kewarasan yang masih tersisa tangannya yang gemetar membuka pintu kamarnya dengan perlahan dan sosok laki-laki manis dengan setelah outfit casual menambah kesan imut itu hadir di depannya, laki-laki yang ia tahu bernama azura itu memberikan senyum yang cukup lebar.

Jibran sempat terkesima sesaat, persiapan orang di depannya ini memang berbanding terbalik dengannya yang hanya memakai kaos abu-abu biasa dan juga celana pendek futsalnya.

“Hai jibran, ketemu lagi kita” sapanya hangat, jibran mematung sejenak.

Pertemuan keduanya setelah terlibat satu organisasi dengan azura dulu saat menjadi maba. Ya, kesan pertama jibran cukup bagus dengan laki-laki di depannya ini. Azura terkenal dengan julukan si social butterfly, ia mudah akrab dan pintar berbicara di depan banyak orang, jadi tak heran kalau kabar azura yang menjadi pemuas nafsu sangat menggemparkan seluruh kampus.

“Aku boleh masuk jib?”

“Oh iya, sorry gue kebanyakan ngelamun, masuk aja masuk” jibran membuka jalan agar laki-laki itu mudah masuk di kediamannya, pintunya ia kunci rapat mengingat kegiatan yang akan mereka lakukan disini walaupun tidak pasti kalau saja rencana untuk jujur akan dilakukannya.

“Lama banget ya kita nggak ketemu jib, kamu sibuk apa sekarang?” Azura mengambil tempat ternyaman diatas kasur jibran yang sudah pemiliknya rapikan sebelumnya, ia memulai dengan sebuah pembicaraan ringan, jibran tahu kalau azura pandai sekali dibagian ini.

“Ya skripsi zu, gue ngambil kerja part time juga sih hahaha lumayan bikin ngeluh setiap hari”

“Seriusan? Keren banget kamu, skripsian sambil kerja bukan hal yang mudah sih”

Jibran berjalan mendekati azura lalu mengambil tempat disampingnya, ia tersenyum sipu mendengar pujian yang dilayangkan azura untuknya, jibran seharusnya tahu kalau mulut azura itu manis apalagi dia tipe orang yang pandai berbicara. Hadeh

“Ya gitu lah, bikin capek juga”

Dengan lancang dan secara tiba-tiba tangan mungil azura mengusap pelan surai jibran lalu perlahan turun sampai ke pipi sebelah kirinya, jibran berani bersumpah kalau usapan tangan azura itu benar-benar lembut dan menenangkan.

“You did very well jibran” bisik azura seakan menghipnotis jibran agar terbuai.

Kata-kata afirmasi yang sedari dulu ingin jibran dengar hanya untuk dirinya sendiri.

Mata jibran memejam, masih menikmati usapan lembut azura di pipinya bahkan tanpa sadar tangan azura yang satunya sudah memulai aksi nakalnya dengan mengusap bagian sensitif jibran di bawah sana, jibran terkejut sebentar lalu membuka matanya perlahan dan hal yang pertama kali ia lihat adalah senyum azura dan matanya yang menyayu, semua sentuhan laki-laki manis itu benar-benar menghipnotis. Jibran tidak mengira akan secepat ini aksi si manis dan juga sebenarnya ia masih memiliki sedikit waras untuk enggan melakukan lebih dari ini lalu menyesalinya nanti, tapi sialannya ia bahkan tidak bisa menolak sentuhan laki-laki di depannya ini.

“Jibran capek ya?” Azura perlahan mendekat, tubuhnya yang mungil sudah tepat berada di depan jibran yang bahkan membuat laki-laki bertubuh jangkung itu merasakan harum parfum si manis. “Biar azura bikin enak mau?” Tangan azura yang berada di pusatnya masih bekerja dengan memberikan usapan pelan, bahkan tanpa sadar sudah membuat penis itu menegang.

“Ahh” geraman berat jibran mulai terdengar, menjadikannya lampu hijau bagi azura untuk melanjutkan kegiatannya. Ia bawa tubuhnya turun untuk duduk diantara kedua kaki jibran, dari bawah ia bisa lihat pemandangan jibran dengan tatapan tajamnya yang sangat berbeda dengan tatapan kikuknya tadi.

“Boleh nggak?”

“Boleh apa?” Tangan besar jibran mulai berani mengusap rambut azura agar wajah manis itu masih tetap bisa ia lihat dengan jelas. Warasnya benar-benar sudah hilang terbawa nafsu sekarang.

katakan lah apa yang dikatakan temannya tadi terjadi sekarang, munafik dirinya kalau ia tidak ingin melakukan hal lebih daripada ini.

“Bikin kamu enak, boleh?”

Anggukan kepala jibran menjadi jawaban yang jelas bagi azura, ia mulai membuka celana pendek beserta dalaman jibran dengan cekatan dibantu dengan jibrannya sendiri juga. Azura mulai memberi kocokan kecil di kepala penis milik jibran yang membuat rambutnya ditarik pelan oleh jibran, tidak masalah juga baginya.

Lalu di detik berikutnya, mulutnya lah yang bekerja. Memberikan service sebaik mungkin seperti apa yang biasa ia lakukan, geraman dan desahan mulai terdengar mampir di telinga azura yang membuatnya semakin semangat mengerjai jibran.

Ahh... take it slow, it's all yours azura

Damn it

Azura bergidik, kalimat yang diucapkan jibran membuat tensi seksualnya semakin tinggi. Ia bahkan dengan beraninya memasukan seluruh penis besar itu ke dalam mulutnya, membiarkan wajahnya benar-benar menyentuh selangkangan laki-laki diatasnya.

Satu hal yang harus kalian tahu, jibran itu bukan manusia yang sepenuhnya baik apalagi jika sedang dikelilingi nafsu dan keinginan seperti saat ini, ia bahkan tidak segan untuk menahan kepala azura di selangkangannya lalu menggerakan pinggulnya cukup cepat untuk mengejar pelepasannya. Tidak sekalipun menggubris azura yang sudah memukul-mukul pahanya cukup kencang, yang ia pikirkan hanya bagaimana menyemburkan seluruh spermanya nanti di wajah sang casanova kampus itu.

“Hold on, i'm close azura... ahhh shh”

Dihentakan ketiga, jibran menarik penisnya keluar dari mulut azura lalu menyemburkan seluruh spermanya di wajah azura. Senyum miring tercetak di wajah jibran dengan nafas yang masih terengah, ia merasa puas melihatnya.

Namun rasa puas itu tidak bertahan lama karena sekarang rasa bersalah mulai melingkupinya saat melihat azura membersihkan spermanya di bagian matanya, sekarang jibran merasa menjadi seorang bajingan, niat baik awalnya ia urung hanya sebatas meladeni nafsu yang malah terbuai.

“Sial, gue bener bener minta maaf, gue nggak bermaksud—”

Azura membersihkan seluruh sperma jibran yang membanjiri wajahnya sendiri tanpa melepas pandangannya dengan jibran, “Call my name again”

“Hah?”

“Your voice makes me turn on... Call my name again, please”

Jibran terdiam. Tubuhnya mendadak enggan bereaksi apa-apa, pikirannya kosong namun tatapannya tidak lepas dari manik indah milik azura di bawahnya. Seperti apa yang dikatakan tadi, tidak semua manusia murni karena pada dasarnya mereka tercipta bersamaan dengan rasa nafsu, perbedaannya hanya bagaimana mereka dapat mengendalikannya.

“Jibran...” Azura mengambil langkah terlebih dahulu, ia bangun dari tempat awalnya lalu mengambil tempat di pangkuan jibran. Bahkan ia sama sekali tidak terganggu dengan penis jibran yang mengacung kembali di pahanya, ia kalungkan kedua lengannya di leher laki-laki di depannya itu agar tidak terjatuh lalu dengan lancangnya mencium bibir jibran, memberi bibir tebal itu sedikit usapan lembut dengan lidahnya.

Jika waras jibran masih, mungkin ia akan mendorong azura sejauh mungkin lalu mengunci diri di kamar mandinya sambil menunggu laki-laki manis itu pergi, namun sepertinya fakta berbalik dari pikirannya.

Lengan besar berurat itu menarik pinggang azura mendekat lalu membalas ciumannya tak kalah agresif, bahkan sekarang keadaan sudah berubah. Jibran mengungkung tubuh ramping azura yang terbaring di kasurnya sendiri, matanya lebih sayu, bibirnya merah membengkak terlebih lagi liptint yang tadi menghiasi wajah cantik itu terlihat berantakan yang membuktikan bahwa jibran memang sudah mengikuti alur mainnya.

“Azura, lo cantik banget...”

...you know that fact right?

Jibran terus menerus memberi kalimat pujaan bagi azura dibawahnya, sambil mengambil kecupan diseluruh wajah manis itu membuat azura terkekeh kecil. Pernyataan yang beribu-ribu kali ia dengar dari semua orang.

I know jibran...

Azura menengadahkan kepalanya saat rahangnya dicengkram erat oleh jibran yang asik memberi kecupan di lehernya, ia sudah menebak kalau jibran akan meninggalkan jejak keunguan di lehernya nanti.

shh...

mendengar desahan tertahan dari azura, tangan besar milik jibran mulai berani dengan perlahan masuk ke dalam kaus azura untuk meraba tubuh polosnya, mengundang desahan demi desahan dari belah bibir manis azura. Gerakan yang pelan dan lambat sangatlah menyiksanya tapi ia tidak berhak protes jika pelanggannya mengingkan seperti itu.

Jibran sepertinya memang sudah kehilangan akal ketika beberapa kali menangkap wajah keenakan azura, dengan tergesa-gesa ia buka baju yang azura pakai saat itu lalu dilanjut celana kain serta dalamannya.

Ia dibuat benar-benar terkejut bahkan terpukau, mungkin azura sendiri bisa melihat bagaimana binar matanya terlihat.

Bangsat, bangsat, bangsat

berkali-kali umpatan terdengar, isi kepalanya mendadak kosong, rasanya semua waras yang sedari tadi ia pertahankan mendadak hancur begitu saja.

“azura ternyata punya memek, gue nggak expect sejauh ini” gumamnya dalam hati.

perlahan, ia lebarkan paha laki-laki manis yang terbaring pasrah itu. Kemaluannya terlihat memerah merekah, basah, bahkan suara beceknya terdengar jelas dipendengarannya. Ia tarik pinggul azura agar terangkat lalu ia rendahkan tubuhnya sedikit, tanpa meminta persetujuan ia kecup paha dalam si manis berkali-kali yang mengundang desahan desahan kecil dari mulut si manis, bahkan jibran dapat melihat wajah memerah dan penuh nafsu dari si manis, setelahnya, lidah nakalnya mulai dengan berani menciumi kemaluannya yang merekah, menyebar wangi yang mengundang jibran melakukan hal yang lebih.

lebih dan lebih.

Slurrp

“ahh...”

desahan azura yang terdengar membuat tensi seksual jibran meningkat hingga 200%, ia jilat terus menerus kemaluan itu bahkan sampai beberapa kali mengeluarkan lendirnya. Jibran tidak merasa jijik sekalipun, menjilat kemaluan azura untuk mendapatkan desahannya yang kencang mungkin akan menjadi salah satu hal yang ia sukai saat ini.

Setelah merasa puas dan menurutnya sudah cukup basah, jibran mengangkat kepalanya— menyudahi kegiatan tadi, lalu beralih mencium kasar bibir azura yang masih sibuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Azura sendiri juga tidak mengerti, ia sudah berkali-kali melakukan kegiatan panas seperti ini bahkan dengan beberapa pelanggan sebelumnya tapi entah mengapa bersama jibran membuatnya kewalahan.

ditengah ciuman jibran yang menuntut, azura dapat merasakan tangan jibran tidak tinggal diam, tangan besar itu sibuk mengusap kasar kemaluannya dibawah sana, menekan nekan klitorisnya sampai rasanya ia bisa saja banjir saat ini juga.

ahh! jibrannnnn” ia mendorong badan besar itu untuk melepas ciumannya dan mengeluarkan desahan yang cukup kencang, namun buru-buru mulutnya ditutup oleh jibran, ia bahkan lupa kalau sekarang masih di kost milik pelanggannya itu.

sstt... pelan azura nanti ketahuan tetangga gue” diatasnya, jibran tersenyum lebar dengan jarinya yang sudah terbenam di dalam kemaluan azura, mengeluar-masukannya dengan kasar tanpa berpikir kalau azura tersiksa dengan tangan yang masih membekap mulutnya itu.

“bangsat, ketat banget zu padahal gue yakin ni memek udah punya banyak langganan” ucapan yang terdengar sarkas itu dilayangkan jibran sambil menatap azura yang terlihat keenakan dibawahnya, bola mata hitamnya bergulir hingga ke atas, kedua tangannya menarik sprai tempatnya berbaring untuk melampiaskan rasa nikmat dan sakitnya sekaligus. Jibran bisa bersumpah sekarang juga kalau pemandangan dibawahnya ini adalah yang paling seksi dan indah di matanya. Sialnya, ia tahu kalau memori di kepalanya akan terus menerus merekam kejadian ini, setiap detailnya, setiap desahannya akan terus berada diingatan jibran.

“enak ya azura? tell me how that's feel?

Pertanyaan retoris. Azura pun tahu kalau jibran sebenarnya sudah mengetahui jawabannya akan seperti dan tepat ketika ketiga jari jibran lepas dari kemaluannya bersamaan dengan itu air mani yang ia tahan sedari tadi mengucur deras hingga membasahi setengah badan jibran di depannya. Badannya melengkung keenakan, kemaluannya cengap-cengap ketika pelepasannya selesai, nafasnya tak beraturan. Ia benar-benar merasa aneh, disini harusnya ia lah yang membuat pelanggannya merasa keenakan namun mengapa dengan jibran justru sebaliknya.

“jibran, maaf—” belum selesai kalimatnya ia ucapkan, azura merasa tercekat melihat senyum lebar dengan mata yang sudah dipenuhi kabut nafsu milik jibran itu melihatnya.

“hah... hahaha wow” jibran tertawa kecil lalu dengan sergap mengangkat tubuh azura, membuat punggung si manis menempel ditembok kamarnya, penisnya yang sudah mengacung tegak ia gesekkan pada kemaluan azura beberapa kali lalu setelahnya memasukkannya semua penisnya langsung tanpa permisi, membuat azura sontak berteriak digendongannya dan mengetatkan kemaluannya pada penis jibran.

ahh, gaya kayak gini bikin kontol gue bener bener dimakan habis sama memek lo zu”

ketika jibran menjauhkan badan azura dari tembok yang semula menumpu punggungnya, ia mulai menggerakan penisnya ke atas dan bawah dengan kencang bahkan ia tidak peduli kalau teriakan dan desahan azura akan didengar oleh siapapun yang melewati kamarnya, ia hanya akan menyombongkan dirinya dengan semua pertanyaan yang akan dilayangkan semua teman-temannya dikamar sebelah nanti. Bahwa ia berhasil membuat seorang casanova kampusnya mendesah keenakan seperti yang didengar mereka.

hentakan demi hentakan yang terus menerus mengenai prostatnya membuat tubuh azura melemas bahkan tangan yang mengalung erat di leher sang dominan seakan ingin melepaskan diri saja kalau ia tidak berfikir tubuhnya akan jatuh jika ia benar-benar melepaskan diri. Seks kali ini memang bukan yang biasa terjadi, ia menikmati semua hal yang diberikan jibran untuk tubuhnya. Kali ini, ia yang terbuai.

“memek lo enak banget anjing zu, gimana bisa masih seketat ini kalau udah dimasukin berkali-kali”

ahh! ahh... jibrannnnn aku mau pipisss”

Jibran yang mendengar pernyataan dari azura langsung mempercepat sodokannya untuk mengejar pelepasannya juga. Teriakan dan desahan mereka saling bersahutan satu sama lain, seakan saling berbicara betapa nikmatnya kedua titik sensitif mereka.

“bareng”

tepat saat jibran mengatakan itu, ia membaringkan azura dikasurnya lagi untuk bersama-sama saling melepas nikmatnya masing-masing. Jibran bahkan tidak sadar kalau ia keluar di dalam azura, lelehan spermanya terlihat jelas menetes, menandakan betapa banyaknya pelepasan yang ia keluarkan.

oh... god” gumam jibran, buru-buru ia keluarkan penisnya dari dalam kemaluan azura yang menyebabkan lelehan sperma itu banyak keluar dari kemaluan si manis, melihat pemandangan itu nafas jibran rasanya menjadi sedikit berat, ia tidak akan pernah berhenti memuji betapa cantiknya azura seperti ini, pantas saja banyak orang yang ingin bersamanya

Dengan inisiatif yang entah darimana, kedua jari panjang milik jibran masuk kembali ke dalam kemaluan azura, laki-laki jangkung itu berniat membuat sperma yang awalnya keluar, masuk lagi hingga ke rahimnya, mengundang desahan azura lebih kencang lagi mengingat vaginanya yang masih sangat sensitif.

“azura, lo cantik banget” berkali-kali jibran katakan itu, entah pada dirinya maupun ia sampaikan secara terang-terangan pada azura, sementara respon yang diberikan si manis hanya desahan-desahan mengingat jari itu gerakannya semakin cepat

“gue bikin hamil lo lama-lama, ahh ayo keluar lagi azura, pipis yang banyak cantik”

dan dengan perkataan jibran tersebut, kedua jarinya ia lepaskan dan azura keluar lebih banyak dari awal pelepasannya. Sumpah, demi apapun jibran menjadi menyukai hal ini.

ahhh jibran, ahh aku pipis banyak, enak”

jibran tertawa mendengar pernyataan itu lalu menyambar cepat bibir yang terus menerus bergumam enak, enak itu. Ah... jibran mana kuat melihat sesuatu yang menggemaskan.

Saat ciuman keduanya terlepas, tubuh mereka melemas, tadi itu benar-benar luar biasa dan diluar perkiraan mereka, tubuh yang masih berbalut kaos yang sudah basah keringat itu tidak segan menindih tubuh laki-laki manis dibawahnya, memberikan beberapa ciuman kecil dipipi dan lehernya, yang membuat azura hanya mengerutkan alisnya

Kebingungan.

“Thankyou for today, azura” bisik sang dominan sebelum memilih berbaring disampingnya, azura masih kelelahan terlihat dari dadanya yang terus menerus mengatur nafasnya yang memburu sampai bahkan ia tidak kuat untuk sekedar berbicara sepatah katapun.

“azura”

azura yang merasa dirinya terpanggil, langsung menoleh ke arah sumber suaranya yang ternyata dari jibran disampingnya.

kalau azura deskripsikan bagaimana tampak jibran saat ini adalah wajah tampan itu masih memerah dengan keringat yang terus jatuh, ditambah rambut depannya yang lepek karena keringat, menambah kesan sexy di laki-laki itu

“hmm?”

“cantik”

azura mengernyitkan alisnya heran, ini entah yang ke berapa kali jibran katakan cantik terus menerus.

“lo cantik banget azura, lo cantik”

azura mengerjapkan matanya beberapa kali, kebingungan, bahkan tanpa sadar wajahnya menjadi panas dan memerah. Azura tahu fakta bahwa dirinya memang secantik itu org seukuran laki-laki dan tidak sedikit pula yang mengatakan hal yang sama tapi ketika jibran yang mengatakannya, semuanya terasa berbeda saja.

terasa menyenangkan?


ahhh... ahh... shh terus memek aku gatelketiga jari itu terus menyodok liang vaginanya yang entah ke berapa kalinya sudah banjir akan pelepasannya sendiri, tapi entah mengapa azura masih belum cukup puas.

jibrannn, aku mau pipis lagi

dengan lancang ia lantangkan nama jibran berkali-kali dalam kegiatan panasnya sendiri di kamar kostnya.

Setelah pulang dari kost laki-laki jangkung ya memesannya itu, ia sama sekali tidak dapat melupakan bagaimana tubuh besar jibran mendominasinya kala itu. Padahal dari pertama kali ia bertemu dengannya, azura tidak pernah menyangka kalau jibran memiliki sisi dominan yang cukup membuat vaginanya basah.

Azura mengatur nafasnya, ia lepaskan ketiga jarinya yang awalnya menyumpal vaginanya yang yernyata tidak cukup menjadi sepuas itu sama seperti ketika bersama jibran. Jarinya tidak begitu panjang itu sampai terus menerus mengenai prostatnya yang kungkin sudah membengkak sekarang.

Sudah seminggu lebih, dirinya dan jibran tidak bertemu kembali bahkan nomer telepon yang sempat mereka tukar seakan tidak berguna dan hanya sekedar formalitas. Azura menatap langit-langit atapnya dengan mata yang menggenang air mata karena kegiatannya tadi.

it's already been a week but i'm still can't forget him, fuck off!

the way he treat me well

the way he keeps called me pretty

how big his dick is

sepertinya kalau terus begini, azura bisa saja kehilangan warasnya. Ia sampai beberapa kali menarik perhatian sang dominan di kampus yang beberapa kali tidak sengaja bertemu namun responnya sangatlah tidak menyenangkan.

Ia menjadi seperti orang asing yang bahkan menoleh ke arahnya pun tidak.

Ia memukul bantalnya berkali kali untuk melampiaskan emosinya, sampai tidak sadar kalau satu notif pesan masuk di handphonenya.

“na... naresss” kepala juna sontak mendongak ke belakang saat merasakan nikmat di area sensitifnya. Nares— pelaku utama yang menyebabkan juna sedari tadi menahan sekuat tenaga desahan demi desahan agar tetangga kost tidak memiliki bahan hibah di esok hari, dengan tatapan yang sudah sayu juga peluh disekitar dahi, tangan mungil juna terus menerus menarik rambut nares guna melampiaskan rasa nikmat yang mendera vaginanya yang asik dijilat-jilat oleh nares.

“enak? enak dijilat jilat memeknya?”

juna enggan bersuara tapi anggukan kepala sudah cukup menjadi jawaban untuk nares.

nares terkekeh kecil, sebelum akhirnya memposisikan kepala penisnya di depan vagina juna yang menganga dan berkedut siap melahap habis penis besar nares.

“memek lu basah, basah banget, lu keluar banyak cuman karena jari sama lidah gue. Gue suka, gue suka liatnya Juna”

aduh men...

kalau boleh jujur, axel sebenarnya nggak ada keinginan berada di kondisi seperti sekarang. Nasi kuning yang seharusnya enak karena diisi berbagai macam lauk rasa rasanya hambar saat ini. Bagaimana tidak? mendengar jafran mengoceh sedari tadi membuatnya sudah kenyang tanpa harus menelan habis nasi kuning di depannya.

apalagi yang diceritakan cuman seputar gadis-gadis cantik yang ia temui, sedang ia dekati, atau hanya sekedar ia kenal.

Ya... kalian bisa menganggap laki-laki itu sebagai buaya darat cap kaki tiga alias asli bukan dibuat-buat, ditambah dengan tampang yang cakep dan kepribadian yang menyenangkan membuat laki-laki bernama lengkap Jafranzua Erlangga Putra itu menjadi salah satu manusia yang didambakan setiap orang.

“aduh bro... sheila cakep abis dah, gue mau deketin dia gimana menurut lu?”

axel terdiam sebentar, acara mengunyahnya pun ikut terhenti. Hatinya sedang bergemuruh saat mendengar pertanyaan yang sebenarnya ia tau sendiri nggak ada jawabannya.

“acel, lah malah bengong”

“ya terserah!” acel berbicara ketus, bukan merasa kesal jafran malah tersenyum sambil menunjukkan deretan giginya. Axel semakin kesal.

“gue deketin siapa tau jadi”

“kalau jadi mau lu pacarin?”

“menurut lu gimana?”

Axel menghela nafas kasar sambil berfikir kalau orang disampingnya ini hanya modal tampang doang kalau urusan deketin gadis padahal untuk nyali ia payah sekali.

“pikir sendiri lah udah gede, mau deketin cewek nanya gue mulu”

“aelah sensi amat lu, cemburu yak”

pertanyaan itu akan selalu hadir disaat sesi curhat jafran selesai, pertanyaan yang mungkin terlihat jelas, pertanyaan yang mungkin ia sendiri tau jawabannya akan seperti apa, pertanyaan yang merupakan fakta.

“apa sih enaknya ngerokok? gue gak pernah nemu enaknya ngisep asap kayak gitu” acel menatap penasaran ke arah jafran yang asik menghisap sigaretnya, yang ditatap hanya memberi kekehan kecil sebelum menanggapi laki-laki manis di sampingnya.

“ya karena lu nggak pernah coba jadi nggak pernah nemu enaknya”

acel bergidik ngeri, ia kembali meminum es kopi yang sempat ia buat tadi di dapur kostnya. Hari ini seperti hari biasanya, ia dan jafran akan menyempatkan diri untuk bersantai di tengah kesibukan masing-masing. Rooftop tempat mereka kost adalah yang terbaik sejauh ini, bising yang ada hanya kendaraan yang berlalu-lalang, matahari terbenam juga sangat jelas terlihat dari sana, itulah mengapa tempat itu menjadi spot ternyaman bagi mereka melepas penat.

“kenapa? lu mau coba nyebat?” tawar jafran, ia menyodorkan satu kotak sigaretnya kepada acel yang langsung ditolak oleh empunya.

“gue gak suka ngundang penyakit” kata acel, namun sepertinya hati dan pikirannya berbanding terbalik. Terlihat jelas oleh jafran bagaimana mata sipit milik acel terus menerus menatap rokok yang ada di genggamannya. Jafran tidak bodoh untuk tidak mengetahui kalau sebenarnya acel ingin mencobanya.

“ada cara nyebat tanpa ngundang penyakit, lu mau tau caranya?”

kata-kata jafran berhasil mengundang atensi acel sepenuhnya, bola mata berbinar terlihat jelas disana.

“ciuman sama gue”

acel nyaris tersedak minumannya sendiri, ia menatap jafran dengan kedua bola mata yang membelalak, pukulan telak mendarat sempurna di bahu si bongsor.

“tolol”

satu kata, hanya satu kata yang langsung membuat tawa jafran mengudara.

“ya lu nggak mau coba ni rokok, gimana kalau dari bibir gue aja? lu tau ciuman sama perokok itu enak”

acel mengerutkan dahinya, ia terlihat sedikit penasaran. “tau darimana?”

“nggak usah banyak tanya, coba sendiri” jafran mengabaikan acel yang rasa penasarannya makin lama makin membuatnya kesal. Ia hisap kembali sigaretnya yang hampir habis itu.

matahari mulai menunjukkan tanda-tanda kehilangannya, langit juga sudah tampak gelap, mereka mendadak hening semenjak obrolan tadi dan jafran merasa sudah cukup untuk hari ini. Laki-laki yang memiliki tinggi nyaris melewati pintu itu ingin beranjak pergi kalau saja acel tidak menarik bagian lengan bajunya dan membuatnya mengurungkan niatannya.

“apa?”

“i was curious about the taste of cigarettes, can we?”

jafran menatapnya bingung, bukan karena tidak mengerti apa yang diucapkan kawannya itu melainkan pertanyaannya.

belum sempat jafran menjawab, kerah bajunya sudah ditarik kencang oleh acel dan pada akhirnya kedua belah bibir mereka bersatu. Awalnya hanya kecupan biasa namun ternyata jafran cukup menikmatinya, ia mencoba ciuman yang lebih dalam dan intim membiarkan acel merasakan bagaimana rasa sigaret yang masih menempel di lidahnya.

setelah 15 menit berlalu mereka melepas ciumannya hanya untuk merasakan nafas, benang saliva membentang di ujung bibir masing-masing. Jafran dengan berani memeluk pinggang acel untuk memberikan kecupan kecil di bibir si manis sebagai penutup kegiatan mereka. Acel menyukainya, rasa dan bagaimana lihai bibir jafran bermain dengan bibirnya. Ia bersumpah demi seluruh koleksi games yang ia punya, kalau yang dikatakan jafran itu benar adanya.

5 menit merasakan kecupan dari jafran dan ia mulai sadar akan sesuatu, “hahh bangsat” dengan tiba-tiba acel mendorong tubuh jafran agak keras, lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi ia lari meninggalkan jafran yang senyumnya sudah melebar semenjak ciuman itu terjadi. Jafran tidak marah dengan perlakukan kwannya tadi, ia mewajarkan hal itu pasti terjadi, temannya itu terlalu keras kepala.

Jafranzua berfikir sepertinya menemukan candu baru selain sigaretnya.

Jisung masuk ke ruangan dimana omeganya dirawat dari 3 hari yang lalu, bahkan sampai saat ini chenle belum menunjukkan tanda-tanda sadar sedikitpun. Alpha itu mengambil tempat tepat disamping chenle yang sedang terbaring tak sadarkan diri dengan berbagai alat medis di seluruh badannya.

Jisung menghela nafas berat, ia genggam erat tangan omeganya lalu mengusapnya beberapa kali, matanya mengerjap karena air mata pun sudah menggenang di pelupuk matanya.

“cepet bangun ya?” ucap alpha itu namun tetap saja tidak ada respon dari sang lawan bicara

“kalau sudah bangun nanti kita sama-sama pulang”

pulang ke rumah sebenarnya

“please, let me cum... jisung please ahh!” chenle terus menerus memohon sambil menangis terisak, penisnya benar-benar ngilu saat jisung dengan sengajanya menutup lubang uretranya untuk menghalau spermanya keluar.

Jisung memang berniat menghukumnya.

“no, it's not how to beg that I tell you before right? do it again” jisung tertawa rendah dengan terus bermain-main di area sensitif adik tirinya, ia menyukai bagaimana chenle terlihat hancur dan lemah saat dibawahnya seperti ini. Memohon dan meminta begitulah adiknya saat ini.

“hng... kakak please kak—ah! let me cum, let me cum, kakak”

Pada akhirnya shotaro hanya bisa mengikuti arahan dari sungchan, entah apa resiko yang akan ia dapatkan nanti, sungchan sudah berjanji akan selalu membuatnya aman.

Mobil mereka terhenti di sebuah pantai yang letaknya sudah jelas sangat jauh dari jangkauan orang tua alpha itu, tempat ini sungchan yang arahkan dan sepertinya alpha itu sudah sering sekali kemari. Pantai yang sangat sepi dan gelap itu hanya bising akan ombak dan angin yang berhembus saja.

“lo cari masalah apa lagi?” shotaro memulai pembicaraan, yang ditanya hanya berdecak kesal sambil memijat keningnya yang lumayan pening.

“chenle—”

“berhenti terus terusan bela omega itu, lo cuman buang-buang waktu!” shotaro berbicara ketus dengan deru nafas yang tidak karuan dan juga jelas sekali terlihat bahwa pelupuk mata Beta itu mendadak memerah, amarahnya sednag berada di puncak.

sungchan mengernyitkan salah satu alisnya, terlihat bingung dengan perkataan shotaro, “maksud lo? ayah gue bilang kalau chenle itu cuman dimanfaatin, perjodohan kita ini cuman untuk kepentingan dia aja—”

“kalau emang gitu lo bisa langsung tolak perjodohan kalian dan boom, masalah selesai kan? ayah lo gagal nyakitin chenle dan chenle bakalan hidup tenang, aman dan damai sama alphanya dan lo bahkan bisa memulai hidup baru yang lebih baik tanpa orangtua lo atau omega itu...

... apa lo nggak pernah berfikir semudah itu???”

“gue nggak bakalan lepasin chenle untuk jisung”

“kenapa?! lo bilang itu rencana jahat ayah buat jodohin lo sama chenle, kalau gitu bukannya lebih baik dia sama jisung aja???”

“gue nggak bisa lepasin chenle gitu aja, gue nggak bisa, dia omega gue”

“dia udah punya mate sungchan dan lo tau itu!”

“dan itu gue” sungchan masih bersikeras, menolak fakta yang sebenarnya memang ada di depannya. Hal itu membuat shotaro berteriak frustasi, apa efek jatuh cinta sekarang menyerang akal sehat manusia?

shotaro berkali-kali memukul setir di depannya, berteriak menggila sebelum akhirnya menunjuk alpha di depannya itu dengan lancang “berhenti jadi tolol deh anjing. Lo mau sampe kapan kayak gini? mau sampe kapan gue tanya? sadar nggak kalau lo nyakitin omega itu juga” suara shotaro terdengar menggebu, terdapat siratan emosi di dalam setiap penekanan nada bicaranya. Kentara sekali kalau sudah muak dengan semuanya. Ia lelah sekali menasehati seorang alpha yang pada akhirnya ucapannya hanya akan dianggap angin lalu. Alpha dan egonya merupakan hal yang paling shotaro benci.

sungchan yang mendengarnya mendadak terdiam tanpa ingin melakukan pembelaan atau yang lainnya, ia kehilangan kata-kata untuk menepis fakta itu bahwa dirinya sendiri lah pelakunya. Dalang dari semua kesengsaraan omega itu.

apa sungchan sadar hari ini? apa ini akhirnya?

sudah beta itu katakan, ego dari seorang alpha itu salah satu hal yang menyebalkan!

“gue bisa perbaiki semuanya, gue bisa minta maaf dan mungkin mempercepat pernikahan ini kan? mungkin dengan cara itu juga gue bisa lebih mudah buat benteng perlindungan untuk chenle, gimana menurut lo?”

rencana yang dikatakan sungchan adalah hal paling bodoh yang pernah shotaro dengar, rencana tanpa pondasi itu seakan menggelitik perut shotaro yang mengundang tawa cukup kencang di mobil itu. Beta itu memilih keluar dari mobil dan tertawa kencang, berteriak ke arah pantai yang sunyi itu, bahkan kalau kalian bayangkan, beta itu seperti orang bodoh yang kehilangan akal sehatnya namun kalau kalian di posisi shotaro, kalian akan mengetahui siapa yang paling bodoh saat itu.

sungchan keluar menyusul, angin sontak menerpa seluruh bagian tubuhnya yang membuat semuanya makin berantakan.

“heh lo gila ya?”

“rencana lo yang gila, anjing! lo pikir di dunia ini semua tentang lo doang? kok bisa lo pikir dengan minta maaf bisa memperbaiki semua masalah yang udah lo lakuin sejauh ini? kenapa bisa segampang itu? gue ingetin, lo hampir buat omega itu kehilangan anaknya!”

“lo mau ngelak lagi? semua orang tau termasuk chenle chan! lo... semua kekacauan ini salah lo dari awal”

“kalau aja lo nyerah dari awal semuanya nggak bakal serumit ini, apa... apa yang lo mau dari mereka?”

Alpha itu menunduk, pelupuk matanya sudah banjir akan air mata, memikirkan berkali-kali apa semua cerita rumit ini ia lah penyebabnya? Sungchan menahan sesak dadanya, ia jatuh dengan lutut menjadi tumpuannya. Tubuhnya melemas, ia lelah.

“gue minta maaf... maaf... gue nggak bermaksud gue, maaf...” berkali-kali sungchan katakan maaf entah untuk siapa dan apa, shotaro tidak mengerti

“gue cuman mau dicintai, apa gue nggak pantas buat itu? kenapa semua orang yang gue harapin selalu... bukan jawabannya

sementara shotaro yang memang mengetahui hampir 90% kehidupan sungchan hanya bisa terdiam, mereka bersama sudah dari kecil dan beta itu sudah jelas tahu bagaimana sebenarnya orang tua alpha itu memperlakukan anaknya.

tidak bisa disebut orang tua.

shotaro mendekat ke arah sungchan dan ia bisa liat raut wajah yang lebih berantakan darinya. Remang lampu mobil mereka hanya menjadi cahaya satu-satunya yang memperlihatkan bagaimana mereka saling menghancurkan diri dengan perasaan mereka sendiri.

nyatanya, perasaan ini bukan hanya sekedar khawatir namun takut kehilangan. Shotaro yakin perasaannya sudah mengalah kala itu namun ternyata sisanya belum siap itu merela. Alpha itu membuatnya hancur padahal seharusnya ia tidak usah ikut campur urusan ini.

“cinta harusnya nggak semenyakitkan ini chan, lo emang nggak pantes dapet semua rasa sakit ini”

dekap itu ia rasakan, hangat sekali. Sungchan menangis tepat di bahu shotaro, memberikan segala beban di hatinya untuk dibagi. Ia sedang jatuh cinta, pada kebanyakan teori rasanya akan menyenangkan namun yang ia rasakan hanya sebuah kesedihan dan rasa bersalah. Mungkin memang benar ini bukan cinta.

“sakit bunda”

Bagaimana sisi kecil alpha itu merengek meminta pertolongan.