“apa sih enaknya ngerokok? gue gak pernah nemu enaknya ngisep asap kayak gitu” acel menatap penasaran ke arah jafran yang asik menghisap sigaretnya, yang ditatap hanya memberi kekehan kecil sebelum menanggapi laki-laki manis di sampingnya.
“ya karena lu nggak pernah coba jadi nggak pernah nemu enaknya”
acel bergidik ngeri, ia kembali meminum es kopi yang sempat ia buat tadi di dapur kostnya. Hari ini seperti hari biasanya, ia dan jafran akan menyempatkan diri untuk bersantai di tengah kesibukan masing-masing. Rooftop tempat mereka kost adalah yang terbaik sejauh ini, bising yang ada hanya kendaraan yang berlalu-lalang, matahari terbenam juga sangat jelas terlihat dari sana, itulah mengapa tempat itu menjadi spot ternyaman bagi mereka melepas penat.
“kenapa? lu mau coba nyebat?” tawar jafran, ia menyodorkan satu kotak sigaretnya kepada acel yang langsung ditolak oleh empunya.
“gue gak suka ngundang penyakit” kata acel, namun sepertinya hati dan pikirannya berbanding terbalik. Terlihat jelas oleh jafran bagaimana mata sipit milik acel terus menerus menatap rokok yang ada di genggamannya. Jafran tidak bodoh untuk tidak mengetahui kalau sebenarnya acel ingin mencobanya.
“ada cara nyebat tanpa ngundang penyakit, lu mau tau caranya?”
kata-kata jafran berhasil mengundang atensi acel sepenuhnya, bola mata berbinar terlihat jelas disana.
“ciuman sama gue”
acel nyaris tersedak minumannya sendiri, ia menatap jafran dengan kedua bola mata yang membelalak, pukulan telak mendarat sempurna di bahu si bongsor.
“tolol”
satu kata, hanya satu kata yang langsung membuat tawa jafran mengudara.
“ya lu nggak mau coba ni rokok, gimana kalau dari bibir gue aja? lu tau ciuman sama perokok itu enak”
acel mengerutkan dahinya, ia terlihat sedikit penasaran. “tau darimana?”
“nggak usah banyak tanya, coba sendiri” jafran mengabaikan acel yang rasa penasarannya makin lama makin membuatnya kesal. Ia hisap kembali sigaretnya yang hampir habis itu.
matahari mulai menunjukkan tanda-tanda kehilangannya, langit juga sudah tampak gelap, mereka mendadak hening semenjak obrolan tadi dan jafran merasa sudah cukup untuk hari ini. Laki-laki yang memiliki tinggi nyaris melewati pintu itu ingin beranjak pergi kalau saja acel tidak menarik bagian lengan bajunya dan membuatnya mengurungkan niatannya.
“apa?”
“i was curious about the taste of cigarettes, can we?”
jafran menatapnya bingung, bukan karena tidak mengerti apa yang diucapkan kawannya itu melainkan pertanyaannya.
belum sempat jafran menjawab, kerah bajunya sudah ditarik kencang oleh acel dan pada akhirnya kedua belah bibir mereka bersatu. Awalnya hanya kecupan biasa namun ternyata jafran cukup menikmatinya, ia mencoba ciuman yang lebih dalam dan intim membiarkan acel merasakan bagaimana rasa sigaret yang masih menempel di lidahnya.
setelah 15 menit berlalu mereka melepas ciumannya hanya untuk merasakan nafas, benang saliva membentang di ujung bibir masing-masing. Jafran dengan berani memeluk pinggang acel untuk memberikan kecupan kecil di bibir si manis sebagai penutup kegiatan mereka. Acel menyukainya, rasa dan bagaimana lihai bibir jafran bermain dengan bibirnya. Ia bersumpah demi seluruh koleksi games yang ia punya, kalau yang dikatakan jafran itu benar adanya.
5 menit merasakan kecupan dari jafran dan ia mulai sadar akan sesuatu, “hahh bangsat” dengan tiba-tiba acel mendorong tubuh jafran agak keras, lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi ia lari meninggalkan jafran yang senyumnya sudah melebar semenjak ciuman itu terjadi. Jafran tidak marah dengan perlakukan kwannya tadi, ia mewajarkan hal itu pasti terjadi, temannya itu terlalu keras kepala.
Jafranzua berfikir sepertinya menemukan candu baru selain sigaretnya.