UKS bareng.

Aji menepatkan kata-katanya tadi, soal akan menemani ale ke uks untuk melakukan hal yang tidak penting— katanya cuman mau rebahan aja. Padahal materi yang sedang dibahas guru dikelasnya adalah materi yang sangat penting untuk ujian akhir tapi untuk masa depan, apa sih yang enggak?

Dengan alasan mual dan pusing ia ijin untuk beristirahat di uks, untung saja guru yang sedang mengajar tidak banyak bicara selain berkata “silahkan”, aji memang beruntung saat ini, rencana bolosnya berjalan lancar.

Kini, ia sedang berdiri di depan pintu kelas 12 MIPA 2 yang tertutup karena anak-anak kelasnya sedang menonton film sesuai informasi yang di dapatnya dari ale. Diketuknya pelan pintu tersebut dan seorang perempuan berambut pendek lantas membuka sedikit pintu kelas sambil menghela lega.

“cari siapa?”

“ale”

“atas nama?”

“aji”

Perempuan itu tersenyum miring yang penuh arti lalu membuka seluruh pintu kelas, menampilkan postur tubuh aji yang sedang berdiri disana, semua pasang mata melihatnya bingung bahkan film yang tersetel tidak di perhatikan lagi.

“ale ale, dicari pacarnya nih!” teriak perempuan tadi, membuat aji seakan ingin menutup wajahnya sekarang juga saat satu kelas meneriaki mereka— ia dengan ale.

“cieee ale udah besar, cie cie!” begitulah isi suara riuh satu kelas, ale mencibir dan berjalan cepat sambil menghentakkan kakinya kecil menuju aji yang berdiri kaku dengan wajah memerah seperti kepiting rebus.

“DIEM GA?!” ucap ale kencang. Wajahnya juga memerah karena malu diteriaki satu kelas seperti itu dan sekarang mereka puas menertawakan wajahnya yang memerah saat memegang tangan aji. “win, aku ijin ke uks aja ya. Tugas aku udah selesai kok nanti istirahat pertama aku balik lagi”

“mau pacaran ya le?” tanya perempuan tadi yang dikenal ale sebagai wina, sekretaris kelas yang kelakuannya suka mengundang riuh kelas. Contohnya seperti tadi itu!

“ENGGAK! aku sama aji itu temen dari kecil tau, enggak usah ngira aneh-aneh deh!” ale menarik tangan aji cepat untuk meninggalkan kelasnya. Ia benar-benar malu saat ini, kenapa juga aji tidak chat saja daripada mengetuk pintu kelas? Ah! ale jadi sebel sendiri.

“sakit le”

Ale sontak melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan aji. Raut wajahnya mendadak berubah menjadi khawatir, “m-maaf” ucapnya pelan, aji yang tau kalau ale sedang dipuncak kekesalannya beralih memberi headpats di kepala si manis.

pat

pat

pat

“masih kesel ya?” tanya aji yang langsung diberi anggukan kecil oleh si manis, wajahnya masih memerah juga alis yang tertekuk. AJI GEMAS SENDIRI. Aji sedikit berdehem, menarik tangannya lalu beralih mengenggam tangan ale cepat ke arah uks sebelum mereka kepergok oleh para guru.


Pintu berhasil dibuka oleh si ketua osis— kalau kalian tanya siapa? Ya tentu saja aji anggara putra, beruntungnya ale mempunyai koneksi sebesar itu disekolah.

Ale berlari kecil ke arah kasur kecil di uks, menidurkan dirinya disana lalu disebelahnya juga ada aji yang ikut merebahkan dirinya. Mereka saling tertawa, saling melempar canda juga cerita-cerita ringan dari aji.

Sampai sunyi hadir diantara mereka. Tidak ada lagi yang saling menyahut maupun tertawa lagi. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing. Aji berdehem kecil dan berniat membalikkan badannya ke arah ale namun betapa terkejutnya ketua osis itu saat melihat ternyata ale sudah memusatkan atensinya padanya duluan.

“ALE! gue kaget” ucap aji sedikit teriak sambil memegang dadanya, tatapan ale ini tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Ale yang tidak merasa bersalah hanya tertawa kecil, “kenapa kaget?”

“ya... kaget diliatin kayak gitu”

ale mengangguk kecil lalu beralih duduk dipinggiran kasur tanpa melepas pandangannya dari aji, “aji kamu beda banget ya mukanya sekarang”

“beda gimana?”

“makin ganteng”

ANJINGGGGG, GUE MELELEH KAYAK MOJARELA ucap aji dalam hati, namun ia pintar menyembunyikan rasa saltingnya.

“kamu tau gak kalau aku takut kita semakin besar” kata ale, pandangannya masih tertuju pada aji yang mendadak menatapnya serius, terlalu serius sampai ale ingin tertawa kencang sekarang.

“kenapa?”

“aku takut kamu ninggalin aku, soalnya aku sayang banget sama aji”

“sayang? Kenapa sayang aji?” entah kenapa pertanyaan yang diajukan aji terkesan mendesak, meminta sebuah jawaban yang ia bayangkan selama beberapa tahun ini soal perasaannya yang mungkin saja terbalas

“aji temen ale, lah!”

atau mungkin juga tidak.