Terlambat atau tidak?

Chenle menarik tas mamahnya. Tas dengan gantungan kunci bergambar lumba-lumba hadiah pemberiannya saat ia masih kecil, chenle ingat sekali, ia memberikannya atas dasar menyayangi mamahnya yang pengertian.

Tapi untuk pertama kalinya, chenle harus bermohon dan menangis meminta mamanya untuk mengerti, untuk menunggu beberapa jam lagi.

“1 jam lagi ya mah... tunggu, jisung pasti dateng”

Mamahnya melepaskan pegangan tangan chenle lalu memilih mengenggam tangannya erat dan gelengan dengan tatapan kecewa tergambar disana, “mau berapa lama lagi? Mamah dari siang sampai hampir malam menunggu tapi alphamu sama sekali ga ada itikat baiknya” ucap wanita paruh baya itu.

Chenle tertegun, ia berkali-kali menghapus air matanya. Lalu mencoba kesempatan kali ini menelpon jisung lagi, walaupun hasilnya sama seperti 50 panggilan tak terjawab sebelumnya.

“lihat? Apa yang kamu harapkan dari dia?”

“aku ga mau dijodohin... Aku ga mau! Setidaknya kalau ga sama jisung aku ga bakalan sama siapapun!” chenle menggelengkan kepalanya kencang dengan tangisan

PLAK!

tamparan itu melayang tepat di pipi kanan chenle, wajah itu sontak memerah. Mamah melihatnya dengan nafas terburu, wanita paruh baya itu menangkup kedua pipi chenle lalu mengusapnya lembut. Rasa sesal karena menampar anaknya mulai melingkupi dirinya.

“sayang dengar mamah, kamu ga akan bisa sendiri—”

“bisa, Aku bisa urus diriku sendiri”

“kamu gak akan bisa—”

“karena mamah ga restuin aku sama alphaku jadi aku ga bakalan sama alpha lain, ga akan bisa! Mamah tau soal takdir omega dan alphanya kan—”

“kenapa masih bisa kamu berharap takdir untuk orang yang ga cinta sama kamu? Kamu mau aja dibodoh-bodohin!” Mamah tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya kecil, dengan air mata yang terus menerus jatuh ke pipinya, ia cengkram kuat-kuat bahu anaknya. Memohon agar chenle mengerti bahwa jisung bukanlah pilihan yang tepat untuk hidupnya.

Chenle menutup mulutnya agar isakan tangisnya teredam karena terkejut dengan mamahnya, kata-katanya sangat membuat hatinya sakit ditambah lagi nyeri dalam perutnya.

Ucapan mamahnya benar. Harusnya chenle sadar diri mengetahui fakta itu. seseorang tidak bisa dibuat jatuh cinta kalau memang ia tidak ingin dari awal.

Jadi selama ini apa? Chenle hanya membuang waktunya percuma.

“sungchan bakalan jemput kamu, lebih baik kamu sama dia. Mamah mau balik, mamah percaya sungchan bisa jaga kamu sampai kamu melahirkan”

”... dan pernikahan kalian akan segera dilangsungkan” ucap si mamah lalu pergi meninggalkannya sendiri.

Chenle masih berusaha meraih tangan mamahnya namun ditepis pelan oleh wanita paruh baya itu. Kalimat permohonan terus menerus ia teriakan, tapi mamahnya tak mengindahkan, sampai tubuh wanita itu hilang dibawa taxi pesanannya.

Sementara omega itu masih sibuk menangis sambil memegang erat perutnya yang nyerinya luar biasa. Ia bingung, ia cemas juga khawatir soal kemana alphanya hingga larut malam begini tidak pulang bahkan tidak mengabarinya.

Kecewanya menorehkan luka yang cukup dalam, apalagi saat ia sadar akan satu fakta bahwa harapan untuk dicintai sama sekali tidak ada, bahkan di hari yang omega tunggu-tunggu, alphanya sama sekali tidak datang. Chenle bingung harus kemana, kapten perahunya hilang arah sementara dirinya buta jalur.

“chenle...” suara yang tak asing menyapanya, diusapnya pipi chenle yang basah. Ia bawa wajah itu untuk menatapnya dan tangis chenle pecah disana.

“renjun, bawa gue pergi, gue gak mau sama siapa-siapa. Gue gak mau... bawa gue pergi” chenle memeluk renjun erat dan laki-laki beta itu hanya bisa menenangkannya agar calon bayi tidak kenapa-kenapa

“mau kemana? Lo ga bakalan bisa tanpa jisung, kan?”


Malam semakin mencekiknya dengan perasaan bersalah pada anaknya. Air mata berkali-kali menutupi pandangannya. Telinganya mendadak tidak mendengar apapun termasuk bunyi kencang bel mobil dari sampingnya.

TIN TIN!!

Wanita paruh baya itu menoleh, nyaris truk besar disamping menabraknya kalau saja seseorang tidak menariknya kencang ke trotoar. Jantungnya sejenak terhenti. Ia nyaris mati. Ia menoleh ke arah seseorang yang menariknya barusan.

Laki-laki itu memejamkan matanya, nafasnya tak kalah memburu darinya. Seorang alpha yang dari mencium feromonnya saja wanita paruh baya itu mengetahuinya.

“tante gapapa?” ucapnya, raut wajahnya khawatir.

“gapapa, kamu...” wanita paruh baya itu mengusap dahi laki-laki alpha itu, terdapat bercak darah yang banyak disana. “berdarah?”

“bukan gara-gara tadi kok tante”

Wanita itu menarik tangan alpha itu agar terduduk di kursi dekat trotoar, ia mengeluarkan kotak obat yang ia bawa di tas kecilnya. Mengambil obat merah dan juga plester.

“kamu kenapa?”

“terimakasih tante” alpha itu tersenyum senang, terlihat dari matanya yang menyipit karena senyuman, “saya tadi hampur ditabrak mobil tapi beruntung bisa ngehindar”

“ya ampun, hati-hati....” ada jeda sebentar, sebelum akhirnya alpha itu peka akan sesuatu, ia tersenyum kecil lalu menatap wajah wanita paruh baya itu yang nampak khawatir

“loh lumba-lumba, tante suka juga ya?” jisung melihat gantungan kunci yang tergantung apik di tas miliknya. Lumba-lumba adalah salah satu hewan favorite chenle jadi setiap ia bertemu apapun dengan gambar hewan itu maka yang terlintas dipikirannya adalah chenle.

“ini anak tante yang berikan—”

“omega saya suka banget sama hewan ini, udah jadi ciri khasnya dia banget” ucap jisung dengan wajah yang berbinar dan nada antusias yang kentara. jisung memandang terus menerus gantungan kuncinya sampai wanita paruh baya itu berinisiatif untuk membukanya dan memberikannya pada jisung.

Dengan senyuman, salah satu barang terpentingnya ia berikan pada seorang malaikat yang menyelamatkannya tadi.

“ini ambil buat omegamu” kata wanita itu dan jisung hanya bisa berucap terimakasih berkali-kali, “kamu habis darimana? Kenapa kotor begini astaga”

“saya habis bersihin makam, tante. Makam bunda saya dirusak”

“kenapa bisa?”

“orang jail tante hahaha, emang kurang ajar sih”

Hari sudah gelap namun jisung masih asik cerita dengan wanita itu, menceritakan banyak hal sampai tertawa, sampai jisung tersadar bahwa ia melewati janjinya.

“tante sekarang jam berapa ya? Kok udah malem banget” tanya jisung, ia mengeluarkan handphonenya yang rusak akibat kecelakaan tadi, hpnya dilindas sampai pecah. Memang kurang ajar, terkadang jisung bingung salahnya apa sampai harus mendapatkan ini semua, yang tau jawabannya hanya sungchan. hadeh

Wanita itu mengeluarkan handphonenya lalu memperlihatkan jam yang tertera di lockscreennya. Mata jisung membulat sempurna saat menyadari sudah terlalu malam dan pertemuannya dengan mamahnya chenle adalah siang hari.

bisa kena masalah kalau begini

“ASTAGA TANTE! saya harus pulang”

“loh tiba-tiba?”

“saya ada janji, tante mau saya antar pulang?”

“sebenarnya saya maunya ke terminal bus, tapi kalau sedang buru-buru tidak apa. Saya bisa naik taxi lagi kesana—”

Jisung berfikir, terminal bus cukup jauh dari rumahnya. Tapi meninggalkan wanita itu jauh lebih berbahaya. Maka ia relakan beberapa waktunya untuk berputar arah ke terminal bus, berharap mamah chenle masih ada dirumahnya untuk mendengar beberapa penjelasannya.

“ayo tante saya antar, udah malem. Bahaya”

Wanita itu tersenyum dan mengangguk kecil. Ia menepuk bahu jisung pelan, “kamu orang baik, omega kamu sangat beruntung punya alpha seperti kamu”

“terimakasih tante”

“andai anak saya mendapatkan alpha seperti kamu ya... Pasti saya tidak akan menjodohkannya”

Tanpa mereka sadari, sedari tadi percakapan itu telah terjadi. Wanita paruh baya itu menatap lekat sosok jisung disebelahnya. Jisung dimatanya itu alpha yang kuat dari alpha manapun, ia berharga dan omeganya harus bangga memilikinya dalam hidup. Tapi, sayangnya ia tidak menyadari kalau yang sedang berbagi tawa dan cerita sedari tadi, yang menolongnya, yang bersedia merelakan waktunya yang terburu adalah alpha anaknya.