Sore hari itu, saat senja sedang cantik-cantiknya di ujung pantai. Jisung di dalam mobilnya menangis dalam diam, sambil menatap matahari yang perlahan menghilang dirinya hancur dibawa semua masa-masa kelamnya dulu. Dadanya sesak tak karuan, nafasnya tak beraturan, dan air matanya terus menerus berjatuhan tapi tetap tak mengubah keadaan.

Memang semuanya sudah hancur dari awal, entah bagaimana lagi harus memperbaikinya lagi, jisung hilang harapan. Ia awalnya mengira kalau masa itu akan lenyap setelah bertahun-tahun lamanya mereka hilang dari hidup jisung.

Sakit. Iya sakit rasanya. Bahkan ayahnya tadi hanya bertanya hal-hal yang tidak perlu ditanyakan, bagaimana makan dan tidur mu?, bagiamana sekolahmu?, uang yang ayah berikan, bagaimana hidupmu? dan semua pertanyaan yang bahkan ia harusnya tau jawabannya akan seburuk apa!

Ia berumur lima semenjak laki-laki itu meninggalkannya. Memang lucu sekali pertanyaannya, sok peduli padahal ia yang meminta pergi.

Jisung menundukkan kepalanya di setir mobilnya, tidak ada yang bisa membendung tangisnya yang terus menerus keluar, ternyata rasa sakitnya masih sama seperti awal ia dihancurkan. Pantai di hari senin sedang sepi-sepinya, sangat cocok untuk melepas emosi yang akhir-akhir ini melingkupi dirinya. Handphone sengaja ia pakai dalam mode silent. Ia hanya ingin terlihat baik-baik saja saat nanti pulang walaupun ia tau chenle itu cerewet, kalau belum dapat jawaban pasti akan bertanya terus menerus atau akan ngambek.

“capek banget...”

Ia mengambil handphonenya lalu telepon dari seseorang terlihat disana, itu dari omeganya maka sudah ditebak chenle akan berteriak saat ia mengangkat teleponnya kali ini, karena 30 panggilan yang sedari tadi ia abaikan.

“hal—”

“halo jisung?”

“iya jisung, siapa ini?” jisung tersenyum jail saat ada jeda dari panggilan chenle disana

“lo ga tau siapa gue?”

“gak, siapa ya ini?”

“CHENLE!”

jisung tertawa kencang mendengar teriakan chenle, “tenang bumil, jaga emosi kata bu dokter”

“MATA LO BUMIL, PULANG ATAU GUE KUNCI LO DI LUAR”

“iya iya cerewet ini pulang sekarang, gue lg belanja jug—”

“BELANJA APA?!”

“kepo—”

“GUE LAPER”

“ya makan?”

“mau sate boleh?” mendadak suara omega itu memelan karena ingin meminta sesuatu, jisung mencibirnya. idih

“ya boleh”

Setelahnya chenle mematikan teleponnya sepihak, jisung menghapus air matanya lalu segera menghidupkan mobilnya. Tujuan selanjutnya adalah membeli pesanan omeganya itu, sate ayam

Dan jisung sadar akan sesuatu, baru saja tadi emosinya tak terkendali namun saat mendengar omeganya, perasaannya kembali membaik. Jisung sadar itu sering terjadi.