Saya bukan bajingan

Malam akhirnya menyapa menemani penatnya manusia, sama seperti biasanya, lampu kamar jisung menjadi remang saat waktunya pasangan mate itu harus tidur. Sekarang jam sudah menujukkan waktu pukul 11 malam dan jisung sama sekali belum ingin memejamkan matanya yang kentara lelah seharian ini. Ia masih terbayang akan kata-kata dari mamahnya chenle tadi dan mulai mempertanyakan dirinya

Apa benar ia bajingan?

Rasa takut dan kalut mulai menghampirinya, baru tadi ia bisa menghilangkan semua hal tentang ayahnya tapi entah kenapa ada saja yang menariknya kembali lagi dan lagi.

Tubuhnya ia balikkan ke arah chenle yang memunggunginya, badan yang lebih kecil dari dia itu sudah tidur ternyata, perlahan tangannya mulai mengalung ke arah pinggang omeganya lalu memeluk sang omega erat. Feromonnya nyaman. Aura omega itu selalu menenangkan. Ini yang jisung takutkan kalau saja omeganya mendadak pergi, meninggalkan atau ia tinggalkan.

Tak lama pelukan itu, chenle melepaskan diri. Omega itu juga berbalik ke arahnya. Menatapnya intens walau dalam cahaya remang.

“nangis?”

Jisung terkesiap, “e-enggak, mana ada sih”

“udah gue bilang, lo ga pinter bohong gausah sombong”

Akhirnya jisung terdiam, ia bungkam seribu bahasa. ia memang tak pandai dalam hal berbohong.

“mamah kata-katanya nyakitin ya?” tanya chenle, jisung melihatnya dengan matanya yang berkaca lalu menjawabnya dengan gelengan kepala

iya, dia bilang gue bajingan le. Kata-kata yang paling gue hindarin seumur hidup

“masa? maafin mamah ya, jangan dimasukin ke hati ji”

dia bilang gue ga pantes buat lo, padahal gue udah berusaha

“mamah bukan gue jadi dia gatau aslinya lo gimana. Gue lebih tau lo daripada orang lain”

lo belum tau seluruhnya le

“gue ga suka pembohong, lain kali jujur sama apa yang lo rasain sama apa yang lo alamin, setidaknya ke gue? Jangan dipendem terus”

“ayo tidur” jisung mengabaikannya lagi, alpha itu menarik selimutnya agar menutupi mereka berdua, namun tangannya keburu ditarik oleh chenle dan dibawanya telapak tangan besar itu untuk melingkupi perutnya

Jisung rasakan gerakan dari dalam perut chenle, ia membulatkan matanya terkejut “nendang?”

Chenle terkekeh kecil lalu mengangguk, “lo janji mau elusin lagi, si jiel ga bisa diem”

“modus ya?”

Chenle tersenyum dan menggelengkan kepalanya kecil, ia enggan berdebat karena kesadarannya sudah hampir di rampas. Soal perasaan jisung yang tak karuan sudah dirasakan naluri omeganya, makanya jisung sering ketahuan kalau sedang gundah. Chenle menghembuskan nafasnya kecil, tatapan sayu karena mengantuk ia tujukan pada alphanya yang menatap perutnya terlalu serius.

“jisung, lo bisa ga jangan pergi?” tanyanya namun jisung tak merespon, baru sadar, ternyata pertanyaan itu hanya bersuara di hatinya.

Telapak tangan jisung yang awalnya menangkup perut chenle, berakhir mengusapnya lembut sampai tidak sadar chenle makin lama makin memejamkan matanya lalu tertidur pulas. Jisung menatap mata yang terpejam itu dan pikiran kalutnya kembali menyelimuti.

kalau tidak cinta, setidaknya jangan rusak anak saya

Telapak tangan jisung beralih mengusap punggung tangan omeganya, lalu membawa tangan itu ke dahinya dan memegangnya erat. Terlalu erat seakan tidak membiarkannya lepas.

“saya sayang chenle tante, tolong jangan dipisahin. Saya bukan bajingan, saya bukan bajingan, saya bukan ayah...”

Jisung hanya takut kedua orangtua chenle akan menjadi perpisahan baru baginya dan omeganya.