Perpisahan dan sebuah kehilangan

Jisung terburu-buru keluar dari mobilnya saat kendaraan beroda empat itu terparkir rapi di bagasi rumahnya. Sempat-sempatnya berkaca agar tidak terlalu berantakan walaupun memang sudah tidak bisa lagi dibuat rapi, membersihkan sisa tanah yang menempel di kemejanya lalu masuk ke dalam rumah.

Suasana rumah tampak sepi, tidak ada satupun orang dan perasaan jisung mulai tidak enak. Hendak memanggil chenle ternyata omega itu sudah menunjukkan dirinya dengan satu koper ia bawa di tangan kanannya. Omega itu menuruni tangga satu persatu tanpa menyadari bahwa alphanya menatapnya khawatir

“lo mau kemana?” satu pertanyaan itu terlintas di pendengarannya, chenle menoleh dan mendapati wajah jisung yang menatapnya cemas tapi wajah chenle tak kalah lemas. Lelah menangis sedari tadi tapi ternyata pilihannya cuman satu; Pergi.

“lo ga perlu tau” chenle melanjutkan langkahnya, tapi tangannya dicegat, digenggam erat.

“gue alpha lo, gue harus tau lo kemana. Lo mau kemana?” pertanyaan itu sekali lagi dilontarkan jisung. Chenle menatapnya bengis, benci, sakit hati. Matanya memerah karena tangis.

“gue bilang lo ga perlu tau”

“gue perlu tau karena lo tanggung jawab gue”

“gue ga butuh tanggung jawab lo, gue bisa urus hidup gue sendiri. Minggir!” chenle mencoba menepis jisung yang berusaha menghadang tubuhnya namun ternyata tubuh jisung lebih besar daripada dirinya dan alpha itu sama sekali tidak memberi celah untuknya pergi.

“gue gak akan minggir sebelum lo kasik tau lo mau kemana anjing? Sesusah itu kah?”

“iya susah! Sesusah lo yang ga ngabarin gue seharian dan batalin perjanjian ini bangsat”

Chenle mengacak rambutnya sendiri, kebiasaan, kalau sudah frustasi dan menahan emosi ia selalu melampiaskannya ke diri sendiri dan jisung selalu membuatnya berhenti melakukan itu. Sampai sekarang. Jisung menarik kencang tangan chenle untuk membuatnya berhenti menyakiti dirinya sendiri.

“tenang le, tenang. Oke gue jelasin semuanya, gue jelasin” jisung merogoh sakunya, ia mengambil ponselnya yang sudah hancur untuk ditunjukkan pada chenle. “ini liat, gue mau ngabarin lo tapi tiba-tiba ada mobil entah darimana hampir nabrak gue tapi untungnya cuman hp gue yang kelindes” ucapnya, sontak mata omega itu ia bawa untuk melihat luka yang diperban tepat di dahi jisung.

“lo bisa liat sendiri lukanya, kan? Gue sama sekali gak bermaksud buat batalin pertemuan tadi tapi emang—” belum habis penjelasan jisung, seseorang mendadak membuka pintu rumah mereka. Keduanya menoleh ke arah pintu dan sosok sungchan berdiri disana, menatap mereka berdua dengan terkejut terutama saat melihat jisung yang mata alphanya keluar dengan begitu gelapnya, menunjukkan emosi yang membara.

Tanpa melanjutkan penjelasan itu, dikerubungi kabut amarah, jisung bawa langkah besarnya ke arah sungchan dan memukulnya tepat di wajah hingga tubuh alpha itu tersungkur ke lantai begitu saja. Belum habis emosinya, pukulan bertubi-tubi ia luncurkan ke wajah sungchan tanpa ampun— namun, anehnya wajah brengsek itu masih bisa tersenyum sinis

“LO BANGSAT, KELUARGA LO EMANG BRENGSEK!” jisung berteriak kencang, mengundang jaemin dan jeno yang sedari tadi diam cukup jauh dari rumah jisung, merka berlari dan melerai perkelahian itu. Chenle juga tidak tinggal diam, ia mencoba melerai tapi renjun melarangnya— takut, kalau chenle bisa kena imbas melihat jisung yang sedang kalap. Kekuatan alpha itu bukan main-main.

“sabar anjing, lo kenapa? Tahan emosi lo tahan” kata jaemin mencoba memegang erat lengan jisung walaupun empunya mencoba melepaskan diri, tapi beruntung kedua abangnya bisa menahannya.

Nafas jisung masih terburu, pandangannya juga masih menajam walaupun bisa dilihat wajah sungchan jauh dari kata baik-baik saja. Alpha itu menarik pelan tangan chenle dari renjun sambil mengusap pelan luka diujung bibirnya.

“kalau lo tanya kenapa gue kesini ya jemput calon tunangan gue”

Satu kalimat yang sontak membuat jisung membulatkan matanya terkejut. Tubuhnya melemas, juga hatinya berdenyut tak karuan. Calon tunangan?

“chenle, lo apa-apaan? Bercanda ya? Ga lucu anjing” tanyanya pada omeganya yang juga sedang menatapnya dengan manik sendu. Mata indah itu mendadak ingin bungkam.

“gue nyerah”

“apa? Nyerah apa le? Lo jangan—”

“gue capek, gue nyerah, gue berhenti. Bener kata orang, kita emang bukan takdir ji, kekacauan ini semua dari kita dan kita ga perlu bikin kekacauan ini lebih lama lagi”

Mendengar penuturan chenle, semua orang mendadak terdiam. Ya, semua orang juga tau soal perasaan chenle yang sama sekali tidak ada balasannya. Bahkan mereka semua yang menyuruh pasangan mate ini biar berpisah saja tapi saat hari ini benar-benar terjadi, perasaan tidak rela mulai melingkupi. Terutama si tersangka utama— park jisung.

Kenapa tiba-tiba?

“gak! Lo gak bisa pergi gitu aja, lo lupa? Gue ini alpha lo—”

Sungchan maju selangkah di depan chenle, ia tutup tubuh yang lebih kecil itu dibelakangnya untuk bersitatap dengan jisung lebih dekat, “do you love him?”

“bacot! Gara-gara lo anjing, ini semua gara-gara lo. Le, lo harus percaya kalau pertemuan tadi dia yang—”

“gue tanya, do you love him?

“MINGGIR! LE, dengerin gue lo ga bisa pergi sama dia, orang ini brengsek”

Chenle enggan menoleh tapi ia memilih bersuara, bertanya sekali lagi, “then, give me a reason to stay. Do you love me?”

Jisung diam. Tidak ada sepatah kata pun keluar namun nafasnya seakan direnggut sampai tersendat apalagi saat chenle terdengar menghela nafas berat dan suara koper diseret keluar terdengar. Tiada pamit omeganya pergi dengan perasaan pahit

Lengan jisung dilepas dan tubuhnya mendadak ambruk ke lantai, lemas sekali, pandangannya kosong sekaligus berkaca-kaca. Bodohnya sampai hari ini disaat cintanya sudah tumbuh ia malah tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan sekedar mengejar chenle untuk menjawab pertanyaannya.

Traumanya membunuhnya.

“lo beneran ga bisa cinta ya sama chenle?” renjun bertanya, nadanya juga lelah.

Jisung diam. Ia enggan menjawab pertanyaan renjun. Alpha itu juga bingung harus dijawab bagaimana, ia terlalu takut

“harusnya emang dari awal chenle bukan sama lo ya ji” renjun juga menghela nafas berat, ia sudah menebak isi kepala jisung.

Semua orang bilang ia tak pantas padahal sebenarnya ia sudah berusaha keras tapi memang tak semua mengerti caranya

“iya gue emang brengsek, harusnya emang dia sama yang lain bukan gue” ucap jisung sebelum akhirnya ia berjalan menuju kamarnya dan menguncinya. Ia ingin merayakan kehilangannya lagi dan lagi

Selesai?