Pemakaman

Hari ini adalah hari dimana untuk pertama kalinya restu akan mengeratkan hubungan dirinya dengan chenle. Jisung benar-benar tidak bisa tidur semalaman saat mengetahui bahwa mamah chenle akan datang keesokan harinya. Berkali-kali bangun lalu tidur kembali, jalan kesana kemari mencari kata-kata yang pas untuk berbicara dengan beliau.

Jisung mengira akan berjalan lancar seperti itu, sampai satu telepon dari nomer orang yang tidak dikenal memanggilnya. Sejenak jisung mengernyitkan dahi lalu memilih mengangkatnya— takut kalau terjadi sesuatu yang penting.

“Halo—” sapaannya dibalas tawa yang kencang dari sana. Jisung mengenal suara itu dengan sangat baik. Itu sungchan.

“halo jisung, lama gak ngobrol lagi”

“mau apalagi?”

Ada jeda sebentar, terdengar sungchan tengah sibuk dengan suatu hal disana. Entah kenapa perasaan jisung sama sekali tidak menunjukkan hal baik.

“tempat pemakaman bunda lo ternyata cukup jauh ya”

Jisung membulatkan matanya, amarah mulai menguasainya. Berani-beraninya orang yang membunuh bundanya menginjakkan kakinya disana. Jisung tidak sudi sama sekali.

“jangan sentuh bunda gue!”

“terlambat, gue hancurin semuanya sama kayak dulu kan ji”

“BANGSAT—”

Telepon dimatikan sepihak oleh sungchan. Tanpa pikir panjang segera jisung lajukan mobilnya ke arah pemakaman bundanya. Memang manusia paling sialan adalah keluarga baru ayahnya, mau dihancurkan seperti apalagi hidupnya? Padahal jisung sama sekali tidak ingin berurusan dengan mereka lagi.

Pikiran jisung terlalu sibuk dilingkupi kekhawatiran tentang makam bundanya, melupakan bahwa janjinya tengah menunggunya yang tak berkabar di depan pintu rumah.


Chenle bergerak gelisah, kakinya tidak bisa diam sedari tadi mamanya datang. Berjalan kesana kemari di depan pintu terkesan gugup dan grogi, mamanya yang melihat itu menghela nafas lalu menuntun chenle agar duduk tenang disebelahnya.

“duduk sayang, kasian anak kamu”

“mah, tunggu lagi sebentar ya. Jisung pasti dateng kok, dia udah janji”

mamahnya mengehela nafas pelan sambil mencuri pandang ke arah jam di dinding sebelah mereka, akhirnya memilih mengangguk, tangan wanita paruh baya itu memilih mengusap pelan perut chenle. Tidak meringankan perasaan chenle sama sekali, ia khawatir. Janjinya apa akan diingkar lagi?


Sementara jisung, berlari ke arah makam bundanya yang benar adanya. Makam itu rusak semuanya, bak dilanda badai, semuanya dihancurkan tak bersisa. Bunga mawar yang tubuh lebat bertahun-tahun itu dipotong sampai hancur. Padahal bunga itu membuat jisung selalu menganggap bundanya hidup tapi sialannya sungchan menebangnya.

Seseorang mencoba merapikan segala kekacauan itu di depannya, ia menangis sambil mengambil beberapa tanah yang terkena injakan sungchan. Pria paruh baya itu menangis sejadi-jadinya, berteriak ampun dan maaf berulang kali. Jisung benci melihatnya, ia dorong keras laki-laki itu menjauh dari makam bundanya.

“jisung jisung, ayah minta maaf”

“GARA-GARA LO, BAJINGAN!” dengan teriakan yang cukup keras jisung suarakan sakit hatinya. Dengan tangan kosong ia bersihkan makam bundanya dari sampah-sampah yang berserakan, ia hilangkan jejak kaki bekas injakan, ia memeluk tanah itu dan menangis sejadi jadinya. Alpha itu berusaha untuk membuat makam bundanya selalu tampak cantik dan indah dengan mawar putih yang ditanam tepat disamping nisan bundanya. Karena selama hidupnya yang di derai ribuan masalah, jisung cuman punya bunda walaupun sebenarnya bunda sudah tiada.

“bunda..” jisung bersihkan semuanya satu-satu, tidak peduli dengan sosok ayahnya yang masih terisak di depannya, tidak peduli dengan baju kantornya yang kotor, jisung ingin bundanya berbahagia.

“ayah sama sekali ga tau kalau sungchan bisa sampai ngelakuin hal ini”

Jisung tidak menjawab, ia masih sibuk membersihkan semuanya

“ayah bener-bener minta maaf, ayah minta maaf—”

“pergi” jisung duduk disamping makam bundanya tepat membelakangi ayahnya, ia mengusap nisan itu pelan.

Dan ucapan itu menjadi akhir percakapan mereka kala itu, ayahnya tak banyak bicara, ia pergi dengan isakan tangis yang masih terdengar. Jisung sekali lagi tidak peduli, tidak akan.

Dua jam jisung berdiam diri sambil menangis disana, ia rindu bundanya. Selalu. Setiap hari. Tapi jahatnya seseorang melakukan ini pada bundanya walaupun ia sudah tak lagi bernyawa.

Dua jam berlalu dan jisung melupakan janjinya.