Pandangannya tak lepas dari tubuh chenle yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus terpasang ditangannya. Wajahnya damai, matanya terpejam dengan nafas yang beraturan. Jisung sedikit tersenyum kecil dan bernafas lega karena ia dan chenle masih punya kesempatan bertemu jiel.

Jisung taruh sekotak susu favorit chenle, beberapa potong buah segar dan makanan yang tadi ia sempat buat di rumah. Semua makanan itu adalah yang biasa ia buat untuk chenle atas saran dokter. Ia menghela nafas kecil dan melihat renjun yang duduk disamping ranjang chenle. Tangan besarnya ia bawa untuk mengusap kening chenle, menyingkirkan poni yang menutupi dahi omega itu.

“ren, kalau nanti dia bangun langsung suruh makan ya” ucap jisung dan dijawab anggukan oleh renjun

”... Bilang juga kalau makanan ini semua lo yang buat”

“ji, ya kali gue bilang gitu”

please, biar dia mau makan”

Renjun tidak merespon, ia memilih memijat pelan jari-jari chenle. Jisung anggap itu adalah jawaban iya, merapikan kembali baju kantor dengan jasnya jisung tersenyum ke arah renjun.

“Cepetan bangunnya ya, gue kangen” bisik jisung pada chenle, alpha itu memberi kecupan di kening omeganya sebelum akhirnya ijin pada renjun ingin berangkat kerja.


1 Tahun bukanlah hal yang sebentar hidup dengan seseorang. Saling berbagi, bercerita banyak hal, berdebat dan banyak hal lain yang dilakukan berdua. Maka tak heran beberapa hal yang sering dilakukan itu punya tempat tersendiri di ingatan. Tidak mudah dilupakan. Tidak mudah dihilangkan. Chenle hidup dengan jisung itu sudah bisa dibilang cukup lama, jadi tak salah omega itu tau sedikit engganya soal alphanya. Seperti contohnya, makanan yang sedang dimakannya dirumah sakit. Chenle hapal bagaimana rasa masakan alphanya karena hampir setiap pagi makanan itu tersaji di meja makan.

Tapi, renjun berbohong.

“ini... Siapa yang buat?” chenle menatap renjun curiga sambil mengaduk-aduk makanannya.

“gue lah, emang lo berharap siapa?”

Bohong. Padahal chenle tau kalau ini pasti buatan jisung, ia melihat kembali makanannya. Ternyata masih sama rasanya, masih ia hapal dengan baik padahal hampir sebulan lebih ia tidak menikmatinya. Air mata mampir tak diundang lagi, sesaknya datang lagi. Tangannya terus menerus mengusap air matanya agar tidak terus menerus jatuh membasahi pipinya, sambil melanjutkan makannya chenle terisak kecil. Ternyata tangisnya tak bisa dibendung.

Pernah sangat merindukan seseorang tapi mencoba untuk tidak peduli?

“ga berharap siapa-siapa” ucap chenle dan renjun hanya diam, mendadak bungkam.