Luka yang abadi dari cerita patah hati.

sebelum masuk ke cerita, ada satu pertanyaan yang seringkali ditanyakan alpha itu pada dirinya sendiri, setiap hari, berulang kali.

Seberapa inginnya kamu menjalani hidup?

Seberapa inginnya kamu mengakhiri semunya?

alpha itu tertawa kecil menatap pantulan dirinya sendiri di cermin wastafelnya, menertawakan bagaimana pertanyaan itu hadir di kepalanya sendiri “lo gak bakalan kuat hidup penuh rasa sakit kayak gini, iya kan?”

“memang siapa yang sudi sama orang brengsek kayak lo? sadar bangsat!” monolognya, amarahnya seketika memuncak. Alpha itu tanpa sadar memukul cermin di depannya hingga pecah semuanya bahkan menyakiti dirinya sendiri namun ia tetap tidak mengindahkan, luka ditangannya tidak bisa membalas semua rasa sakit kasihnya yang dirinya sendiri lah pelaku utamanya.

darah mengalir dari tangannya, berjatuhan ke lantai kamar mandi yang penuh akan air, menghiasi lantai itu dengan warna merah akan rasa sakit. Perih rasanya kalau di deskripsikan oleh kata-kata, bukan lukanya tapi hatinya.

sungchan bingung harus memulai lagi darimana, alpha itu benar-benar kehilangan arah sekarang. Ia sering mempertanyakan apa dirinya sudah berada jauh dari tujuan sebelumnya? bahkan sampai tega menyakiti semua orang termasuk dirinya sendiri.

BRAKK!!

pintu kamar mandinya terbuka kasar, padahal seingatnya tadi terkunci atau mungkin tidak? ia tidak peduli. Sosok yang ia lihat pertama kali adalah shotaro, laki-laki itu mengatur nafasnya dengan asal tergambar jelas wajah panik disana.

“SUNGCHAN” teriaknya bahkan tanpa tau diri siapa sebenarnya yang ia teriaki.

sungchan dengan wajahnya yang basah dan kentara lelah serta tangannya yang penuh akan darah hanya menundukkan kepalanya, mencoba menahan tangisnya yang seakan berteriak ingin dikeluarkan, dadanya sangat sesak sampai rasanya sulit untuk bernafas.

“gue... gue harus apa?” suara itu terdengar parau di pendengaran shotaro. Air mata alpha itu perlahan turun, membasahi pelupuk mata dan pipinya. Kepada siapa lagi ia mengadu sedih? semua orang seakan tidak bisa dipercaya

“gue udah coba, gue yakin gue udah coba tapi kenapa gue gak pernah dapet rasa itu... rasanya dicintai itu sebenarnya sesakit ini?”


Kembali ke realita yang pahit, sedihnya tidak akan pernah dimengerti dunia. Bahkan malam yang sama dimana pikirannya sedang kacau akibat kejadian kemarin, ia harus berhadapan lagi di depan kedua orangtuanya.

Ayah tirinya berjalan kesana kemari dengan resah bahkan sampai tak segan menghancurkan segala hal yang ada di depannya.

“kamu! kamu anak brengsek!” teriak sang ayah sambil menunjuk ke arahnya terus menerus, menyalahinya lagi dan lagi.

kata-kata makian seperti itu sudah jadi makanannya setiap hari, dari ayah tirinya maupun dari bunda kandungnya sendiri.

“disuruh menjaga seorang omega saja kamu lalai, alpha macam apa kamu ini sebenarnya?” kini bunda yang memakinya.

ayah berjalan mendekat ke arahnya, mencengkram erat rahang pipinya hingga sungchan menatap lurus ke arah sang ayah. Kekuatan alpha yang sedang marah akan berkali-kali lipat, maka sungchan seharusnya tidak heran cengkraman ayahnya seakan ingin meretakkan rahangnya.

“kamu bajingan, anak yang tidak berguna sama sekali. Kamu hampir buat perusahaan saya makin hancur!”

tangan itu menghempaskan wajah sungchan dengan keras, hampir membuat dirinya terjatuh namun syukurnya meja di belakangnya menahannya agar itu tidak terjadi.

bunda terlihat memijat keningnya sendiri namun sungchan masih terlihat kebingungan dengan apa maksud ayahnya tadi, apa hubungan chenle dengan perusahaannya?

“saya yakin kejadian kemarin tidak akan berpengaruh dengan perusahaan ayah—”

“TENTU SAJA BERPENGARUH!” ayah berteriak murka.

“kamu tau apa tujuan saya dan bunda kamu menjodohkan kamu dengan omega itu? agar perusahaan kita terbantu banyak oleh perusahaan ayahnya chenle, kamu tau itu? hahaha sepertinya juga kamu tidak peduli karena yang kamu pikirkan hanya cinta, cinta, cinta”

kata-kata ayahnya itu seketika membuat sungchan terkejut, bagaimana tidak? rencana jahat macam apalagi ini, apa perasaannya seperti sebuah permainan?

sungchan berdiri menegak, raut wajahnya tidak bisa berbohong kalau ia kecewa dan marah. Sangat marah.

“Bun... saya masih berharap yang dibilang orang ini bohong”

bunda hanya terdiam dan berdecak kesal, ia memalingkan wajahnya seperti enggan melihat wajah sang anak yang terukir kecewa.

“KAMU MENGANGGAP SAYA BERBOHONG? ITU BENAR!”

sungchan beralih menatap ayah tirinya dengan amarah, genggaman tangannya terlihat jelas kalau ia sedang menahan diri agar tidak melakukan hal yang tidak diinginkan.

bunda tertawa kecil lalu berjalan ke arah sang ayah, memberi tepukan kecil pada pundak laki-laki paruh baya itu sebelum akhirnya berdiri tepat di depan sungchan, merapikan kerah baju sang anak dengan telaten, “yang dibilang ayah kamu itu benar. Kamu seharusnya bisa lebih menahan diri sayang, setelah kita dapat apa yang kita mau kamu bisa memperlakukan chenle sesukamu, hm? bukannya omega memang selemah itu, sama kan seperti mantan istrimu sayang? hahahaha” bunda tertawa kencang menatap ke arah sang ayah yang juga tertawa kecil, bundanya memang pintar membawa suasana namun sepertinya tidak untuk sungchan

tatapan bunda kembali ke arahnya, tatapan yang sangat tajam yang dimana bundanya sering berikan saat sungchan harus menuruti kemauannya, tatapan yang selalu membuatnya dipenuhi rasa takut, tatapan kebencian. Senyuman miring pun turut menghiasi bibir tipis wanita paruh baya itu, ia menepuk kecil pundak sang anak, “setelah kalian menikah nanti kamu bisa melakukan apa saja dengan chenle sayang, omega itu bergantung hidup pada alphanya, kamu bisa manfaatkan itu. Ingin diperlakukan seperti jalang pun sepertinya dia tidak masalah hahaha” bisik sang bunda yang membuat sungchan makin mengeratkan genggamannya.

Perasaannya tidak serendah itu

orang-orang dengan status beta seperti bundanya memang memiliki sifat arogan, ia merasa bahwa kekuatan alpha tidak akan berpengaruh besar pada hidupnya, padahal kenyatannya, golongan itu juga hanya manusia biasa yang juga tidak mampu mengalahkan kekuatan alpha. Dibawah alpha namun tidak setara dengan omega, begitulah status beta.

Melihat kelakuan ayah tirinya itu membuatnya berfikir bahwa yang dikatakan jisung itu benar, ayahnya memang bukan manusia. Orang-orang yang tidak pantas mendapatkan kata maaf memang nyata adanya.

sungchan menarik tangan bundanya lalu menggenggamnya erat, nyaris ingin menghancurkannya, bundanya kini sudah melewati batas kesabarannya.

Dari kecil sungchan selalu dijadikan alat oleh bundanya, boneka untuk diatur bagaimana seharusnya bersikap, menerima, dan tidak membantah. Sungchan kecil tidak pernah merasakan bagaimana rasanya dicintai karena bundanya seperti itu, mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, merebut segala hak milik orang lain.

ayah tirinya dan bundanya memang cocok, manusia-manusia sialan.

“sungchan lepas! tangan bunda—”

“kenapa? sakit? berarti selain omega, bunda juga orang yang lemah” sungchan tertawa keras dan terdengar sarkas, sisi alphanya kini keluar membuat seluruh ruangan tertutup itu menjadi sesak karena feromon dan auranya yang seakan mencekik.

“dari dulu bun, dari dulu bunda selalu menyepelekan saya? kenapa bun? kurang puas apa hidup bunda, kekayaan? kekuasaan? atau apa? bahkan saat saya benar-benar bahagia merasakan cinta saya harus tau fakta rencana busuk seperti ini, bunda ingin apa? bunda ingin mencapai apa sih?”

sungchan menghempaskan tangan bundanya keras sama seperti yang diperlakukan ayahnya tadi pada dirinya, namun bedanya bunda sampai jatuh tersungkur ke lantai.

“SUNGCHAN!” ayahnya berteriak kencang dengan jalan yang cepat bersiap-siap memberi pukulan telak ke arah dirinya namun sayangnya ayahnya kalah cepat, lelaki paruh baya itu lah yang mendapatkan pukulan telak di wajahnya. Sungchan tidak segan-segan jika sisi alphanya menunjukkan diri.

“ternyata masih ada banyak orang tua yang tidak pantas menjadi orang tua”