Consequences

Kata orang cinta adalah rasa yang paling indah, banyak yang mengagung-agungkannya, padahal perasaan itu yang paling semu. iya, kan baru katanya padahal kenyataannya rafa sama sekali tidak pernah merasakan bagaimana rasanya dicintai. Tidak dari keluarganya, teman-temannya, atau bahkan dirinya sendiri. Cinta itu perasaan paling sementara, cepat matinya lalu tergantikan.

untuk sebagian keberuntungan, cinta mungkin akan menjadi abadi tapi tidak untuk selamanya menemani, pada akhirnya cerita itu akan usai.

Rafa takut memulai, takut juga mengakhiri. laki-laki yang hampir menginjak 21 tahun itu bahkan seakan sudah mati rasa untuk merasakan jatuh cinta sedalam itu—

mungkin ada pengecualian untuk Jenan, laki-laki yang ia temui saat sedang mabuk disebuah trotoar jalanan Jakarta, untuk pertama kalinya ia rasakan jatuh cinta se-mendebarkan ini.

tapi Jenan itu brengsek.

ya, terkadang cinta memang membuat orang-orang menjadi hilang akal termasuk untuk rafa.

“ahh, Jenan...” rafa mengusap kasar rambut laki-laki yang sedang sibuk menjilat putingnya, gerakan lidah yang lembut. Sangat menyiksa.

“kenapa rafa sayang?” laki-laki bernama lengkap Jenandra Gio Saputra itu mengangkat wajahnya lengkap dengan raut wajah yang tengil karena senyuman lebar seakan mengejek rafa tanpa bicara. Terkadang rafa ingin memberikan pukulan telak di wajah sok tampan itu tapi sayangnya memang benar tampan.

“buruan, gue ada kelas 30 menit lagi” rafa mendesak membuat wajah dengan senyum lebar itu berubah.

“ck, titip absen lah dulu. Gue masih pengen bareng lo nih” kini giliran jenan yang mendesak, ia memeluk tubuh rafa erat seakan tidak membiarkan laki-laki itu pergi darinya. Rafa memutar bola matanya malas, jenan kalau sedang sange memang banyak tingkah!

“iya”

wajah yang tadi mendusal di dada rafa kini terangkat untuk memamerkan senyum paling manisnya. Rafa terkadang merasa beruntung berada di dekat jenan yang bahkan para mahasiswi yang menyukai laki-laki tengil itu pun tidak bisa sedekat ini.

senyum lebar jenan memudar, ia menatap lekat wajah dengan paras cantik di depannya. Ya, walaupun rafa adalah seorang laki-laki tapi jenan terkadang suka pangling saat melihat wajahnya seperti sekarang. matanya menyayu seakan mengundang untuk berbuat lebih, wajah mereka terlalu dekat, saling berbicara lewat mata masing-masing.

kamar mandi kampus mendadak panas, sekujur tubuh rafa terbakar nafsu yang membara, tanpa banyak bicara ia tabrakan bibirnya dengan bibir jenan yang langsung disambut lembut. Sebuah ciuman yang panas walaupun jenan melakukannya dengan lembut.

Makin lama ciuman itu semakin menuntut, rafa sampai kewalahan karena tenaga jenan bukan main-main.

ciuman jenan turun perlahan ke leher lalu berakhir pada dada rafa, jenan tau titik lemah rafa yang pasti akan membuat laki-laki itu mendesah seperti jalang. Meminta lebih, lebih dan kenikmatan lebih.

“ahh! jenan jangan digigit... sakit” rafa menarik pelan rambut jenan, merengek saat jenan tidak sengaja menggigit putingnya karena gemas.

“iya maaf ya, soalnya enak banget anjing”

jenan menjauhkan tubuhnya, membiarkan laki-laki mungil itu terduduk lemas di toilet yang sudah tertutup. Pemandangan inilah yang menjadi favorit jenan akhir-akhir ini, Rafa yang kacau karena nafsu.

“buka baju lo raf, semuanya”

“jenan—”

“nggak ada tapi raf, atau mau gue robek semuanya”

“jangan, i-iya gue buka” rafa dengan tangan yang gemetar membuka seluruh pakaiannya hingga tak satu pun menempel di tubuhnya, ia sudah sepenuhnya tanpa pakaian dan inilah bagian yang ia takutkan.

terkadang jenan akan berbuat nekat atau gila kalau sudah dikawal nafsu.

jenan mendekat, ia tarik lengan rafa agar berdiri lalu mengukungnya di pintu kamar mandi yang telah ia kunci rapat. Pandangannya tidak berubah sedari tadi ia menatap Rafa— selalu memuja. Semua yang ada di rafa adalah anugerah terindah yang akan selalu menjadi miliknya.

“cantik nanti desahnya yang keras ya. teriakin nama gue sekenceng mungkin sampe semua orang bisa denger kalau rafa sekarang jalangnya jenan” pandangan jenan menggelap, rafa bisa rasakan tatapan intimidasi dari jenan walaupun sebenarnya laki-laki itu tengah dikuasai nafsu. Mungkin ini yang jadi daya tarik dari seorang jenan sampai semua orang selalu tunduk di hadapannya.

melihat rafa yang tidak menjawab kata-katanya, jenan sontak mencengkram kedua pipi rafa cukup keras, “paham?”

rafa takut tapi juga tertantang.

“iya, paham jenan”

kalimat terakhir rafa menjadi izin untuk jenan melakukan sesuka hati pada tubuhnya. Tanpa banyak bicara lagi, jenan balik tubuh rafa lalu membuatnya menungging tepat dihadapannya. Beberapa tamparan kencang ia berikan pada pantat yang sedang menungging di depannya, membuat badan laki-laki mungil di depannya bergetar. Rafa sering mendapatkan tamparan tapi yang ini rasanya berbeda, lebih nikmat. Menghantarkan gelenyar aneh pada tubuhnya, meminta jenan berbuat lebih gila dari ini.

“enak? enak ya ditampar gini sampe geter gitu badannya”

rafa hanya bisa menggeleng kecil saat tamparan itu malah semakin kencang, ia yakin pasti akan berbekas disana.

“hahaha masokis” tepat setelah itu, jenan mendadak jongkok, menyajarkan wajahnya dengan bongkahan padat yang baru saja ia tampar. “jangan ditahan, desah yang kenceng”

setelah mengatakan itu, jenan menjilati kedua pipi pantat rafa lalu berlanjut menjilati lubang yang akan menjadi tempat ternyaman untuk penisnya. Ia jilat rakus tanpa jijik sekalipun, sementara rafa sebisa mungkin menahan desahannya saat bagian sensitifnya itu akhirnya terjamah oleh jenan.

Lidah jenan beberapa kali menusuk lubangnya yang membuat rafa menegang. Laki-laki mungil itu menengadahkan wajahnya, ini terlalu enak dan rafa tidak bisa menahannya lagi.

“AHH! NYAHH.. JENAN, SEDOT TERUS.. AHH ENAK ENAK, ngh!”

jenan dibelakangnya tersenyum miring lalu melanjutkan kegiatannya membasahi lubang rafa dengan liurnya.

tubuh rafa mendadak hilang keseimbangan saat jenan selesai melakukan penetrasi pada lubangnya yang akhirnya basah itu untung jenan tanggap saat tubuhnya nyaris jatuh ke lantai kamar mandi.

“enak?”

rafa tidak menjawab tapi semburat merah di wajahnya menjawab dengan jelas.

“kontol gue lebih enak, mau?”

rafa masih terdiam, ia bingung ingin lanjut atau tidak mengingat tadi ia menjadi sedikit hilang akal mendesah cukup kencang di toilet kampus.

“ditanya itu jawab” tamparan keras menyapa pipi kanannya, cengkraman jenan mengencang pada kedua pipinya. Sangat kencang membuat rahang Rafa sedikit sakit.

rafa mengangguk kencang, tangannya